Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Roselina, Nenek yang Memberi Jam untuk Cucunya

9 Januari 2016   01:23 Diperbarui: 9 Januari 2016   02:46 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="saya, istri, anak semata wayang, Pak Tjip dan Ibu Rose (dok.Pribadi)"][/caption]Kompasianival 2015 baru saja memasuki hari kedua. Saya yang acapkali duduk di stand Kutu Buku, punya dua alasan untuk melakukannya, yang pertama, disinilah buku “Mandeh Aku Pulang” di pajang untuk mereka yang berminat membeli. Tujuannya jelas, jika saja sang  “peminat” ingin dibubuhi tanda tangan sang penulis, maka saya dengan senang hati dan mudah untuk membubuhi tanda tangan.

Alasan yang kedua, bisa disebut stand kutu buku, dipenuhi mereka yang berusia lanjut, kecuali Maria Margaretha. Cik Gu yang kini mukim di Jambi. Sebut saja, di stand ini, ada Isson Khaerul dengan kumis melintangnya, ada Thamrin Sonata yang flamboyant. Kesan tempat berkumpul mereka yang berusia senja itu, makin lengkap ketika hari kedua, duduk di situ, celebrity para kompasianer. Ibu Roselina dan Pak Tjiptadinata Efendi.

Seminggu sebelum kompasianival, saya membawa anak semata wayang saya ke Pasar Batu akik Jati Bening, untuk sekedar jalan-jalan sambil melihat-lihat batu akik. Tujuannya jelas, hanya “shopping Windows”. Tujuan perjalanan itu, hampir saja sempurna, ketika dihalaman pasar batu Akik Jati Bening, ada acara kebudayaan Betawi, ditambah pesulap “pak Tarno” ikut memeriahkan acara Kebudayaan Betawi. Jika saja, anak semata wayang saya tidak meminta untuk dibelikan jam. Melihat jam yang ditunjuknya dengan kualitas “meragukan”. Saya katakan bahwa “Bapak” akan membelikannya yang lebih baik lagi, minggu depan. Masalahnya kemudian timbul, dimana saya akan mencarikan jam untuk anak semata wayang saya?. Sedang masuk pasar saja, saya asing. Semua kebutuhan sandang, selalu isteri yang membelikannya.

Kembali pada hari kedua Kompasianival,  di stand kutu buku, entah kebetulan atau entah apa, saya tak bisa meredaksikannya, saya duduk berdua dengan Ibu Roselina. Maria saya tak tahu kemana perginya, demikian juga dengan Pak Thamrin. Mungkin ke Stand RTC atau makan ?

Tiba-tiba, Ibu Roselina mengeluarkan jam tangan dan memberikannya pada saya. Dengan pesan bahwa jam itu bukanlah jam dengan harga mahal. Tetapi, kualitasnya cukup baik. Saya langsung ingat pada anak semata wayang saya. Inilah jawaban atas kebingungan saya, untuk mencarikan jam untuk anak semata wayang. Sungguh terharu perasaan ini. saya sungguh berterima kasih untuk cindera mata yang diberikan Ibu Roselina. Untuk menyenangkan hati beliau, jam itu langsung saya pakai dan ternyata. Ukurannya, pas di tangan.

Sore hari, setelah pak Tjip dan Ibu Rose pulang, saya baru tahu, jika Maria, juga memperoleh cinderamata yang sama.


Malam itu, saya langsung pulang ke rumah. Saya dapati, anak semata wayang, sudah tidur.

[caption caption="Agung Soni, Ibu Rose, Iskandar Zulkarnain, Ando Ajo dan Pak Tjip. (dok. Pribadi)"]

[/caption]Besoknya, pagi hari, anak semata wayang, saya panggil. Saya katakan padanya, bahwa “Bapak” bertemu dengan Nenek Rose dan kakek Tjip. (anak saya tahu siapa yang saya maksud, karena dia sudah pernah bertemu dengan Ibu Rose dan pak Tjip). Saya katakan,  Nenek Tanya sama Bapak, kemana cucu Nenek kok gak kelihatan. Bapak jawab, bahwa Cucu Nenek kurang sehat, maka gak ikut ke Kompasianival (memang benar, anak sakit ketika saya berangkat ke Kompasianival). Lalu, Nenek mengeluarkan jam dari tasnya, lalu berpesan pada Bapak, berikan jam ini pada cucu Nenek, katakan juga cepat sembuh, rajin-rajin sekolah dan Nenek do’akan kelak akan jadi Kapolri (Cita-cita anak ingin jadi Polisi). Jaga jam yang diberikan Nenek, karena dia dibawa dari Australia. Demikian tutur saya pada anak semata wayang saya.

Saya lihat, anak saya begitu gembira menerima Jam yang diberikan Neneknya, betapa dia tersanjung. Karena, dido’akan Nenek akan jadi Kapolri. Siang itu  juga, jam tangan itu, saya kecilkan lingkar tangannya, agar pas dengan lingkar tangan anak saya.

Sejak saat itu, jam tangan dari sang Nenek selalu dipakai, sebagai rasa terima kasih atas pemberian sang Nenek, sekaligus sebagai motivasi agar rajin dan kelak jadi Kapolri.

Belakangan saya tahu, bahwa pak Thamrin Sonata, dari tulisan beliau, bahwa beliau juga mendapat jam yang sama, dan ternyata jam itu, dibeli di Hongkong. Bukan di Australia. Tapi, informasi terakhir ini, tidak saya beritahukan pada anak semata wayang saya. Biarlah dia tahu bahwa sang Nenek membawakan jam tangan itu dari Australia untuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun