Enam Penyimpangan Diplomasi Trump-Vance:Â
1. Koreografi Propaganda MAGA yang Mengintimidasi Korban Perang
Zelensky telah menjadi target pembunuhan Putin berkali-kali. Anak-anak Ukraina diculik, rumah sakit dibom, dan wanita diperkosa. Alih-alih menunjukkan empati, Trump dan Vance menggunakan pertemuan ini untuk menampilkan "maskulinitas" mereka di depan kamera, memojokkan Zelensky, dan mengaitkan dukungan militer AS dengan konsesi wilayah dan sumber daya mineral Ukraina.
2. Retorika Permusuhan di Meja Diplomasi
Diplomasi seharusnya membangun kepercayaan, tetapi pertemuan ini berubah menjadi arena serangan verbal. JD Vance menyebut Zelensky "tidak hormat," memicu respons tajam dari Zelensky yang menyoroti kekejaman Putin. Namun, Trump justru mengalihkan diskusi ke kekuatan militer Ukraina, memaksanya untuk "lebih berterima kasih."Â
3. Diplomasi Bully, Bukan Diplomasi Publik yang Matang
Diplomasi sejati dilakukan di balik pintu tertutup, bukan di depan kamera untuk konsumsi politik domestik. Trump bahkan berkata, "Bagus bagi rakyat Amerika untuk melihat ini," seolah mempermainkan penderitaan Ukraina demi citra politiknya sendiri.Â
4. Â Mengabaikan Kompleksitas Konflik
Trump terus memaksa Zelensky untuk bersyukur atas bantuan AS, mengabaikan kenyataan bahwa Ukraina berjuang melawan invasi brutal Rusia. Perdamaian tidak terjadi hanya karena AS menginginkannya; ia membutuhkan syarat adil dan jaminan keamanan bagi Ukraina.Â
5. Perdagangan Perdamaian untuk Keuntungan Ekonomi
Ada indikasi bahwa Trump mengaitkan dukungan militer AS dengan perjanjian sumber daya mineral Ukraina. Ini memperburuk negosiasi, memperlihatkan bahwa bagi Trump, perdamaian hanyalah alat tawar-menawar demi keuntungan pribadi atau nasional.Â
6. Mengabaikan Perspektif Mitra Diplomatik
Sepanjang pertemuan, Trump dan Vance memonopoli percakapan. Ketika Zelensky mencoba membantah tuduhan Vance tentang "tur propaganda," Trump memotongnya dengan berkata, "Kamu mempertaruhkan Perang Dunia III." Sikap ini menunjukkan bahwa Trump tidak tertarik pada dialog, hanya pada dominasi.
Kesimpulan
Pertemuan ini adalah potret buram dari diplomasi yang gagal. Alih-alih membangun jalan menuju perdamaian, Trump dan Vance justru memperkeruh suasana dengan retorika agresif, tekanan ekonomi, dan pengabaian atas kompleksitas konflik Ukraina-Rusia. Zelensky pulang tanpa kesepakatan, dan perpecahan diplomatik semakin dalam.
Perdamaian sejati tidak akan lahir dari pertunjukan kekuasaan atau permintaan syukur. Ia tumbuh dari dialog tulus, saling mendengar, dan komitmen bersama untuk mencapai solusi adil. Jika AS benar-benar menginginkan perdamaian, mereka harus mulai dengan memulihkan martabat diplomasi itu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI