Mohon tunggu...
Filoshofia
Filoshofia Mohon Tunggu... Universitas Kehidupan

Suka Jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mimpi Kecil Seorang Guru Honorer

27 Juni 2025   20:47 Diperbarui: 27 Juni 2025   20:47 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bimbingan belajar (Sumber gambar: dokpri)

Tak banyak yang tahu pasti nasib seorang guru disamping kegiatan proses belajar mengajar. Sebagai guru honorer di sebuah sekolah swasta kecil, saya hidup di antara kecintaan pada dunia pendidikan dan kenyataan bahwa pengabdian kadang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bukan niat untuk mencari untung atau ingin jadi pengusaha yang membuat saya memulai usaha rumahan. Saya memulai usaha rumahan ini karena satu hal, gelisah hati saat melihat banyak anak yang tumbuh tanpa buku, tanpa tempat tenang untuk belajar.
 

Ruang kosong di rumah saya sulap menjadi pojok baca. Kursi plastik yang awalnya dibiarkan menumpuk saya tata kembali, rak kayu tua saya bersihkan dan buku-buku yang dulu hanya jadi kenangan di kardus, saya hadirkan kembali agar bisa dinikmati anak-anak yang haus cerita dan ilmu. Saya tambahkan tulisan tangan di selembar kertas, ditempel di pagar rumah "Sudut Baca & Belajar, Terbuka untuk Anak-Anak".

Saya tidak tahu siapa yang akan datang. Tapi saya percaya, ketika niat baik dibuka, langkah-langkah kecil akan datang menyusul.

Pada mulanya, hanya dua anak kecil yang datang, tertarik pada rak buku sederhana di pojok rumah. Kami habiskan waktu sore dengan membaca cerita bersama, saya berperan jadi karakter dongeng mereka. Mereka pulang dengan senyum, masing-masing membawa buku pinjaman. Esoknya, mereka datang lagi. Dan hari-hari setelahnya, jumlahnya bertambah. Ada yang membawa adik, ada pula yang mengenalkan teman barunya.

Dari situlah saya mulai mengatur ulang kegiatan. Sepulang sekolah saya mendampingi anak-anak membaca cerita, mengerjakan pekerjaan rumah dan membimbing untuk pelajaran sekolah dasar. Mereka tidak hanya datang membawa lembar-lembar soal dan buku bacaan. Mereka membawa sesuatu yang lebih dalam antusiasme yang segar, rasa ingin tahu yang polos, dan nuansa belajar yang lebih hangat dari ruang kelas manapun. Di rumah, mereka tidak takut salah. Mereka berani bertanya. Dan mereka betah berlama-lama, bahkan hanya untuk duduk sambil membaca diam-diam.

Setelah beberapa waktu berjalan, mulai ada pertanyaan yang datang dari orang tua murid, "Bu, anak saya bisa ikut les juga di sini?" Senyum saya mengembang ragu, karena dalam benak muncul pertanyaan yang belum terjawab, apakah yang saya jalani ini masih bentuk kepedulian pribadi, atau sudah masuk ke ranah usaha? Tapi setelah berdiskusi dengan suami, kami sepakat bahwa tak apa memberi tarif seikhlasnya, karena niat awalnya tetap, membuka akses belajar bagi yang membutuhkan.

Dari hari ke hari, rak buku bertambah, meja belajar ditambah, dan ruang tamu perlahan berubah fungsi. Saya mulai menerima buku donasi dari teman-teman, membuat katalog pinjam, dan mencatat perkembangan belajar anak-anak. Saya juga belajar banyak tentang manajemen waktu, cara mendampingi anak belajar yang tidak monoton, bahkan sedikit-sedikit tentang literasi digital untuk promosi.

Saya mulai menuliskan kegiatan-kegiatan ini di media sosial. Bukan untuk pamer, tapi untuk berbagi. Tak saya sangka, langkah kecil itu mengundang perhatian banyak orang. Ada yang datang membawa buku bekas, ada pula mahasiswa yang ingin belajar menjadi pengajar lewat pengalaman langsung. Bahkan, seorang sahabat yang juga guru honorer mulai menjalankan kegiatan serupa di lingkungannya.

Sejak awal mula papan sederhana itu berdiri di pagar rumah, lebih dari dua tahun telah berlalu. Koleksi buku kini telah melampaui angka 300, jumlah siswa yang dibina terus bertambah, dan dukungan dari berbagai kalangan tumbuh secara bertahap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun