Yang juga sebaiknya tinggal di panti jompo adalah orang berusia lanjut yang memiliki anak, namun karir sang anak membatasi geraknya. Bila sang anak berkariir dalam bidang pelayaran misalnya. Sebagai pelaut, yang senantiasa berpindah-pindah, tentu tidak memungkinkan untuk juga melayani orang tua secara langsung.
Keadaan demikian tidak selalu terjadi. Ada kalanya keluarga yang "lengkap" dan "normal" namun berkeinginan menitipkan orang tua ke lembaga panti sosial atau panti jompo. Seorang tetangga dekat, sebut saja keluarga Budi, melontarkan keinginan tersebut.
Melihat keadaan keluarga ini sepertinya keinginan mereka terlalu berlebihan. Keadaan sosial ekonomi mereka begitu baik. Dua anak mereka bekerja dan memiliki karir yang baik. Disamping itu, ibu mereka pun seorang wanita karir. Ia masih ulet bekerja di usianya yang menjelang senja.Â
Yang hendak mereka titipkan ke panti adalah ayah mereka. Kepala keluarga mereka. Pasalnya sang ayah yang telah sepuh sering bepergian tanpa tujuan. Dan setiap kali pergi, ayah lupa jalan pulang. Ia sering diantar pengemudi ojek. Mereka merasa iba melihat orang tua yang berjalan tak tentu arah.
Ayah mereka juga kerap mengalami kecelakaan. Satu hari motor yang dikendarainya "dipinjam" oleh orang tak dikenal. Kejadian ini memaksa ayah berjalan ke sana-kemari mencari motornya. Ia pulang diantar pengemudi ojek. Di hari lain, ayah tertabrak motor saat menyebarang jalan. Sekujur tubuhnya lecet dan memar.Â
Kondisi ayah yang demikian ditambah kesibukan setiap anggota keluarga mendorong keluarga Budi mengambil jalan pintas: menitipkan ayah mereka ke panti. Langkah ini belum terlaksana. Ayah yang sepuh keburu dipanggil Sangpencipta. Sebuah kecelakaan lalu lintas dialami ayah.Â
Kejadian yang menimpa keluarga Budi demikian tragis. Orang tua yang begitu berjasa saat muda terkesan menjadi "beban" di hari tuanya. Untuk keluarga-keluarga Budi meski sedikit berlebihan, panti jauh lebih baik. Walaupun dengan jalan ini, ada perasaan kosong yang terpahat pada hati orang tua.