Ada satu ruangan di rumah yang sebelumnya tak banyak terpakai. Sesekali jadi tempat kerja daring suami, dan perlahan saya ubah menjadi ruang les kecil setiap sore. Penghasilan saya tidak seberapa untuk kategori guru honorer di sekolah swasta  dan suami pun juga sekadar freelance. Kami tahu, tidak bisa terus bergantung pada satu sumber penghasilan. Kami memutuskan untuk membuat dan mendirikan bimbel di rumah. Modal kami tekad, niat, dua papan tulis bekas dan beberapa kursi plastik.
Kami mulai dari lingkungan terdekat. Anak tetangga yang kesulitan matematika saya bantu. Awalnya hanya ada satu-dua anak yang mampir untuk belajar. Tak lama, lima anak datang secara teratur setiap pekan. Dari sana, kami mulai membuat jadwal belajar, menerapkan sistem pembayaran sukarela, dan menggunakan hasilnya untuk membeli perlengkapan belajar. Namun seiring berjalannya waktu, kami mulai menyadari bahwa usaha ini tak bisa terus dijalankan secara sederhana. Kami perlu memperbaiki manajemen, meningkatkan cara promosi dan menyiapkan fasilitas belajar yang lebih layak.
Di situlah kegundahan kami dimulai. Saya dan suami sering berdiskusi malam-malam. Tapi dari mana kami bisa mulai? Modal minim. Pengetahuan usaha pun masih terbatas.
Suatu hari, suami menemukan sebuah iklan di media sosial tentang program bernama GadePreneur Space dari Pegadaian. Awalnya kami kira itu hanya layanan pinjaman biasa seperti yang sering muncul. Ternyata, setelah kami gali lebih dalam, program ini bukan hanya soal bantuan dana. Ada juga kelas kewirausahaan, pendampingan usaha, dan bahkan ruang kerja bersama untuk para pemula seperti kami.
Kami akhirnya memilih untuk menghadiri salah satu acara Gadepreneur yang diselenggarakan di kota kami. Saya masih terbayang hari pertama mengikuti kelas pelatihan. Saya duduk bersama ibu-ibu penjual kue, penjahit rumahan, hingga pemilik kedai kopi kecil. Mayoritas pengalaman ang dimiliki hampir sama, usaha sudah berjalan tapimasih stagnan. Di tempat itu, kami tidak hanya belajar bagaimana mencatat keuangan secara sederhana, tetapi juga diperkenalkan pada konsep branding, memahami siapa target usaha kami, hingga mempelajari cara membuat konten digital untuk promosi.
Yang paling memberi dampak bagi saya adalah ketika kami didampingi untuk merapikan ulang fondasi usaha, mulai dari membuat perencanaan jangka pendek, menentukan tarif layanan secara proporsional, hingga mengatur waktu operasional secara efisien. Saya dan suami benar-benar seperti menemukan arah baru. Kami pulang dengan semangat membara dan buku catatan penuh ide.
Tidak itu saja, kami juga mulai mendapatkan fasilitas Gadepreneur Space, ruang usaha bersama yang disediakan Pegadaian. Tempat itu menyediakan berbagai fasilitas, mulai dari ruang pertemuan, akses internet yang lancar, hingga kesempatan untuk bertemu mentor serta jejaring pelaku usaha lainnya. Seringkali saya duduk di sana untuk membuat modul les atau materi ujian prediksi untuk anak-anak SD dan SMP. Tak lama kemudian, suami memanfaatkan fasilitas yang tersedia di sana untuk menata ulang strategi promosi kami, termasuk mendesain kembali brosur dan membuat konten pemasaran berbasis digital.
Seiring waktu, perubahan mulai terasa. Bimbel kami kini punya nama, "Rumah Belajar Asa Cerah". Kami buat akun media sosial yang aktif membagikan kegiatan belajar, testimoni orang tua, dan informasi pendaftaran. Dikarenakan jumlah pendaftar membludak, kami menyiasatinya dengan membagi kelas sesuai jenjangnya.
Kami bangga karena berhasil menata ulang ruang belajar di rumah. Berkat bimbingan dari tim Gadepreneur, dana pinjaman yang kami terima dapat kami kelola dengan lebih terarah dan efektif. Ada yang digunakan untuk memperbarui fasilitas, mengganti papan tulis menjadi ukuran yang lebih besar, menambah rak buku, hingga menyusun jadwal belajar yang lebih terstruktur. Kami menyesuaikan rancangan buku paket pembelaaran tematik dengan minat anak-anak.
Program GadePreneur Pegadaian telah memberikan kami bantuan dan wawasan. Bukan hanya karena fasilitasnya, tapi karena dorongan mental dan jaringan yang diberikan kepada kami. Gadepreneur menjadi titik balik kami dari hanya mengandalkan insting, kini kami melangkah dengan rencana.