Mohon tunggu...
Isti  Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sensasi Gaji Pertama: Satire yang Tak Akan Terlupa

28 Mei 2025   17:01 Diperbarui: 28 Mei 2025   17:01 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggaran sederhana mengelola gaji pensiunan (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Gaji pertama? Pertanyaan yang sulit jika tidak pernah bekerja seperti saya. Gaji pertama adalah nafkah dari suami. Terus bagaimana?

Mungkin gaji pertama memberi perasaan unik, campur aduk antara kaget, senang, bangga, dan sedikit bingung harus berbuat apa.
Tapi bagi saya, gaji pertama adalah lelucon yang sangat ironis dan mengagetkan. Satire!

Momen ketika suami mengulurkan amplop gaji yang hanya tinggal 10%, dengan deretan angsuran rasanya tak percaya. Jauh di bawah jatah bulanan mahasiswa kost yang diberikan orang tua. Sempat shock dan bingung, bagaimana mengelola gaji sebesar itu untuk hidup berdua sebulan, dengan kebutuhan lain yang tak kalah penting untuk dipenuhi, dan masih kuliah.

Tapi Alhamdulillah, masa itu telah lama berlalu dan sukses mengelola gaji yang tersisa 10% dengan nominal beberapa puluh  ribu hingga bisa diterima utuh, adalah suatu keajaiban bagi saya.

Meski terkadang heran dan takjub, bagaimana gaji yang tersisa 30 ribu itu bisa cukup untuk hidup berdua dengan suami. Betul-betul kehidupan awal pernikahan yang penuh keprihatinan, tapi tentunya tidak semengenaskan saat suami selingkuh. Eh.. pelanggaran. Ayuk balik ke gaji pertama. Hihihi...

Seseorang dengan gaji pertamanya(ilustrasi dibuat dengan Meta AI)
Seseorang dengan gaji pertamanya(ilustrasi dibuat dengan Meta AI)

Gaji pertama mungkin sebuah pencapaian, sebuah validasi atas kerja keras, dan simbol kemandirian yang baru dirasakan. Tapi saya tidak merasakan itu, sebab saat menerima gaji pertama dari suami, saya belum bekerja, tapi masih kuliah. 

Dengan jumlah gaji sebesar itu, tentunya menjadi tantangan untuk mengelola yang sangat berat. Sepersepuluh gaji normal untuk hidup sebulan. Hauwooo..... rasanya pengin bergelantungan dari pohon ke pohon seperti Tarzan. Tanpa beban! Eh....

Tapi tak bijak rasanya kalau saya menceritakan serunya menerima gaji pertama sebagai nafkah dari suami, yang tinggal 10%. Tapi mungkin ini bisa menjadi pembelajaran finansial yang bisa dicontoh.

Saat itu, tahun 1996, gaji utuh dalam slip gaji suami sekitar 288 ribu rupiah. Tapi gaji yang tersisa hanya 30 ribu rupiah, anggap saja tinggal 10%. 

Bulan pertama, masih tidak ada masalah. Karena sisa uang pinjaman suami masih sekitar 400 ribu. Ini nafkah pertama yang diberikan suami. Tentu saja itu jumlah yang besar saat itu, karena gaji bulanan suami sebagai guru PNS sekitar 288 ribu sebulan.

Baru pada bulan ke-2 pernikahan, saya diberi amplop slip gaji suami sesungguhnya yang tinggal 10%. Surprised banget! Entah harus terkejut, geli, atau malah shock! Ternyata nyengir saja seperti biasanya, sambil tersenyum, tapi air mata bercucuran. Hihihi.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun