Mohon tunggu...
Iswan Heri
Iswan Heri Mohon Tunggu... Administrasi - Dreamer, writer, and an uncle

Traveller, Writer, Dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Bisa diciptakan, Merawat Ruang Publik, Merajut Republik

30 September 2015   23:58 Diperbarui: 1 Oktober 2015   01:03 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum ruang publik terbentuk dan mempunyai fungsi politis dalam relasi antara negara dan masyarakat di Eropa pada abad ke-18, perintisan kesusastraan sudah terlebih dahulu mendorong kesadaran kritis di ranah politik. Diskusi kritis akan produk budaya yang tumbuh subur di ruang baca, teater, musium, dan konser-konser, lambat laun bergeser ke tema-tema mengenai isu sosial dan politik.

Ruang publik pertama di dunia sastra, muncul dalam wujud kedai-kedai kopi, salon-salon, dan Tischgesellschaften (table societies, himpunan masyarakat meja). Kehadiran ruang publik yang semula didominasi kelompok elit, lambat laun berkembang menjadi wacana kritis yang lebih luas di masyarakat. Kota bukan kemudian tumbuh, bukan hanya menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat sipil semata, namun juga mempunyai peran sebagai oposisi kultural-politis atas kekuasaan yang lebih besar, yaitu negara.

Ruang Publik (Offentlichkeit) menurut Habermas (Habermas:2015), dapat dibagi menjadi:

  • Ruang Publik Politik/Politis (Politische Offentlichkeit)
  • Ruang Publik Sastra/Literer (Literarische Offentlichkeit), serta
  • Perepresentasian/Perwakilan Publik (Reprasentative Offentlichkeit)

Secara sekilas, kita dapat melihat peranan seni budaya dalam mendorong kemunculan wacana kritis akan tatanan sosial politik yang ada. Akibatnya kota menjadi tempat yang lebih hidup, karena bukan hanya aktivitas ekonomi yang ada di dalamnya, melainkan berbagai aspek yang menyangkut hajat hidup orang banyak menjadi topik pembicaraan warga kota.

 

MERAWAT RUANG PUBLIK, MERAJUT REPUBLIK

Dari uraian singkat diatas, kita dapat melihat bahwa keberadaan ruang publik khususnya dalam ranah politik, adalah syarat mutlak bagi tumbuhnya kota dan peradaban. Demokrasi yang seutuhnya hanya akan diraih jika warga masyarakat diajak untuk duduk bersama mendiskusikan problematika yang dihadapi dalam rangka membangun kota sebagai tempat hidup bersama. Dari perbincangan seputar isu kota, kesadaran yang lebih luas akan konstruksi negara akan tumbuh. Apalah arti membangun kota jika tidak melibatkan warganya? Di negara-negara maju telah membuktikan, bahwa pembangunan sumber daya manusia dengan berbagai instrumennya adalah kunci utama akan kemajuan kota, bahkan bangsa.

Penting kiranya untuk kita pikirkan, bagaimana mewujudkan (serta merawat) ruang publik seluas-luasnya di masyarakat, baik itu dalam hal politis, sastra, dsb. Gerakan di masyarakat dalam mengkritisi kota, hendaknya dilihat sebagai suatu kepedulian, alih-alih dianggap ancaman. Sebagai contoh gerakan Save Sriwedari di kota Solo dalam rangka mempertahankan ruang publik patut dijadikan pertimbangan bagi pemangku kebijakan yang ada untuk menata kembali Kota Solo agar menjadi tempat yang benar-benar nyaman bagi warganya. Di kota lain, seperti Yogyakarta juga memperlihatkan kesadaran warga yang mulai tumbuh untuk membangun kota menjadi tempat yang lebih bersahabat.

Di sisi lain, ruang publik yang spesifik seperti seminar maupun diskusi ilmiah harus didorong terus sebagai salah satu sarana untuk menambah khasanah ilmu dan pengetahuan. Jangan ada lagi pelarangan diskusi, pembubaran bedah buku maupun film, terlebih lagi di Universitas karena itu hanya akan membuat pemikiran kita semakin kerdil. Mari bersama kita rawat ruang publik, karena dengannya kita dapat merajut republik.

Referensi:

Habermas, Jurgen, Ruang Publik : Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis, Kreasi Wacana, Jogja, 2015 hal. xi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun