Oleh: Dr. drh. Jafrizal, MM
Tahukah Anda, menurut Global Food Security Index (GFSI) tahun 2022 (belum tersedia data terbaru), Indonesia berada di peringkat 63 dari 113 negara?
Posisi ini masih jauh di bawah Malaysia (peringkat 41) dan Singapura (peringkat 28).
Padahal kita punya segalanya --- lahan luas, laut kaya, petani tangguh, dan pasar yang besar.
Lalu, kenapa kita masih tertinggal?
Jawabannya sederhana tapi menyakitkan: sistem pangan kita belum efisien, belum merata, dan belum cukup tangguh menghadapi perubahan zaman.
Mulai dari hasil panen yang terbuang karena rantai pasok berantakan, harga pangan yang fluktuatif, sampai gizi masyarakat yang belum merata.
Kalau kita ingin naik kelas, Indonesia butuh langkah revolusioner, bukan sekadar tambal sulam.
Berikut ini tujuh langkah strategis dan konkret agar dalam lima tahun ke depan, posisi Indonesia di GFSI bisa naik 15--20 peringkat, dan yang terpenting: rakyat makin sejahtera dan pangan makin terjamin.
1. Pangan Terjangkau untuk Semua
Masalah terbesar masih soal akses dan keterjangkauan.
Harga pangan sering tidak stabil, dan keluarga miskin paling merasakan dampaknya.
Solusinya: ubah sistem subsidi menjadi subsidi langsung untuk pangan dan gizi, bukan hanya pupuk atau benih.
Gunakan data by name by address agar tepat sasaran.
Bayangkan kalau setiap keluarga rentan bisa punya "kartu pangan" yang bisa digunakan untuk beli bahan bergizi di pasar lokal --- lebih adil, lebih efektif.
2. Kurangi Pangan yang Terbuang
Fakta mengejutkan: sekitar 30% hasil panen kita hilang di perjalanan --- busuk, rusak, atau tidak sempat dijual.
Padahal itu sama saja dengan membuang tenaga petani dan sumber daya alam.
Solusi cepatnya adalah memperkuat rantai dingin (cold chain), membangun gudang dan pasar modern di tingkat desa dan kabupaten.
Kalau produk segar bisa bertahan lebih lama, harga lebih stabil dan petani dapat untung lebih baik.
3. Pastikan Pangan Aman dan Berkualitas
Kita sering lupa bahwa keamanan pangan adalah bagian dari ketahanan pangan.
Produk asal hewan harus punya sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV), sedangkan produk olahan perlu label dan jejak asal yang jelas (traceability).
Bayangkan kalau tiap produk di pasar punya QR code yang bisa kita scan untuk tahu asalnya --- seperti di Jepang atau Korea.
Konsumen lebih tenang, pelaku usaha lebih dipercaya.