Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Malu dengan Nama Pemberian Orangtua, Ada Hikmah dan Makna yang Indah

10 Februari 2022   15:23 Diperbarui: 10 Februari 2022   15:43 1809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi memberi nama pada anak |pexels.com/Nappy

Ternyata bukan hanya saya yang merasa tidak nyaman dan malu dengan nama yang diberikan orang tua. Anak-anak jaman sekarang juga memiliki masalah yang sama, terkait nama yang mereka sandang saat ini. Bukan hanya satu orang, namun ada beberapa siswa yang mengeluh dan tidak nyaman dengan sebagian namanya. 

Saya mengetahui hal tersebut, pada saat memanggil nama depan siswa tersebut, lalu dia mengatakan, "Jangan panggil dengan nama itu, Bu! yang keduanya aja." lalu saya mengulangi dengan panggilan yang dia inginkan. Iseng-iseng saya bertanya, "Kenapa, tidak mau dipanggil dengan nama tersebut, padahal namanya bagus dan kekinian." Siswa tersebut menjawab, "Tidak ah, Bu! terasa tidak nyaman saja, aku malu." Ucapnya. 

Saya dapat memahami perasaan mereka. Karena, saya juga dulu pernah mengalami hal tersebut. Pada saat duduk di sekolah menengah pertama. 

Saya tidak merasa bermasalah dengan nama yang saya miliki. Karena, di kampung tempat saya tinggal, ada beberapa orang yang memiliki nama sama seperti saya. Bahkan, saat itu saya merasa asyik saja. Berarti nama saya populer, banyak digunakan. Apalagi pada saat itu, artis Iszur Muhtar sedang nge-trend.

Namun, menginjak sekolah menengah atas. Tiba-tiba saja, saya merasa minder. Karena, nama teman-teman di sekolah bagus-bagus dan indah-indah. Seperti : Citra, Dewi, Sri, Lilis, Ratih, dan lain-lain. Sedangkan nama saya? Ah, sudahlah. Karena, rasa minder tersebut. Saya bahkan tidak berani untuk bergaul di sekolah. Merasa bahwa nama yang tidak cantik dan bagus, membuat wajah saya juga terasa tidak bagus dan tidak cantik.

Beban nama yang tidak nyaman membuat saya tidak percaya diri juga, saat berkenalan dengan lawan jenis. Bahkan, mengenai hal ini, saya pernah memiliki pengalaman yang sangat menyakitkan. Begini kisahnya ; 

Saat pulang ke kampung, karena libur kuliah. Saya pulang naik bis ke arah Cirebon. Saat itu saya menuntut ilmu di kampus Unpad Jatinangor. Di arah STPDN naiklah seorang praja IPDN yang gagah dan tampan. Entah alasan apa si Mas praja ini memilih duduk di kursi bersebelahan dengan saya. Ciecie, sudah geer saja. Saya sih biasa saja saat itu. Hanya melihat sekilas, "Wah, ganteng." 

Beberapa menit, setelah dia duduk, saya tertidur. Sebagai informasi, bila naik kendaraan apapun jenisnya, saya selalu tidur. Tidak tahu mengapa, yang jelas saya merasa nyaman dan pulas bila tidur dalam kendaraan yang bergerak. Serasa dininabobok. Tiba-tiba entah ada barang apa yang jatuh. 

Mas Praja membangunkan saya, "Maap, Dik! ini barangnya jatuh." Setelah kalimat pembuka tersebut. Mas Praja yang ganteng itu mengajak saya ngobrol. Bertanya kuliah dimana? pulang ke mana? kos di mana? hingga akhirnya kami berhaha-hihi seru sekali, seperti dua teman akrab yang bertemu kembali setelah berpisah. Saat dia nanya nomor hand phone. Ah, sayang sekali, saat itu saya belum memiliki telepon seluler. Cerita ini terjadi pada tahun 2000, ya. Saat itu, hand phone masih merupakan barang mahal.

Entah mengapa, saya sekali dengan pembawaan Mas Praja. Dia orangnya ramah, humoris, suka ngocol, suaranya bagus, merdu dan berat. Idaman saya banget pokoknya. Sudah itu, tampan. Ah, proporsi yang lengkap dan seimbang. 

Tiba di Cimalaka, saya siap-siap untuk turun. Perjalanan kira-kira seperempat jam lagi. Mas Praja seperti terkejut, dia bertanya, "Eh, hampir lupa, ngomong-ngomong namanya siapa? nanti aku main deh ke kosan kamu, biar gampang nyarinya." Saya katakan, "Nama saya, Isur Suryati." 

Mendengar nama saya tersebut, tiba-tiba saja wajah Mas Praja berubah. Dia terdiam seribu bahasa. Bahkan, hingga saya turun di terminal Cimalaka. Tak ada lambaian, tak ada selamat tinggal. Semuanya begitu dramatis, tragis, dan menyakitkan. Apakah sejelek itukah nama saya, hingga dia bereaksi dengan sangat massif. 

Setelah kejadian itu, saya kapok berkenalan dengan laki-laki. 

Nama adalah harapan dan do'a

Ketika setiap bayi lahir ke dunia ini. Di belahan negara mana pun. Hal pertama yang akan dilakukan oleh orang tua, setelah memandikan, menyusui, dan mengurusnya adalah prosesi pemberian nama. 

Hal ini penting dilakukan mengingat nama adalah identitas yang menjadi pembeda antara satu individu dan individu lainnya. Bahkan, untuk anak kembar sekali pun, nama ini sangat penting. Meskipun, agak susah juga untuk membedakan anak kembar, meskipun namanya berbeda. 

Ada beberapa alasan mengapa nama yang memiliki arti bagus itu sangat penting, berikut saya paparkan untuk kamu :

1. Nama adalah harapan dan do'a orang tua, saat memberikan nama untuk anaknya kedua orang tua bermusyawarah, bahkan berembug dengan keluarga besar. Untuk mencari nama terbaik bagi buah hatinya. Dengan nama tersebut, orang tua menyimpan ekspektasi yang tinggi. Tentu saja, agar anaknya menjadi orang yang berguna, sukses, pintar, berhasil, sholeh, dan lain-lain. 

Semua harapan baik ditaruh dalam nama tersebut. Selain sebagai harapan orang tua, nama juga adalah bagian dari do'a. Semakin sering nama tersebut dilisankan, dipanggilkan kepada anak, maka semakin sering do'a tersebut melangit. 

Oleh karena itu, sebagai orang tua. Tentu saja akan berusaha dan mencari nama yang terbaik. Agar anaknya menyukai nama tersebut, dan memiliki panggilan yang indah, serta menjadi do'a bagi kebahagiaan hidup anak tersebut.

2. Nama adalah identitas yang akan melekat seumur hidup. Dengan nama yang diberikan oleh orang tua, pada satu minggu setelah kelahiran kita. Maka seumur hidup, bila tidak berganti nama. Kita akan dipanggil dengan nama tersebut. Nama akan melekat pada beberapa identitas dan surat penting, seperti akta kelahiran, buku laporan pendidikan, KTP, SIM, ijazah, surat nikah, akta tanah, dan lain-lain. 

3. Di akhirat nanti, kita akan dipanggil dengan nama kita saat di dunia. Menurut agama Islam, di akhirat nanti, dalam pengadilan Allah, kita akan dipanggil berdasarkan nama yang diberikan orang tua pada kita. Hanya ditambahkan bin atau binti di belakangnya, Umpama, Sarah bin Mujjamil. Maka, nama itu harus memiliki arti yang baik, agar saat dipanggil di akhirat nanti. Anda akan merasa bangga dengan nama tersebut.

Aturan dalam pemberian nama

Sebenarnya, tidak ada aturan baku dan mutlak yang dapat diterapkan ketika orang tua memberikan nama pada anaknya. Namun, ada beberapa hal terkait unsur budaya, agama, dan kepatutan yang harus diperhatikan oleh orang tua saat memberi nama pada buah hatinya.

1. Berikan nama pada anak sesuai jamannya. Umpama bila pada tahun 60-an nama orang Indonesia berkisar antara Karsih, Karta, Wage, Njiwo, Ningrum, dan sebagainya. Maka, jangan memberikan nama tersebut untuk anak anda yang lahir pada tahun 2022 karena, anak akan merasa malu. Mungkin, di tahun 60-an nama Karsih sangat bagus dan pantas. Tapi, apa yang akan terjadi bila nama tersebut disandingkan pada bayi anda saat ini. Kasihan, dia akan jadi bahan bully-an dan olok-olokan teman-temannya nanti.

2. Berikan nama yang memiliki arti baik. Bila ingin mencari rekomendasi nama dari bahasa-bahasa yang tidak dikenal, namun menurut anda terdengar keren. Pastikan bahwa makna dari kata tersebut bagus, ya. Jangan sampai menamai anaknya rojim atau syaitonirojim, atau Dasim. Itu kan nama-nama untuk mahluk Allah yang bernama jin dan setan. Harus hati-hati, ya ibu-bapak.

3. Nama yang wajar, sesuai kultur negara kita. Meskipun anda ingin nama anak anda terkesan manca negara. Ya, sah-sah saja sih. 

Selama nama tersebut gampang untuk dilapalkan, memiliki arti yang bagus, dan anak suka. Bagaimana dengan fenomena nama anak-anak jaman sekarang, yang lagi viral itu. Umpama namanya satu hurup saja, atau huruf konsonan saja. 

Itu kan, alamat susah untuk dipanggil namanya, dan menurut saya itu hanya permainan orang tuanya saja yang ingin nama anaknya menjadi terkenal. Padahal, tidak bagus, ya mempermainkan nama seperti itu.

Ada hikmah dan makna dibalik nama pemberian orang tua

Saya baru menyadari hikmah dan makna dari nama yang diberikan orang tua, adalah sekarang. Saat saya berumur 39 tahun. Kadang dalam refleksi, saya merenung. Benar, ya jawaban Emak dulu, saat saya komplain tentang nama saya yang tidak indah dan menyebabkan laki-laki kabur. 

Emak dengan enteng menjawab, "Kalau nama kamu bukan Isur Suryati, gak bakalan kamu lulus UMPTN, lulus CPNS." Ya, kata-kata orang tua memang selalu benar. Jika nama saya Ratna Sari, atau Dewi Ratih. Mungkin saat ini, saya belum tentu menjadi guru, belum tentu bisa lulus PNS. Dengan nama ini, saya juga berhasil menyeleksi laki-laki yang akan menjadi suami saya. Yakni, laki-laki yang menerima apa adanya, bagus-jeleknya semua dari diri saya. Termasuk namanya.

Sekarang, saya merasa bangga menyandang nama ini. Saya bisa tampil penuh percaya diri, berprestasi, berprilaku terpuji, dan bermanfaat bagi banyak orang semampu yang saya bisa. Saya akan membuat nama ini, menjadi kebanggaan orang tua, keluarga, masyarakat, dan anak-anak saya. Bahkan, semoga menjadi kebanggaan dan barokah, saat saya dipanggil di akhirat nanti. Aamiin yra. So, jangan berkata, "Apalah arti sebuah nama, ya." (*)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun