Mohon tunggu...
Iwan Hafidz Zaini
Iwan Hafidz Zaini Mohon Tunggu... -

Saat ini sedang menjadi abdi negara di kementerian Agama Kab. Boyolali sebagai seorang Penyuluh Agama Islam. Selain itu menjadi pengajar di Pondok Pesantren Zumrotuttholibien Kacangan Andong Boyolali. Juga asyik jualan pulsa dan hp juga hoby jeprat-jepret alias photography. Mengkhayal adalah gerbang menuju perenungan yang membuahkan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rasulullah Anti Poligami

26 Mei 2013   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13695440731379254743

Sekarang ini baru marak kembali masalah poligami. Belum selesai masalah Eyang Subur dengan 9 istrinya, publik kembali dibuat geleng-geleng kepala dengan munculnya tersangka kasus suap daging impor Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishak yang memiliki istri lebih dari satu. Memang kalau dilihat dalam konteks sejarah dan membaca teks Al-Qur'an seakan-akan ada pembenaran dengan poligami. Dalam sejarah, praktek nabi berpoligami. Namun, sebenarnya beliau tidak mendukung poligami. Walaupun dilihat secara kasat mata, Beliau melaksanakan poligami. Namun sebetulnya Beliau tidak setuju hal tersebut. Poligami adalah mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama. Atau poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan. Lawannya adalah poliandri, yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki. Kalau kita mengkaji sejarah, maka kita akan mengetahui bahwa poligami sudah ada sejak sebelum Islam datang. Bahkan poligami merupakan warisan dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, sampai pada masa Martin luther, seorang penganjur besar Protestan, tidak nampak adanya larangan poligami. Bahkan Yahudi memperbolehkan poligami tanpa batas. Hal ini bisa dilihat bahwa Nabi Ya'qub, Nabi Daud, dan Nabi Sulaiman mempunyai banyak istri. Melihat poligami tanpa batas tersebut, Islam datang membenahi termasuk dalam hal ini adalah poligami yang tidak terbatas. Islam membatasi poligami dengan syarat harus ADIL. Hal tersebut berdasarkan pada QS.Annisa' 4:2-3 . "Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.Yang demikian itu adalah lebih dekat tidak berbuat aniaya." Ayat tersebut turun sebab banyak anak perempuan yatim dan janda yang menjadi korban perang. Sebelum ayat tersebut turun, banyak sahabat yang mempunyai istri lebih dari empat orang. Setelah ayat tersebut turun, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk memilih istri empat dan menceraikan sisanya. Pertanyaannya sekarang adalah bisakah suami bersikap adil terhadap istri- istrinya? Alquran sendiri dalam QS.Annisa' ayat 129 mengatakan: "Dan sekali-kali kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cinta, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung..." Kalau kita mencermati QS. Annisa' 2-3 dan Qs. Annisa' 129 terdapat pertentangan. Yang satu menyuruh poligami, tapi harus adil. Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa suami tidak akan bisa berlaku adil. Berarti ayat tersebut menyuruh untuk monogami saja. Lantas bagaimana dengan Rasulullah sendiri? Kebanyakan mereka yang berpoligami mengatakan bahwa poligami adalah sunnah Nabi. Benarkah demikian? Alasan jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak melakukannya pertama kali dalam berumah tangga? Realitanya, Nabi sepanjang hayatnya lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Rumah tangga Nabi bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwailid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itupun Beliau jalani hanya sekitar 8 tahun dari sisa hidup Beliau. Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i, adalah penerapan Nabi Muhammad SAW terhadap wahyu yang diturunkan. Sedang dalam QS Annisa' 2-3 tersebut menerangkan tentang perlindungan terhadap anak yatim dan janda korban perang. Menurut Imam Ibn al-Atsir (544-606H) dalam kitab Jami' al-Ushul bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial pada waktu itu. Terbukti kebanyakan dari istri-istri Nabi adalah janda yang ditinggal mati syahid suaminya, kecuali Aisyah binti Abu Bakar RA. Melihat kenyataan lain bahwa Nabi melarang menantu Beliau, Ali bin Abi Thalib RA, melakukan poligami. Nabi Muhammad Marah besar ketika mendengar putri Beliau, Fatimah binti Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi langsung menuju masjid dan naik mimbar, lalu berseru, "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilahkan mengawini putri mereka. Ketahuilah. putriku itu bagian dariku, apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jami' al-Ushul, juz XII, 162, Nomor hadits:9026) Seperti yang dikatakan Nabi, poligami akan menyakiti hati perempuan dan juga menyakiti hati orang tuanya. Jika pernyataan Nabi diatas dijadikan dasar, maka yang sunah adalah tidak mempraktekkan poligami. Dan Ali bin Abi Thalib RA tetap bermonogami sampai Fathimah RA wafat.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun