Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam 1 Suro

20 Agustus 2020   01:16 Diperbarui: 7 September 2020   16:06 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lirih, tapi dalam kesunyian malam, detak jam dinding terasa memukul jantungku. Kulirik jarum panjang dan jarum pendeknya berhimpit di angka 12. 

Pelan kuberanjak dari kursi empuk tempatku menyandarkan tubuh sambil memelototi laptop. Pengaruh kopi menguasai mataku untuk tetap terjaga meski terasa lelah. Lengkingan serangga malam menuntun aura ganjil. Samar kutangkap aroma kemenyan yang seolah datang dan pergi mengikuti angin. 

Hati-hati kubuka pintu belakang. Tapi tetap saja deritnya menguar menembus malam.

Bbrrr....hawa dingin menyergap tubuhku, kepekatan malam memaksa mataku berkerjap untuk menyesuaikan pandangku akan suasana luar yang gulita. Halaman belakang rumahku yang luas membayang akan gerombol pepohon selaksa bayang hitam yang melambai. Aroma kemenyan semakin tajam, Hutan bambu di seberang pagar rumahku berdecit dan meliuk tertiup angin.

Tiba-tiba bulu kudukku meremang.

"Malam 1 suro," desisku. Aku tersentak. Jantungku berpacu lebih cepat. Tubuhku terasa dingin membeku. Tercium wangi kembang setaman dan kemenyan yang semakin tajam. 


"Blukkk. Taaang!!!!"

Aku terlonjak. Hampir saja terjungkal di undak-undakan depan pintu yang cukup tinggi. Setinggi pondasi rumahku. 

"Astaghfirulloh...,mulutku beristighfar dan membaca doa. Kubaca al fatihah,al ikhlas, dan ayat kursi. Tapi sekejap mataku menangkap buah mengkudu yang terlempar dari tangkainya dan membentur tembok rumahku dan besi pagar. Aku nyengir. Rupanya perasaanku sedang dicekam ketakutan, sehingga terpikir hal-hal yang menyeramkan.

Tapi....

Aroma dupa kembali menggelitik hidungku, dan lengking tawa yang samar membuat rambut di sekujur tubuhku meremang. Tengkukku terasa dingin, sementara kepekatan malam menjelma makhluk hitam tanpa bentuk. Siap menerkam aku yang termangu. Tergesa kututup pintu dan kukunci sambil tergeragap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun