Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Waduk Jatigede: Tanah Sudah Dibeli Negara, Warga Sudah Tidak Punya Hak

1 September 2015   18:32 Diperbarui: 1 September 2015   18:32 2276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian warga dari 28 desa, dari 5 kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, yang tanah mereka akan tenggelam bersama air waduk, masih mendatangi area waduk. Mereka melakukan shalat di dasar Waduk Jatigede, berdoa demi kelancaran proses penggenangan waduk tersebut. Memang, masih ada sejumlah hal yang belum terselesaikan. Tapi, air sudah mengaliri area waduk, yang di hari-hari mendatang akan menggenangi sebagian dari perjalanan hidup mereka. Foto: print.kompas.com

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Sejak tahun 1980-an hingga tahun 2000-an, warga pemilik lahan Waduk Jatigede, sudah menerima uang pembebasan lahan. Artinya, tanah yang kini menjadi lahan waduk tersebut, sudah menjadi milik negara. Warga sudah tidak memiliki hak atas tanah tersebut.

Demikian inti penjelasan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, di lokasi peresmian waduk, Senin (31/8/2015), yang kemudian dilansir print.kompas.com, pada Selasa l 1 September 2015[1]. Mengacu kepada keterangan Ahmad Heryawan tersebut, berarti negara memiliki otoritas penuh atas tanah di Kabupaten Sumedang itu. Dengan kata lain, negara sudah menguasai tanah waduk tersebut secara legal. Karena itulah, peresmian waduk dieksekusi pemerintah. Di sisi lain, juga mengacu kepada keterangan Ahmad Heryawan, sebagaimana dilansir print.kompas.com, pada Selasa l 25 Agustus 2015[2], lebih dari 6.500 rumah tangga atau sekitar 64 persen rumah tangga terdampak Waduk Jatigede, sudah mendapatkan ganti rugi. Maka, menjadi jelas bagi kita, bahwa proses ganti rugi terhadap warga pemilik tanah Waduk Jatigede, memang belum sepenuhnya selesai. Belum 100 persen dan belum tuntas.

Ganti Rugi, Sidang Ahli Waris

Kita tahu, areal waduk yang akan digenangi, seluas 5 hektar. Area tersebut meliputi lima kecamatan di Kabupaten Sumedang[3]. Ahmad Heryawan menjelaskan, salah satu penyelesaian yang membutuhkan banyak waktu adalah sidang ahli waris, bagi keluarga penerima ganti rugi yang sudah meninggal. Jumlahnya 1.800 rumah tangga. Berita yang melansir pernyataan Ahmad Heryawan tersebut, memang tidak merinci, 1.800 rumah tangga yang dimaksud, berada di kecamatan yang mana.

Dari peresmian Waduk Jatigede yang sudah dilakukan pada Senin (31/8/2015), ada tiga desa yang akan diprioritaskan untuk digenangi: Jemah, Sukakersa, dan Cipaku. Ketiga desa tersebut adalah bagian dari 28 desa di Sumedang, yang akan digenangi air Waduk Jatigede. Menurut Kepala Balai Besar Wilayah (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Trisasongko Widianto[4], pada tahap awal, penggenangan akan dilakukan hingga elevasi 221 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Waktu yang diperlukan untuk mencapai elevasi tersebut, sekitar dua bulan atau paling cepat 48 hari.

Apakah dari 1.800 rumah tangga yang belum menerima ganti rugi tersebut, ada yang merupakan warga desa Jemah, Sukakersa, dan Cipaku? Jika ada dan hingga dua bulan mendatang belum terselesaikan, maka pemerintah dengan sengaja telah merampas hak atas tanah warga. Ini adalah bagian yang patut dicermati dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai, pemerintah yang tengah berupaya menegakkan supremasi hukum, justru melakukan pelanggaran hukum secara sengaja.

Artinya, menjelang dua bulan mendatang, pemerintah seharusnya memprioritaskan proses penyelesaian ganti rugi atas tanah warga yang berada di tiga desa tersebut. Dengan memenuhi hak warga, sesuai dengan kesepakatan dan aturan, berarti pemerintah telah menciptakan iklim penegakan hukum di negeri ini. Sudah tidak pada tempatnya lagi pemerintah dan warga terdampak Waduk Jatigede, saling tuding serta saling salah-menyalahkan. Kegaduhan sosial tersebut pada akhirnya hanya akan menambah derita warga. Itu jelas tidak kondusif bagi pemanfaatan waduk tersebut untuk jangka panjang.

Didi Nurhadi (45), Kepala Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang, pada Sabtu (29/8/2015) lalu, baru kembali ke rumahnya sekitar pukul 21.00 WIB. Ia letih. Capek pikiran dan capek hati, katanya, setelah seharian membantu proses penyelesaian sidang ahli waris warga terdampak Waduk Jatigede yang belum kunjung selesai. Ada yang tak mudah dipahami, ada sejumlah hal yang tak bisa dimengerti. Tapi, waktu terus berlalu, meninggalkan sejumput kehidupan, yang tak mungkin terlupakan. Foto: print.kompas.com

Uang Santunan, Uang Ganti Rugi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun