Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Artaban, Kisah Orang Majus yang Lain [2]

6 Desember 2022   13:44 Diperbarui: 6 Desember 2022   13:54 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kami memuja segala yang murni,            Ciptaan-Nya                                                      Pikiran-pikiran yang lurus                        Pekerjaan dan perilaku yang menang atas pencobaan                                                                 Yang ditolong olehnya                                         Yang karena itu kami memuji dengan setinggi-tingginya

Dengarlah kami, o Mazda! Engkaulah yang berdiam dalam kebenaran dan kegembiraan Surgawi

Bersihkan kami dari segala kesalahan, dan jagalah kami                                                              Dari kejahatan dan kemelekatan pada kejahatan                                                           Curahkan terang dan sukacita Kehidupan dariMu                                                                          Atas kegelapan dan kesedihan kami

Bersinarlah atas kebun dan ladang kami,    Bersinarlah atas pekerjaan dan alat tenun kami  Bersinarlah atas seluruh umat manusia     Mereka yang percaya dan yang tidak  Bersinarlah atas kami sepanjang malam,  Bersinarlah sekarang dengan kekuasaanMu,   Engkaulah kobar dalam cinta suci kami       Serta pujian atas penerimaan penyembahan kami.

Api menyala bersama lantunan doa, berdenyut seperti musik yang bernyanyi, sampai api menyemburkan sinar terang ke seluruh bagian, alami dan semarak.

Lantai biru tua bergaris putih dengan pilar-pilar berwarna perak motif berjalin, tegak menghadap dinding-dinding biru. Loteng setengah lingkaran dengan jendela-jendela berhias kain halus sutera biru. Kubah langit-langit yang ditutupi permata safir berbentuk dadu, serupa tubuh surga dalam puncak kejernihan yang memanen bintang-bintang perak. 

Pada keempat sudut atap bergantungan lidah-lidah para dewa yang eksotis keemasan. Di ujung timur, di belakang altar, tampak dua pilar porfiri --batu merah yang dihias ornamen kristal putih. Di pucuknya sebuah batu ukir pemanah bersayap, dengan panah yang diarahkan pada benang dan jalinan pita.

Pintu keluar diapit dua pilar, yang terbuka menghadap teras loteng, bertudung tirai tebal berwarna delima matang, bersulam ratusan garis emas yang seperti muncul dari lantai. Anjungan serupa malam tenang penuh bintang, bernuansa biru perak, matang kemerahan serupa ufuk matahari di sayap timur. Sebuah paduan kemuliaan yang merupakan ekspresi karakter dan semangat tuan rumah.

Ketika lantunan tiba pada bait terakhir, ia memandang para tamu, mempersilakan mereka pindah ke sofa di ujung barat anjungan.

"Terimakasih atas kedatangan kalian, para pengikut Zoroater yang setia," katanya sambil mengedarkan pandangan, "Kita berada di sini untuk memperbaharui dan memperbaiki iman kita kepada Allah Segala yang Murni, juga api baru di altar ini. Kita bukan menyembah api tetapi apilah termurni dari seluruh benda. Api berbicara kepada kita soal seseorang yang adalah Terang dan Kebenaran. Bukan begitu, Ayahanda?"

"Tepat, Ananda," suara Abgarus tegas. "Mereka yang mendapat pencerahan bukanlah para pemuja berhala. Mereka adalah yang mengangkat topi mereka, pergi ke kuil sejati, kepada terang dan kebenaran baru yang sedang datang melalui tanda dan simbol-simbol purba."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun