Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... pemerhati literasi dan dinamika publik

Berkreasi di Gramasurya, sebuah entitas profesional yang memadukan expertise dalam bidang percetakan dengan visi penerbitan digital. Selalu tertarik dalam semesta Teknologi Informasi dan peran di lembaga pustaka dan informasi dengan ber ikhtiar mengembangkan literasi digital, bertujuan menciptakan masyarakat Indonesia yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga cerdas dan bijak dalam memanfaatkannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mas Arif Budimanta, Tirai Ajal dan Wajah Kebaikan dalam Sebuah Refleksi di Tengah Takziyah

9 September 2025   21:20 Diperbarui: 9 September 2025   21:20 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot Zoom Takziyah online atas wafatnya mas Arif Budimanta

Tulisan ini lahir dari sebuah perenungan di tengah majelis takziyah online, atas wafatnya seorang sahabat, Arif Budimanta Sebayang, pada 6 September 2025 lalu. Dalam keheningan virtual, satu per satu kenangan dan kesaksian tentang almarhum mengalir dari para sahabat dan keluarga. Dan hampir seluruhnya bermuara pada satu hal yang sama: kebaikannya.

Hal ini mendorong sebuah perenungan. Pernahkah kita berhenti sejenak di tengah keramaian takziah atau saat membaca kabar duka? Saat seseorang berpulang, seolah ada sebuah kesepakatan tak tertulis di antara kita yang masih hidup. Mendadak, segala percakapan tentang almarhum atau almarhumah berpusat pada satu titik: kebaikan mereka. Cerita tentang kedermawanan, kesabaran, senyum hangat, atau jasa-jasa yang pernah mereka torehkan mengalir deras, seakan menenggelamkan kenangan lain yang mungkin pernah ada.

Mengapa fenomena ini terjadi secara universal? Mengapa tirai kematian seolah menjadi penyaring yang hanya meloloskan memori-memori indah? Jawabannya mungkin tersembunyi dalam makna mendalam dari firman Allah SWT dalam Surah Al-A'raf ayat 34.

"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun."

(QS. Al-A'raf: 34)

Ajal: Garis Batas yang Absolut

Ayat di atas menegaskan sebuah kebenaran mutlak: ajal adalah ketetapan yang tak bisa ditawar. Ia adalah garis finis yang pasti bagi setiap individu dan bahkan setiap peradaban (ummah). Tidak ada lobi, negosiasi, atau kekuatan apa pun yang dapat menundanya barang sedetik, atau memajukannya walau sekejap.

Ketika ajal datang, ia menjadi pemutus yang sempurna. Ia menghentikan segala potensi. Seseorang tidak bisa lagi menambah amal baiknya, memperbaiki kesalahannya, meminta maaf, atau menunaikan janji yang tertunda. Buku catatan hidupnya telah ditutup, pena takdir telah diangkat, dan lembaran telah kering. Kisahnya telah selesai.

Inilah titik krusialnya. Saat seseorang masih hidup, ia adalah sebuah "proyek yang sedang berjalan". Kita berinteraksi dengannya dalam dinamika yang kompleks. Ada tawa, ada konflik, ada setuju dan tidak setuju. Kita menilai tindakan mereka hari ini karena kita tahu besok mereka masih bisa berubah. Kritik kita, nasihat kita, bahkan kekecewaan kita, semua dilandasi oleh harapan bahwa masih ada "waktu" untuk perbaikan.

Namun, ketika ajal menjemput, statusnya berubah. Ia bukan lagi "proyek berjalan", melainkan sebuah "karya yang telah tuntas".

Dari Penilaian Menuju Penghormatan

Kematian mengubah cara kita memandang seseorang secara fundamental. Ia tidak lagi menjadi subjek aktif dalam panggung kehidupan kita, melainkan telah beralih menjadi sebuah memori, sebuah warisan, sebuah pelajaran. Pada titik inilah, akal dan nurani kita secara kolektif melakukan sebuah pergeseran:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun