Mohon tunggu...
I Wayan Sugihartha
I Wayan Sugihartha Mohon Tunggu... Guru

Pendidik bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berfokus pada pengembangan inovasi pembelajaran berbasis inkuiri, teknologi, dan etnosains. Praktik pembelajaran diarahkan pada integrasi konsep-konsep sains dengan konteks kehidupan sehari-hari serta kearifan lokal, sehingga tercipta proses belajar yang bermakna, relevan, dan kontekstual bagi peserta didik. Fokus utama mencakup penguatan keterampilan berpikir kritis, literasi sains, serta pembentukan sikap peduli lingkungan sebagai kompetensi esensial dalam pendidikan abad ke-21

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pragmatisme dan Implikasinya pada Pendidikan : Menjadikan Belajar sebagai Proses Hidup yang Nyata

3 Oktober 2025   00:00 Diperbarui: 21 September 2025   07:27 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dewey mengkritik sistem pendidikan tradisional yang bersifat otoriter, pasif, dan berpusat pada guru. Ia menolak model pendidikan yang hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke murid tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan pengalaman pribadi peserta didik. Dalam pandangan pragmatisnya, pendidikan harus bersifat eksperimental, di mana peserta didik diberi ruang untuk mencoba, gagal, merefleksikan, dan mencoba lagi. Proses belajar bukanlah proses linear, tetapi siklus dinamis yang melibatkan pengalaman, refleksi, dan tindakan. Dewey juga menekankan pentingnya lingkungan belajar yang demokratis, di mana peserta didik memiliki suara dan peran aktif dalam menentukan arah pembelajaran mereka.

Lebih dari itu, Dewey melihat pendidikan sebagai alat untuk membentuk masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. Ia percaya bahwa sekolah harus menjadi miniatur masyarakat, tempat peserta didik belajar hidup bersama, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif. Dalam kerangka ini, pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga soal nilai, etika, dan keterlibatan sosial. Dewey menempatkan pendidikan sebagai proses pemanusiaan, di mana peserta didik tidak hanya menjadi cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak secara moral dan aktif secara sosial.

Dengan demikian, akar pemikiran pragmatisme dari Peirce ke Dewey menunjukkan evolusi yang kaya dan mendalam. Dari prinsip konsekuensi praktis Peirce, ke pendekatan pengalaman James, hingga aplikasi sistematis Dewey dalam pendidikan, pragmatisme berkembang menjadi filsafat yang tidak hanya relevan secara teoritis, tetapi juga transformatif secara praktis. Ia mengajarkan kita bahwa ide-ide harus hidup dalam tindakan, bahwa belajar harus berakar pada pengalaman, dan bahwa pendidikan harus menjadi proses pembebasan dan pemberdayaan. Dalam dunia yang terus berubah dan penuh tantangan, pragmatisme menawarkan fondasi filosofis yang kokoh untuk membangun pendidikan yang relevan, inklusif, dan bermakna.

Pendidikan sebagai Proses Eksplorasi dan Transformasi

Dalam kerangka pragmatisme, pendidikan tidak dipandang sebagai proses linier yang berangkat dari guru sebagai sumber pengetahuan menuju murid sebagai penerima pasif. Sebaliknya, pendidikan adalah proses dialogis yang dinamis, di mana guru dan peserta didik saling berinteraksi, bertukar gagasan, dan bersama-sama membangun pemahaman yang bermakna. Proses ini tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan dalam konteks kehidupan nyata yang terus berubah dan menuntut adaptasi. Oleh karena itu, pendidikan pragmatis menolak model instruksional satu arah yang hanya menekankan pada penguasaan konten, dan sebaliknya menekankan pada keterlibatan aktif peserta didik dalam eksplorasi ide, pemecahan masalah, dan refleksi kritis.

John Dewey, sebagai tokoh sentral pragmatisme pendidikan, menegaskan bahwa belajar bukanlah proses mengisi kepala dengan informasi, melainkan proses membentuk cara berpikir dan bertindak melalui pengalaman langsung. Konsep "learning by doing" yang ia gagas bukan sekadar slogan pedagogis, tetapi prinsip filosofis yang mendalam. Belajar melalui tindakan berarti peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami, mencoba, gagal, merenung, dan mencoba lagi. Dalam proses ini, pengetahuan tidak diberikan begitu saja, tetapi dibangun secara aktif melalui interaksi dengan lingkungan, dengan orang lain, dan dengan tantangan yang nyata. Pendidikan menjadi arena eksplorasi, tempat peserta didik mengembangkan rasa ingin tahu, keberanian untuk bertanya, dan kemampuan untuk menemukan jawaban melalui pengalaman.

Kurikulum dalam pendekatan pragmatis tidak bersifat tetap dan kaku, melainkan fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik dan tantangan zaman. Ia dirancang bukan berdasarkan asumsi universal tentang apa yang harus diketahui, tetapi berdasarkan konteks lokal, minat peserta didik, dan isu-isu sosial yang relevan. Kurikulum pragmatis bersifat terbuka, memungkinkan integrasi lintas disiplin, dan mendorong pembelajaran berbasis proyek. Misalnya, proyek tentang keberlanjutan lingkungan dapat menggabungkan ilmu biologi, geografi, ekonomi, dan seni, sekaligus melibatkan peserta didik dalam aksi nyata seperti kampanye daur ulang atau penanaman pohon. Dengan cara ini, belajar tidak hanya menjadi proses intelektual, tetapi juga proses sosial dan emosional yang membentuk karakter dan kesadaran peserta didik.

Pendidikan sebagai eksplorasi juga berarti memberi ruang bagi keberagaman cara belajar. Tidak semua peserta didik belajar dengan cara yang sama, dan pragmatisme menghargai perbedaan ini. Ia mendorong penggunaan berbagai metode pembelajaran---diskusi, simulasi, permainan peran, kerja kelompok, studi lapangan, yang memungkinkan peserta didik menemukan gaya belajar mereka sendiri. Guru dalam pendekatan ini bukanlah pengendali proses belajar, tetapi fasilitator yang menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan menantang. Ia membantu peserta didik menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman mereka, mendorong refleksi kritis, dan membuka ruang untuk pertumbuhan pribadi.

Transformasi dalam pendidikan pragmatis tidak hanya terjadi pada peserta didik, tetapi juga pada guru, kurikulum, dan budaya sekolah secara keseluruhan. Pendidikan menjadi proses kolektif yang melibatkan semua pihak dalam pencarian makna dan solusi atas persoalan kehidupan. Ia tidak hanya bertujuan mencetak individu yang kompeten secara akademik, tetapi juga warga yang peduli, kreatif, dan bertanggung jawab. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan kompleksitas, pendidikan yang pragmatis mampu membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir adaptif, kemampuan berkolaborasi lintas budaya, dan keberanian untuk berinovasi.

Lebih jauh lagi, pendidikan sebagai proses eksplorasi dan transformasi menuntut perubahan dalam cara kita memandang keberhasilan belajar. Keberhasilan tidak lagi diukur semata-mata dari nilai ujian atau pencapaian akademik, tetapi dari kemampuan peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata, untuk berkontribusi pada masyarakat, dan untuk terus belajar sepanjang hayat. Evaluasi dalam pendidikan pragmatis bersifat formatif, berfokus pada proses, dan mendorong refleksi diri. Ia menggunakan berbagai instrumen seperti portofolio, jurnal belajar, presentasi proyek, dan umpan balik sejawat untuk menilai perkembangan peserta didik secara holistik.

Dengan demikian, pendidikan pragmatis bukan hanya tentang metode atau strategi, tetapi tentang cara pandang terhadap belajar sebagai proses manusiawi yang kompleks dan bermakna. Ia mengajak kita untuk melihat peserta didik bukan sebagai objek pendidikan, tetapi sebagai subjek yang aktif, unik, dan penuh potensi. Ia menuntut agar sekolah tidak menjadi tempat pengulangan informasi, tetapi laboratorium kehidupan, tempat peserta didik belajar menjadi manusia yang berpikir, merasa, dan bertindak secara bijak. Dalam dunia yang terus berubah, pendidikan sebagai eksplorasi dan transformasi menjadi kunci untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh, peduli, dan mampu menciptakan masa depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun