Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan kenaikan pangkat satu tingkat bagi aparat keamanan, termasuk polisi dan TNI, menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian melihatnya sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian aparat, sementara sebagian lain menilainya sarat dengan kepentingan politik dan konsolidasi kekuasaan. Di titik inilah kritik harus dihadirkan: apakah langkah tersebut benar-benar untuk memperkuat profesionalitas aparat, atau justru memperkuat loyalitas semata?
Secara normatif, kenaikan pangkat memang lazim diberikan sebagai penghargaan atas dedikasi dan prestasi. Namun, ketika kebijakan tersebut diumumkan di tengah situasi politik yang masih panas pasca-kerusuhan Agustus 2025, publik wajar bertanya: apakah ini sekadar penghargaan, atau ada motif politis yang tersembunyi?
Bukan rahasia bahwa aparat memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas rezim. Dengan memberikan kenaikan pangkat, Prabowo bisa meneguhkan loyalitas internal, memastikan barisan tetap solid, dan mengirim pesan simbolis bahwa pemerintahannya berdiri kokoh bersama aparat.Â
Dampak Positif: Penghargaan dan Moralitas Aparat
Kita tidak boleh menutup mata terhadap dampak positifnya.
1. Meningkatkan moral aparat: Kenaikan pangkat tentu menjadi motivasi bagi polisi dan TNI untuk bekerja lebih disiplin dan penuh dedikasi.
2. Membangun hubungan kepercayaan antara pemerintah dan aparat sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan.
3. Memperkuat wibawa negara, terutama di mata kelompok yang ingin menguji stabilitas nasional.
Dampak Negatif: Potensi Ketimpangan dan Resistensi Publik
Namun, sisi lain dari kebijakan ini juga tidak bisa diabaikan.
1. Kecemburuan sosial:Â Masyarakat sipil, khususnya buruh, guru, dan tenaga medis yang juga berjasa, bisa merasa dianaktirikan ketika penghargaan hanya terfokus pada aparat.