Mohon tunggu...
Ivone Dwiratna
Ivone Dwiratna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang hamba TUHAN

Believe, Belajar, Bertindak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi Lain Debt Collector (1): Kerasnya Hidup, Bukan Kerasnya Hati

11 April 2016   09:00 Diperbarui: 25 April 2016   03:02 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika waktu bisa kembali, apa yang Pak T ingin lakukan? Adakah masa lalu yang ingin Pak T benahi atau hapus dalam hidup Pak T?

Sesaat ia terdiam. Matanya berkaca-kaca....
“Ibu.. saya belum bisa membahagiakannya saat ia masih hidup. Saya hanya bisa membantu Ibu dengan mengerjakan beberapa pekerjaan sederhana di rumah. Mengantarkannya ke pasar.. Hanya itu. Tidak lebih.. Andai saya bisa membahagiakannya sebelum Ibu meninggal...” Ceritanya tulus. Saya bisa rasakan itu. Tanpa terasa airmata saya turut mengalir mendengarkan kerinduannya pada sang Ibu...

Sesaat sebelum saya berpamitan, tiba-tiba ganti Pak T yang bertanya kepada saya.. "Mengapa tertarik untuk menulis kisah hidup saya?"

Hmmm, ganti saya yang diinterview. Mengapa? Karena saya tertantang untuk menyuguhkan kenyataan pada masyarakat. Bahwa tidak semua orang yang menjadi debt collector ataupun executor itu adalah orang-orang yang hanya bisa mengandalkan fisik saja. Bukan pekerjaan yang hanya membutuhkan keberanian dan melakukannya dengan kekerasan. Tapi seorang debt collector atau executor harus memiliki skill yang memadai, pola pikir yang baik, cara-cara santun dan memiliki solusi disamping harus ditunjang dengan kepedulian perusahaannya untuk memback up serta meningkatkan kemampuan personilnya. Debt collector atau executor juga manusia biasa yang dalam melaksanakan tugas pekerjaannya penuh dilema dan tidak lepas dari permasalahan-permasalahan kehidupan atau permasalahan keuangan yang membelitnya. Mereka manusia biasa yang sesungguhnya penuh bakti dan cinta pada keluarga. Dan saya melihat Pak T adalah figur yang lengkap untuk menjadi inspirasi dan contoh.

T, lelaki muda yang harus berjuang bertahan hidup di kerasnya ibukota. Kerasnya sikap dan hidupnya, seperti cangkang yang melindungi hatinya yang lembut. Perjuangannya untuk bertahan hidup telah memberikannya pengalaman yang luar biasa. Meski hidupnya sulit dan tak ada uang di tangan, tidak mengubahnya menjadi serakah dan tidak jujur. Kegigihan, loyalitas dan kejujurannya telah mengangkatnya naik. Orang menghargainya karena itu.

Baktinya pada ayah ibu..., cinta dan kasih sayangnya pada keluarga, sungguh berbeda dengan kerasnya pekerjaannya. Kesulitan hidup telah membentuknya menjadi pribadi yang saya kenal saat ini. Ini sisi lain T, mantan tukang tarik yang telah mengubah paradigma hidupnya dan memutuskan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.


Memang debt collector ataupun executor adalah profesi keras yang menantang bahaya. Terkadang nyawa menjadi taruhannya. Mungkin banyak orang menjalankan profesi ini seperti image dalam masyarakat. Keras dan kasar. Tapi sahabat saya T telah mendapatkan titik balik dalam kehidupannya. Kecelakaan yang menimpanya telah membuatnya berubah. Dalam menjalankan profesinya, ia lebih mengedepankan negosiasi dan strategi yang baik. Mengikis cara-cara lama. Ia beruntung menemukan pimpinan yang bijaksana dan memimpinnya dengan penuh kasih. Ia bisa membuktikan bahwa ada cara-cara lain yang santun dan jauh dari kekerasan untuk bisa menjadi hebat. T juga bisa menunjukkan, bahwa meskipun hidupnya didedikasikan untuk keluarga dan pekerjaannya, ia tidak lupa untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya, terus berkembang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 Bersyukurlah T yang memiliki istri yang berhati mulia dan dikaruniai anak-anak yang selalu support. Ikhlas mau berjuang bersamanya dalam suka dan duka adalah berkah baginya. Mudah-mudahan kisah Pak T ini dapat menginspirasi sahabat-sahabat lain yang bergelut dalam profesi yang sama.

Semoga segenap cita-cita dan harapan baik Pak T selalu diberkahi Allah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun