Mohon tunggu...
Izal Aja Dulu
Izal Aja Dulu Mohon Tunggu...

Biru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahasiswa Sakit Hati; Sebuah Tulisan Titipan

20 Maret 2010   17:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:18 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_98586" align="alignleft" width="300" caption="bendera ini lambang kesucian gerakan kami, MAHASISWA (koleksi pribadi)"][/caption]

Pernah sakit hati karena ditolak cinta? Kena penyakit fraktur hepatis (fraktur: patah; hepatis: hati)?Sakit hati karena ditipu orang? Karena dibicarakan yang tidak-tidak oleh orang lain (baca: gosip)?

Mungkin diantara kita ada yang pernah mengalaminya. Bagaimana tidak, hal ini pasti seringkali menjadikan diri kita gondok (nama penyakit kekurangan Iodium), hati terbakar, dendam, pemarah, dengki, yang berparas cantik atau tampan menjadi buruk, yang berparas buruk menjadi baik tambah buruk.

Sakit ditolak cinta biasa, besok bisa cari target yang lain, masih banyak ikan di laut (percuma kalo ga bisa nangkepnya). Kalau ditolak lagi, ya cari lagi yang lain. Kalau masih ditolak, ya jangan patah semangat, cari lagi dong. Kalau masih gagal juga, sudahlah nak memang nasibmu seperti itu, semoga cobaan dariNya ini menjadikanmu lebih kuat dan memberikan skenario terbaik dalam hidupmu. Amin. Tetapi, yang ingin saya bicarakan bukan masalah seperti ini (bolehlah nanti kita bahas lain kali). Hal yang saat ini membuat awak sakit hati cuma sekedar masalah tingkah laku mahasiswa (cuma??!??). Ya, mahasiswa yang sedang marak dibicarakan karena masalah “DEMO”. Hmmm.... sekitar pekan kemarin awak pulang ke kampung halaman, ketika menyaksikan tayangan berita di televisi (maklum di kost-an selama ini tidak ada televisi), rasa hati terbakar muncul karena sekelompok mahasiswa dituding menjadi biang keonaran, membuat tanggapan masyarakat terhadap mahasiswa menjadi buruk secara generalisir. Baru beberapa minggu merasakan menjadi Un-mahasiswa (bukan mahasiswa maksudnya), kenapa sekarang rasanya mahasiswa mendapat hujatan. Huh, karena nila setitik rusak susu se-ember (se-gentong juga bolehlah). Ada apa dengan mahasiswa kini? Ayolah, pikirkan! Wahai mahasiswa, pantaskah kalian menerima 'pujian' ini. Sebagai orang yang pernah merasakan sebagai mahasiswa pendemo (lebih suka dibilang aktivis aksi sih), saya mendapatkan rasa sakit hati ini. Saya ulangi ya... sakit hati..., saya cetak cetak tebal, garis bawah dan dimiringin deh.. SAKIT HATI. Ya, sakit hati. Demo...aksi... Okelah, tolong kita bedakan definisi kedua kata ini. Ada yang bisa bedakan? Kalau demo rodanya tiga, kalau aksi rodanya empat. Saya ambil contoh dari nama sebuah organisasi ekstra kampus (tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dgn topik yang saya bicarakan ini) kenapa ada organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia..bukan Kesatuan Demo Mahasiswa Muslim Indonesia). Mungkin beberapa dari kita sudah tahu definisi kata aksi. Kemudian kata demo, kata ini lebih tepat bila ditambahkan kata masak di belakangnya.. Ya, demo masak. Atau demo membengkokan kawat, demo mengecor dan demo mencetak (ini salah satu praktikum kuliah di jurusan kuli bangunan kedokteran gigi atau teknik sipil mungkin juga). Artinya kata demo lebih tepat didefinisikan sebagai pengganti kata memeragakan. Sekarang coba pikirkan, mana ada aksi atau demo yang tindakannya malah merusak, melawan aparat, melempari warga sekitar dengan batu! Nampaknya kita harus kembali belajar dengan Bahasa Indonesia (maklumlah kuliah juga cuma 2 sks, kecuali yang mengambil jurusan Sastra Indonesia mungkin). Malulah kita dengan juragan J.S. Badudu (menurut pendapat pribadi saya kata demo tidak tepat untuk disebut dalam masalah ini, mungkin hanya karena media saja yang selama ini menyebarluaskan istilah ini). Kesucian akan kata Aksi Mahasiswa seakan-akan ternodai oleh ulah sekelompok orang ini, bahkan bukan hanya golongan mahasiswa tersebut saja yang malu. Kita pun (kita?? elu aja kaliii?) sebagai mahasiswa menerima noda yang telah engkau berikan wahai saudaraku. Pikirkanlah apa yang terjadi dengan adik-adik kelas kita kelak. Dengan adanya kejadian ini, mereka mungkin berpikir bahwa aksi itu perbuatan yang buruk. Bahkan sebelum terjun untuk aksi, orang tua mereka akan terlebih dahulu melarang putra/putri kesayangannya yang lucu-lucu. Inilah masalah yang saya khawatirkan, generalisir. Masyarakat hanya tahu bahwa mahasiswa hanya bisa membuat onar saat aksi. Padahal tidak selamanya aksi seperti itu, bahkan setiap aksi mahasiswa yang pernah saya lakukan (dulu) selalu dimotori dengan hal yang intelektual, tidak ada hal-hal semacam kerusakan. Buktikanlah kalau mahasiswa adalah kaum intelektual, kaum terpelajar. Tidak pantas bertindak seperti layaknya orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Untuk apa kita selama ini kuliah? Pasti untuk membuat negeri kita tercinta ini tidak menjadi negara yang kalah dengan negara-negara yang lain. Lalu apa yang kita lakukan sekarang sudah dapat membuat kemajuan akan negeri ini? Sudahkah? Orang tua kita yang telah susah payah untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk kita, apakah menginginkan anaknya hanya menjadi musuh masyarakat? Tolonglah, mulai saat ini kita ubah pendapat masyarakat akan hal buruk tentang mahasiswa. Buktikan bahwa kaum mahasiswa mampu memberikan yang terbaik. Tidak malukah kita dengan mahasiswa angkatan '98? (mungkin teman-teman mahasiswa masih ingat peristiwa ini). Organisasi mahasiswa (baik ekstra kampus maupun intra kampus), IOMS, BEM, Senat Mahasiswa, Hima, apapun itu namanya, kembalikanlah posisimu pada porsinya. Bahkan tidak hanya sebagai event organizer sebuah acara saja. Kembalikan fungsi politik dalam kampus, pembelajaran dalam berdemokrasi. Namun, bukan berarti hal 'demo' ini yang keluar, fungsi politik mana yang membuat rusuh...! Teman-teman mahasiswa, saya tahu tidak semua mahasiswa setuju dengan pendapat saya, bahkan mungkin banyak yang tidak peduli akan tulisan saya, apatis terhadap organisasi kemahasiswaan. Terserah itu adalah pilihan teman-teman, awak tidak akan pernah melarang pilihan tersebut. Namun, tunjukkanlah kepada masyarakat bahwa mahasiswa adalah kaum intelektual, berikanlah contoh yang baik pada masyarakat, tunjukan bahwa kita adalah kaum berpendidikan, tunjukkan prestasi kalian, dalam bidang apapun, yang suka berdebat tunjukkan dalam kontes debat, yang suka menari tunjukkan dalam kontes menari, yang suka berorganisasi tunjukkan prestasi kalian dalam berorganisasi, tunjukkan pula prestasi akademik kita! Untuk kita, untuk orang tua kita, untuk anak-anak kita kelak, untuk negeriku tercinta, Indonesia. Bisa? Pasti bisa! -mohon maaf bila dalam tulisan saya ada kata-kata yang menyinggung perasaan, terima kasih untuk teman-teman yang telah mem-publish melalui FaceBook, maklumlah awak ga punya-

Mahasiswa yang sakit hati Saptiadi Oktora

Di publish ulang di kompasiana atas persetujuan penulis aslinya sebagai bentuk protes keras sikap menggeneralisir aksi mahasiswa sebagai aksi anarkis dan terlihat sebagai pembunuhan karakter.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun