Mohon tunggu...
M. Ivan Fairuz Akbar
M. Ivan Fairuz Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya seorang mahasiswa yang suka belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengapa Sistem Tradisional Tak Lagi Layak di Era Digital?

5 Juni 2025   13:47 Diperbarui: 5 Juni 2025   04:25 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada artikel "SPMM: A Model Taxonomy for Designing and Managing Quality System", merupakan terobosan penting dalam ranah rekayasa perangkat lunak (RPL), khususnya dalam upaya mengintegrasikan aspek manajemen proyek, kualitas perangkat lunak, dan pengembangan sistem secara menyeluruh. Di tengah banyaknya model yang selama ini hanya menekankan salah satu aspek—apakah itu kualitas teknis atau manajemen proyek—artikel ini berhasil menawarkan perspektif yang komprehensif melalui pendekatan model maturitas terpadu. Pendekatan seperti ini, sangat relevan di era digital saat ini, terutama dalam konteks implementasi sistem ERP di berbagai organisasi.

Secara garis besar, penulis, Muhammad Adeel Mannan dan Adeel Ansari, mengusulkan sebuah taxonomi yang dinamakan SPMM (Software Project Maturity Model Taxonomy). Mereka melakukan studi pemetaan sistematis (systematic mapping study) untuk mengidentifikasi berbagai parameter yang sering kali terabaikan ketika suatu organisasi mencoba memastikan kualitas produk perangkat lunak. Fokus utama terletak pada tiga bidang inti: manajemen proyek perangkat lunak, rekayasa kualitas perangkat lunak, dan metodologi pengembangan. Dengan menyatukan ketiga aspek ini, SPMM berupaya menjawab tantangan klasik dalam pengembangan perangkat lunak, yaitu bagaimana mengelola sumber daya, memastikan kualitas produk, serta menjaga agar arsitektur teknis tetap tangguh dan fleksibel dalam menghadapi perubahan.

Dari perspektif seorang praktisi RPL, keunggulan integratif dari pendekatan SPMM sangatlah menarik. Banyak organisasi yang mengimplementasikan ERP mengalami kesulitan karena model yang ada lebih banyak menekankan pada satu aspek saja. Model tradisional seperti McCall, Boehm, atau Dromey memang sudah banyak dikenal, namun mereka cenderung mengukur kualitas secara terpisah, tanpa menyelaraskan manajemen data dan aspek strategis manajemen proyek. SPMM, dengan menyusun parameter hingga ke tingkat detail seperti Dataflow, Modeling Languages, Evaluation Tools, dan lain-lain, memberikan kerangka kerja yang tidak hanya teoritis tetapi juga praktis untuk dilakukan evaluasi internal. Hal ini memberikan gambaran lebih jelas mengenai parameter apa saja yang perlu diukur dan ditingkatkan ketika organisasi menerapkan sistem berbasis ERP.

Di sisi lain, artikel ini juga menyajikan analisis statistik yang mendalam—mulai dari pengujian normalitas, validitas konvergen, hingga analisis multikolinearitas. Penggunaan Smart PLS sebagai alat evaluasi hubungan antar konstruk menunjukkan dedikasi penulis dalam memastikan bahwa model yang dikembangkan tidak hanya bersifat konseptual, tetapi juga memiliki dasar empiris yang kuat. Dengan adanya kombinasi antara pendekatan kualitatif yang mendalam dengan verifikasi kuantitatif yang solid. Hal ini memberikan kekuatan argumen bahwa SPMM dapat dijadikan alat bantu pengambilan keputusan, terutama untuk perusahaan yang tengah berupaya meningkatkan mutu kualitas sistem ERP mereka.

Artikel ini cenderung sangat teoritis. Walaupun pendekatan empiris yang digunakan cukup mendalam, ruang lingkup pengumpulan data masih terbatas pada beberapa organisasi yang menggunakan ERP. Dengan demikian, penerapan model SPMM di berbagai jenis industri atau skala organisasi yang berbeda perlu dieksplorasi lebih lanjut. Dunia nyata seringkali menyajikan kompleksitas yang tidak bisa sepenuhnya tertangkap melalui studi yang bersifat regional atau dengan sampel yang terbatas. Di sinilah tantangan bagi para peneliti dan praktisi untuk mengadaptasi model ini ke dalam konteks yang lebih luas.

Meskipun SPMM mengintegrasikan berbagai aspek penting, cara pengukuran setiap parameter masih bisa mendapat ruang penyempurnaan. Parameter yang mencakup aspek "Data Management" misalnya, sangat bergantung pada infrastruktur TI dan kesiapan organisasi dalam mengelola data berskala besar. Oleh karena itu, pemetaan lebih mendalam mengenai bagaimana parameter-parameter tersebut diukur dan diimplementasikan dalam situasi nyata akan menambah nilai praktis dari model ini.

Di balik kelemahan tersebut,kita bisa lihat potensi besar dari SPMM sebagai kerangka kerja awal yang dapat mendefinisikan ulang bagaimana organisasi memandang kualitas sistem. Dalam dunia RPL, sudah saatnya kita berpindah dari model-model yang silo (terpisah-pisah) menjadi sebuah sistem terpadu yang memperhatikan keseimbangan antara aspek teknis, operasional, hingga manajerial. Integrasi semacam ini tidak hanya membantu dalam mengidentifikasi kekurangan yang ada, tetapi juga memberikan arahan strategis untuk mengoptimalkan proses pengembangan dan implementasi sistem. Dalam konteks ERP, misalnya, banyak kekhawatiran tentang keamanan data, integritas sistem, dan kerapuhan arsitektur yang sering kali menghambat kecepatan inovasi. Dengan SPMM, organisasi dapat lebih mudah melakukan GAP analysis dan menyusun langkah-langkah perbaikan secara terstruktur.

Lebih jauh lagi, pendekatan integratif seperti yang ditawarkan oleh SPMM sejalan dengan kebutuhan masa depan dalam manajemen transformasi digital. Di mana setiap aspek mulai dari komunikasi antar departemen hingga kesesuaian arsitektur teknis harus berjalan seirama untuk menciptakan ekosistem yang responsif dan adaptif. Dalam era persaingan global, keunggulan kompetitif tidak hanya ditentukan oleh kecepatan inovasi, tetapi juga oleh ketahanan dan fleksibilitas sistem pendukungnya.

Artikel ini membuka wacana baru bagi para akademisi dan praktisi di dunia RPL. SPMM merupakan sebuah konsep yang berani untuk menjembatani celah antara teori dan praktik. Meski masih memiliki ruang untuk penyempurnaan, langkah untuk menyatukan manajemen kualitas, desain arsitektur, dan manajemen proyek dalam satu framework terpadu adalah sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. Dengan adanya para praktisi, terutama yang berkecimpung dalam implementasi ERP, yang mana bisa mengkaji model ini lebih dalam dan mengeksplorasi bagaimana pendekatan ini dapat diadaptasi dalam konteks organisasi mereka masing-masing.

Masa depan pengembangan perangkat lunak memang terletak pada kemampuan kita untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu secara harmonis. SPMM, sebagai representasi pemikiran tersebut, menunjukkan bahwa pendekatan holistik merupakan kunci menuju sistem yang tidak hanya berkualitas tinggi, tetapi juga adaptif dan berdaya saing tinggi di era digital. Artikel ini, meskipun memerlukan uji coba lebih luas dalam konteks industri nyata, telah berhasil meletakkan dasar bagi diskusi kritis tentang bagaimana kita mendefinisikan dan mengukur kualitas dalam pengembangan perangkat lunak modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun