Mohon tunggu...
Ivan Syhrn
Ivan Syhrn Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang yang ingin sukses

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Konsep tanda menurut Roland barthes

16 Oktober 2025   18:26 Diperbarui: 16 Oktober 2025   18:21 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

*Konsep Tanda Menurut Roland Barthes*

Roland Barthes merupakan salah satu tokoh penting dalam kajian semiotika modern yang memperluas dan mengembangkan teori tanda dari Ferdinand de Saussure. Jika Saussure menekankan hubungan antara penanda (*signifier*) dan petanda (*signified*) dalam kerangka bahasa, maka Barthes membawa konsep tersebut lebih jauh ke dalam bidang kebudayaan dan wacana sosial. Bagi Barthes, tanda tidak hanya berfungsi dalam sistem bahasa, tetapi juga dalam setiap praktik kebudayaan---mulai dari mode, iklan, makanan, hingga media massa. Ia memandang budaya sebagai sistem tanda yang memiliki makna ganda dan sarat ideologi.

1. Tanda, Denotasi, dan Konotasi*

Dalam pandangan Barthes, setiap tanda memiliki dua lapisan makna, yakni **makna denotatif** dan **makna konotatif**.

* **Denotasi** adalah makna pertama atau makna literal dari tanda. Ini adalah arti yang tampak secara langsung dan bersifat objektif.
* **Konotasi**, di sisi lain, adalah makna kedua yang bersifat implisit, kultural, dan emosional. Makna konotatif sering kali dibentuk oleh nilai-nilai sosial, kepercayaan, ideologi, dan konteks budaya masyarakat tertentu.

Barthes menjelaskan bahwa konotasi tidak muncul begitu saja; ia merupakan hasil dari interpretasi sosial terhadap tanda. Dengan kata lain, konotasi bersifat ideologis karena mencerminkan cara pandang masyarakat terhadap realitas. Misalnya, gambar seekor *merpati putih* secara denotatif berarti sejenis burung. Namun secara konotatif, merpati putih dapat dimaknai sebagai simbol perdamaian, kesucian, atau kebebasan.

Melalui perbedaan antara denotasi dan konotasi, Barthes menunjukkan bahwa makna tanda tidak pernah tunggal dan tetap. Sebaliknya, makna selalu terbuka terhadap berbagai tafsir sesuai dengan latar budaya dan ideologi yang melingkupinya.

2. Mitos sebagai Sistem Tanda Tingkat Kedua

Salah satu kontribusi terbesar Roland Barthes dalam semiotika adalah konsep **mitos** (*myth*). Dalam karyanya *Mythologies* (1957), Barthes menjelaskan bahwa mitos bukan sekadar cerita tradisional atau legenda kuno, melainkan suatu **cara berpikir atau sistem komunikasi** yang berfungsi untuk menyamarkan ideologi tertentu agar tampak alami dan wajar di mata masyarakat.

Menurut Barthes, mitos adalah sistem tanda **tingkat kedua**. Pada tingkat pertama, terdapat hubungan antara penanda dan petanda yang menghasilkan makna denotatif. Kemudian, tanda pada tingkat pertama tersebut digunakan kembali sebagai penanda pada tingkat kedua untuk menghasilkan makna baru, yaitu makna mitologis atau konotatif. Dengan demikian, mitos merupakan lapisan makna tambahan yang dibangun di atas tanda sebelumnya.

Sebagai contoh, dalam majalah mode, gambar seorang perempuan berkulit cerah yang mengenakan gaun mewah dapat memiliki makna denotatif sebagai "perempuan dengan pakaian tertentu". Namun, pada tingkat konotatif atau mitologis, gambar tersebut bisa bermakna "keanggunan", "keberhasilan", atau "standar kecantikan ideal". Mitos yang tersimpan di balik gambar itu adalah ideologi kecantikan perempuan modern yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme dan media massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun