Kurikulum di Indonesia sering berubah. Yang terbaru adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum yang digadang mampu menyiapkan generasi emas Indonesia di tahun 2045.
Kemunculan kurikulum selalu memberikan harapan baru. Sebuah asa yang ingin diwujudkan melalui kurikulum tersebut. Dan perubahan adalah salah satu indikasi adanya perkembangan.
Manusia adalah makhluk pembelajar, tanpa kurikulum bisa belajar dan mengajar. Tidak usah kita mengkhawatirkan berubah-ubahnya kurikulum. Kita adalah manusia pendidikan, yang akan terus melakukan kegiatan mendidik dan di didik.
Kalau kita berprinsip pada ajaran Bapak pendidikan, semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru. Intinya kita bisa belajar dimanapun dan tidak dibatasi oleh ruang bernama sekolah. Dan kitapun bisa belajar kepada siapapun, tidak hanya kepada guru.
Terlebih dari semua itu, kurikulum dan proses perubahannya mutlak tetap dibutuhkan. Sebagai sebuah bagian dari proses empiris belajar mengajar harus terus berkembang ke arah penemuan baru. Sehingga menunjukkan progres sebagai ciri salah satu ilmu yang sistematis dan tidak stagnan.
Kurikulum Merdeka dihadirkan untuk menjawab tantangan zaman. Pendidikan jika hanya mepresentasikan pengetahuan unsight, akan tergerus zaman. Bagaimana tidak, lihat seberapa pintar handphone zaman sekarang.
Tidak itu saja, jika perlu pengetahuan apa saja tinggal klik dan browsing di google hampir dipastikan akan ketemu. Ditambah lagi akan hadirnya sistem AI (artificial intelligence) yang semakin membuat tingkat kecerdasan teknologi meningkat. Sehingga jika pendidikan hanya berbicara dan mengajarkan kecerdasan tentu perkembangannya sangat jauh tertinggal dibandingkan kecerdasan teknologi tadi.
Merunut pendapat R.A Kartini bahwa pendidikan ditempuh tidak hanya untuk selembar ijazah. Pendidikan lebih diberikan untuk kelembutan budi pekerti para pencarinya. Sehingga teknologi google maupun AI tadi belum mampu mengcover dari kecerdasan budi pekerti ini.
Tugas urgen kurikulum merdeka adalah menggerakkan komunitas belajar untuk betul-betul menjadi suport sistem bahkan pusat pendidikan yang maksimal. Sejalan dengan yang pernah disampaikan Ki Hajar Dewantara, bahwa tri pusat pusat pendidikan itu berada di rumah, sekolah, Â dan lingkungan. Dengan demikian praktek baik harus benar-benar dimulai dari tiga tempat tersebut.
Rumah
Masa 1000 hari pertama kehidupan didapatkan setiap anak di rumah. Kemudian dilanjutkan usia emas anak, masa perkembangan paling pesat bagi anak. Semua pengalaman di masa inilah nanti yang akan menunjang kemampuannya untuk mengikuti pendidikan di sekolah.
Sekolah