Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membincangkan Langkah Menitipkan Orangtua

4 November 2021   12:59 Diperbarui: 4 November 2021   13:10 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: "Senior-Citizens" diunduh dari Pixabay.Com

Beberapa waktu berselang, percakapan grup WhatsApp RT kami cukup ramai. Obrolan dipicu oleh postingan seorang warga. Ia mengirim foto berupa surat pernyataan tiga orang kakak beradik. Surat tersebut menegaskan bila mereka sepakat menitipkan orang tua mereka ke sebuah panti. 

Tak seperti postingan berupa photo yang lain, postingan ini mengundang obrolan hangat. Warga silih berganti mengutarakan pendapatnya. Banyak yang mengecam langkah kakak-beradik tersebut. Menitipkan orang tua dikatakan sebagai tak tahu budi. Warga yang lain lebih keras berpendapat. Dikatakan bila anak-anak tersebut (maaf) durhaka.

Warga yang lain lagi berpendapat sebaliknya. Menitipkan orang tua ke panti jompo dianggap langkah terbaik. Orang tua berusia lanjut memerlukan perlakuan khusus. Mereka "menuntut" perhatian dalam segala hal. Mengingat kesibukan yang dimiliki setiap anak yang telah bekerja, langkah itu bisa dipahami. Mereka "meminjam" tangan pengelola panti. Mereka menitipkan orang tua untuk mendapatkan perlakuan terbaik, satu hal yang tak dapat mereka lakukan.

Perbincangan hangat itu akhirnya usai. Terjeda oleh postingan baru dari seorang warga. Maka "diskusi" virtual itu pun usai, tanpa menghasilkan satu keputusan.

Sebagaimana tersirat dalam percakapan di grup RT tersebut, topik mengenai orang tua memiliki dimensi yang lengkap. Membicarakan pengasuhan orang tua tak sekedar memilih cara bagaimana mengurus mereka. Sebaik apa pun cara yang dipilih, mengurus orang tua tak dapat menapikan satu hal yang disebut cinta, atau rasa welas asih.

Menitipkan orang tua ke panti jompo saya rasa "menodai" perasaan cinta seorang anak. Menunjuk orang lain mengurus orang tua, betapa pun baiknya tempat itu, akan meninggalkan jejak bolong pada perasaan mereka. Orang tua tentu merasa "terbuang" di tempat itu.

Merujuk firman Allah dalam Al Quran, kewajiban setiap anak terhadap orang tua adalah memperlakukannya dengan baik. Mendoakan mereka, memohonkan ampun atas kesalahan mereka. Dan janganlah sekali-kali mengucapkan kata "uh" terhadap ibu dan bapak. 

Allah SWT memerintahkan kita untuk berbakti terhadap kedua orang tua. Memenuhi kebutuhannya dan sedapat mungkin berkata-kata yang baik. Termasuk kesalahan besar membantah kata-kata keduanya. Orang tua adalah "perpanjangan" tangan Tuhan di dunia. Dengan perantaraan keduanya kita terlahir, tumbuh, hingga akhirnya kembali ke pangkuan Sangpencipta.

Bila panti jompo menumbuhkan perasaan terasing bagi para penghuninya, mengapa tempat itu ada? Tempat itu ditujukan bagi orang tua lanjut usia yang tidak memiliki anak atau sanak saudara. Para orang tua yang sebatang kara alangkah lebih baik bila tinggal di panti.

Yang juga sebaiknya tinggal di panti jompo adalah orang berusia lanjut yang memiliki anak, namun karir sang anak membatasi geraknya. Bila sang anak berkariir dalam bidang pelayaran misalnya. Sebagai pelaut, yang senantiasa berpindah-pindah, tentu tidak memungkinkan untuk juga melayani orang tua secara langsung.

Keadaan demikian tidak selalu terjadi. Ada kalanya keluarga yang "lengkap" dan "normal" namun berkeinginan menitipkan orang tua ke lembaga panti sosial atau panti jompo. Seorang tetangga dekat, sebut saja keluarga Budi, melontarkan keinginan tersebut.

Melihat keadaan keluarga ini sepertinya keinginan mereka terlalu berlebihan. Keadaan sosial ekonomi mereka begitu baik. Dua anak mereka bekerja dan memiliki karir yang baik. Disamping itu, ibu mereka pun seorang wanita karir. Ia masih ulet bekerja di usianya yang menjelang senja. 

Yang hendak mereka titipkan ke panti adalah ayah mereka. Kepala keluarga mereka. Pasalnya sang ayah yang telah sepuh sering bepergian tanpa tujuan. Dan setiap kali pergi, ayah lupa jalan pulang. Ia sering diantar pengemudi ojek. Mereka merasa iba melihat orang tua yang berjalan tak tentu arah.

Ayah mereka juga kerap mengalami kecelakaan. Satu hari motor yang dikendarainya "dipinjam" oleh orang tak dikenal. Kejadian ini memaksa ayah berjalan ke sana-kemari mencari motornya. Ia pulang diantar pengemudi ojek. Di hari lain, ayah tertabrak motor saat menyebarang jalan. Sekujur tubuhnya lecet dan memar. 

Kondisi ayah yang demikian ditambah kesibukan setiap anggota keluarga mendorong keluarga Budi mengambil jalan pintas: menitipkan ayah mereka ke panti. Langkah ini belum terlaksana. Ayah yang sepuh keburu dipanggil Sangpencipta. Sebuah kecelakaan lalu lintas dialami ayah. 

Kejadian yang menimpa keluarga Budi demikian tragis. Orang tua yang begitu berjasa saat muda terkesan menjadi "beban" di hari tuanya. Untuk keluarga-keluarga Budi meski sedikit berlebihan, panti jauh lebih baik. Walaupun dengan jalan ini, ada perasaan kosong yang terpahat pada hati orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun