Tersembunyi di balik lembah dan bukit hijau kawasan Darma, Kabupaten Kuningan, terdapat sebuah situs bersejarah yang menyimpan kisah ribuan tahun lalu. Namanya Situs Lingga, salah satu dari 48 situs kuno yang ditemukan di Desa Sagarahiang. Dari luar, mungkin hanya tampak sebagai hamparan batu di tengah rimba, namun di balik keheningannya tersimpan legenda panjang tentang para raja, dewa, dan peradaban yang pernah berjaya di tanah Sunda.
Desa Sagarahiang sendiri dikenal sebagai salah satu desa tertua di Kuningan. Usianya diperkirakan mencapai lebih dari 640 tahun. Namun yang membuat desa ini begitu menarik bukan sekadar karena tuanya usia, melainkan karena kisah spiritual dan sejarah yang menyelubunginya sejak masa purba.
Asal-usul Nama "Sagarahiang": Lautan Para Dewa
Nama Sagarahiang memiliki makna yang indah sekaligus misterius. Dikutip dari laman resmi Kuningan Tourism, kata "sagara" berarti lautan, sementara "hiang" berarti dewa atau yang gaib. Jika digabungkan, artinya menjadi "lautan para dewa". Nama itu bukan sekadar julukan, melainkan mencerminkan keyakinan masyarakat kuno bahwa wilayah ini adalah tempat para dewa bersemayam.
Di masa lalu, wilayah ini diyakini sebagai pusat spiritual tempat manusia dan alam bersatu. Kisah tentang Situs Sanghiang dan Lingga menjadi bukti bahwa hubungan antara dunia nyata dan dunia ghaib begitu erat di masa itu. Jejak sejarah yang tertinggal menjadikan Sagarahiang bukan hanya desa biasa, melainkan pusat peradaban dan kebudayaan kuno di Kuningan.
Situs Lingga Ternyata Lebih Tua dari Kerajaan Tarumanegara
Yang mengejutkan, Situs Lingga diperkirakan sudah berdiri 2000 tahun sebelum Masehi --- jauh sebelum munculnya kerajaan besar seperti Tarumanegara. Di masa itu, hiduplah seorang tokoh bernama Bupati Raden Purba Lingga, pemimpin bijak yang ahli dalam menghitung waktu, hari, dan peredaran bulan.
Raden Purba Lingga diyakini sebagai pencipta sistem penanggalan tradisional sebelum dikenal kalender Jawa atau paparancaka. Ia meninggalkan peninggalan berupa batu-batu besar berbentuk lingga yang kini menjadi inti dari situs bersejarah ini. Batu tersebut bukan sekadar simbol, tapi juga sarana untuk membaca waktu dan arah matahari --- sistem yang disebut masyarakat setempat sebagai "Cacandaran Tahun Pahu" atau "Cacandaran Surya".
Konon, pada masa lampau raja-raja dari berbagai kerajaan di Tatar Pasundan hingga Jawa Tengah datang ke sini untuk berkonsultasi tentang penentuan waktu baik dan arah perjalanan kerajaan. Bayangkan, ribuan tahun lalu tempat ini sudah menjadi "pusat peradaban waktu" yang begitu sakral.
Keindahan Situs Lingga di Tengah Alam Gunung Ciremai
Situs Lingga terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), di ketinggian sekitar 1.130 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapainya, pengunjung harus menapaki jalan setapak yang menanjak, dikelilingi hutan pinus dan udara pegunungan yang sejuk. Dalam perjalanan, suara burung dan gemericik air sungai menemani langkah---membangun suasana yang tenang dan menenteramkan.
Sesampainya di lokasi, suasana berubah mistis. Batu-batu besar Lingga berdiri tegak di antara rimbun pepohonan, seolah menjadi penjaga waktu yang abadi. Tak jarang, pengunjung merasakan hawa sejuk yang berbeda, seperti energi alam yang menyapa pelan dari masa lampau. Pada malam bulan purnama, warga sekitar meyakini bahwa kawasan ini memancarkan cahaya lembut---sebuah fenomena yang menambah kesan magis dan spiritual pada situs ini.
Ritual, Kepercayaan, dan Jejak Leluhur
Hingga kini, Situs Lingga Kuningan masih menjadi tempat yang dihormati. Banyak warga datang untuk berziarah atau sekadar berdoa memohon keberkahan. Di masa lalu, tempat ini diyakini sebagai pusat ritual pemujaan terhadap Dewa Surya. Beberapa batu berbentuk datar bahkan dianggap sebagai bekas meja persembahan.
Cerita lisan dari warga tua menyebutkan bahwa raja-raja dari Kerajaan Galuh dan Sunda pernah menjadikan Sagarahiang sebagai tempat singgah dalam perjalanan spiritual menuju Gunung Ciremai. Gunung tertinggi di Jawa Barat itu diyakini sebagai gerbang dunia para dewa, dan Situs Lingga menjadi tempat untuk memohon restu sebelum mencapai puncak.
Warisan Budaya dan Wisata Spiritual Kuningan
Kini, Situs Lingga tak hanya menjadi peninggalan sejarah, tetapi juga objek wisata budaya dan spiritual di Kuningan. Banyak wisatawan datang untuk menikmati kesejukan alam sekaligus merasakan kedamaian batin di tempat sakral ini.
Bagi para pecinta sejarah, situs ini menjadi saksi betapa canggihnya peradaban Sunda kuno dalam membaca fenomena alam dan menyelaraskan hidup dengan waktu.
Pemerintah Kabupaten Kuningan bersama pengelola TNGC pun mulai berupaya melestarikan Situs Lingga agar tetap terjaga keasliannya. Program edukasi sejarah, dokumentasi arkeologi, dan pelibatan masyarakat lokal menjadi bagian penting dari upaya menjaga warisan budaya ini.
Mengunjungi Situs Lingga di Desa Sagarahiang bukan hanya tentang melihat batu-batu kuno, tetapi tentang menyentuh perjalanan panjang manusia dalam mencari harmoni dengan alam. Setiap lekukan batu, setiap hembusan angin di punggung Ciremai, seolah berbisik lembut tentang peradaban yang pernah jaya di sini.
Situs Lingga mengajarkan bahwa peradaban besar tidak selalu ditandai dengan istana megah, melainkan dengan keselarasan antara manusia, waktu, dan alam semesta. Jadi, jika Anda berkunjung ke Kuningan, sempatkanlah menyapa situs ini --- bukan hanya sebagai wisatawan, tapi sebagai peziarah sejarah yang ingin memahami makna waktu dan kehidupan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI