Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pesan Bencana via Radio, Demi Selamatkan Nyawa

25 Juni 2017   01:57 Diperbarui: 25 Juni 2017   05:35 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memilih radio sebagai media penyalur informasi bencana. Karena, radio sangat efektif memberikan informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana, ketika alat komunikasi lain tidak berfungsi. Foto: isson khairul

Suara adalah nyawa. Sutopo Purwo paham benar akan hal itu. Ia pun menciptakan sandiwara radio. Berkisah tentang asmara di tengah bencana. Tujuannya, agar warga sadar bencana sejak dini.

Siasat bersandiwara ini dilakukan Sutopo Purwo, karena warga seringkali tidak menyadari akan datangnya bencana. Bahkan, banyak sekali warga yang tidak tahu tanda-tanda akan tibanya bencana. Padahal, mereka jelas-jelas bermukim di kawasan rawan bencana. Melalui sandiwara radio, ia berharap, tumbuh kesadaran warga akan bencana. Inilah gerakan #BudayaSadarBencana yang terus dikembangkan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Radio Tumpuan Warga

Untuk mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana itulah Sutopo Purwo menciptakan sandiwara radio. Kenapa? Pertama, karena warga yang bermukim di kawasan rawan bencana itu, misalnya di seputar gunung api, sebagian besar memiliki radio. Kedua, siaran radio mampu menjangkau pendengarnya hingga ke pelosok-pelosok, bahkan ke wilayah yang belum tersentuh listrik. Ketiga, siaran radio bisa digunakan untuk menyelamatkan mereka sejak dini, jauh sebelum terjadi bencana.

Nah, dengan beberapa pertimbangan di atas, Sutopo Purwo mengemas pesan bencana dalam wujud sandiwara radio. Untuk itu, ia menjalin kerjasama dengan pihak yang sudah handal di bidang sandiwara radio. Antara lain, dengan Haryoko sebagai Sutradara dan dengan Ferry Fadli sebagai pemain. Tujuannya, sebagaimana dituturkan Sutopo Purwo, agar pesan bencana tersebut menarik serta benar-benar bisa dipahami warga yang bersangkutan.

Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana seri kedua. Diharapkan seri kedua ini mampu menjangkau lebih banyak pendengar dibandingkan seri pertama. Dan, mampu pula menggerakkan partisipasi warga, agar risiko bencana bisa diminimalkan. Foto: isson khairul
Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana seri kedua. Diharapkan seri kedua ini mampu menjangkau lebih banyak pendengar dibandingkan seri pertama. Dan, mampu pula menggerakkan partisipasi warga, agar risiko bencana bisa diminimalkan. Foto: isson khairul
Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana ini mulai disiarkan pada 7 Juli 2017. Jangkauannya sangat luas, karena BNPB bekerja sama dengan 80 stasiun radio: 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas. Ke-80 stasiun radio tersebut tersebar di 20 provinsi. Kita patut mengapresiasi langkah strategis BNPB ini. Dipilihnya format sandiwara radio, menunjukkan kepada kita bahwa BNPB tidak mengabarkan tentang bencana dengan cara menakut-nakuti warga. Tapi, secara kreatif dan menghibur, BNPB mengajak warga untuk sadar bencana. Menumbuhkan #BudayaSadarBencana sejak dini melalui hiburan.

Radio Penyambung Hidup    

Kita tahu, pada saat terjadi bencana, misalnya, gempa bumi atau gunung meletus, seringkali perangkat komunikasi tidak berfungsi. Akibatnya, informasi terkini tentang situasi dan kondisi bencana, tidak bisa disampaikan kepada warga. Padahal, info tersebut penting diketahui warga, sebagai panduan warga untuk menyelamatkan diri. Dengan demikian, jumlah warga yang menjadi korban bisa diminimalkan. Bahkan bisa diusahakan agar tidak sampai jatuh korban, jika info tentang bencana sudah diketahui warga sejak dini.

Karena itulah Willem Rampangilei, Kepala BNPB, memilih radio sebagai media penyalur informasi bencana. Pertimbangannya, sebagaimana dituturkan Willem Rampangilei, karena radio sangat efektif memberikan informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana, ketika alat komunikasi lain tidak berfungsi. "Radio dapat digunakan sebagai penyambung hidup atau lifeline, ketika krisis dan saat bencana terjadi," ujar Willem Rampangilei di Graha BNPB, Jakarta Timur, pada Selasa (6/6/2017) lalu.

Willem Rampangilei, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terus gencar menumbuhkan #BudayaSadarBencana sejak dini melalui radio. Ini bagian dari upaya untuk menggalang kesadaran serta partisipasi warga menghadapi bencana. Foto: isson khairul
Willem Rampangilei, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terus gencar menumbuhkan #BudayaSadarBencana sejak dini melalui radio. Ini bagian dari upaya untuk menggalang kesadaran serta partisipasi warga menghadapi bencana. Foto: isson khairul
Pemahaman tentang efektivitas radio untuk komunikasi bencana, sebagaimana dikemukakan Willem Rampangilei dan Sutopo Purwo Nugroho, tentulah berkat pengalaman BNPB menangani bencana selama bertahun-tahun. Awalnya, lembaga ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001. Kemudian, pada tahun 2008, lembaga ini berganti nama menjadi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB), dengan cakupan yang lebih luas.

Didengar 43 Juta Warga

Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana yang akan disiarkan mulai 7 Juli 2017 itu, adalah seri kedua. Seri pertamanya sudah disiarkan sejak 18 Agustus 2016, sebanyak 50 episode. Drama radio tersebut berkisah tentang sepasang anak manusia yang berbeda latar belakang dan status sosial. Kisah ini mengacu ke masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusumo, pada saat terjadi bencana letusan Gunung Merapi. Pendekatan ini ditempuh untuk lebih mendekatkan pendengar dengan kisah tersebut.

Pilihan itu ternyata tepat. Willem Rampangilei menuturkan, seri pertama itu mencatat sukses, disiarkan oleh 20 stasiun radio dan didengarkan oleh 43 juta pendengar. Wow, capaian yang mengagumkan. Inilah yang membuat BNPB bersemangat untuk melanjutkan drama radio tersebut dengan menciptakan seri kedua. Jangkauannya lebih luas: 80 stasiun radio yang tersebar di 20 provinsi. Diharapkan, warga yang akan mendengarkan Asmara di Tengah Bencana seri kedua ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pendengar seri pertama.

Dari kiri ke kanan: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Effendi Gazali, Pengamat Komunikasi dari Universitas Indonesia, Ferry Fadli, tokoh utama sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana, saat peluncuran sandiwara radio tersebut pada Selasa (6/6/2017). Foto: isson khairul
Dari kiri ke kanan: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Effendi Gazali, Pengamat Komunikasi dari Universitas Indonesia, Ferry Fadli, tokoh utama sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana, saat peluncuran sandiwara radio tersebut pada Selasa (6/6/2017). Foto: isson khairul
Itu artinya, pesan untuk menumbuhkan #BudayaSadarBencana akan lebih banyak sampai ke lebih banyak warga. Sutopo Purwo Nugroho menyadari bahwa menumbuhkan kesadaran warga akan bencana, bukanlah hal yang mudah. Ia memberi contoh, warga tahu bahwa bencana banjir salah satu penyebabnya adalah sampah. Namun, nyatanya, masih sangat banyak warga yang membuang sampah sembarangan. Padahal, di mana-mana sudah begitu banyak himbauan dan peringatan agar buanglah sampah pada tempatnya.

Kesadaran Warga, Partisipasi Warga

Bencana sangat erat kaitannya dengan kesadaran warga. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, karena kesadaran warga akan bencana masih rendah, makanya BNPB tak pernah henti menumbuhkan kesadaran tersebut. Antara lain, dengan menggerakkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ada di berbagai wilayah di tanah air. Apa yang sudah dilakukan warga Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, agaknya patut kita catat di sini.

Desa tersebut berada di sebelah barat daya Gunung Kelud dan hanya berjarak 8 kilometer dari puncaknya. Dalam peta bencana, posisi desa itu masuk radius ring 3 atau kawasan rawan bencana 1. Kita tahu, Gunung Kelud dengan ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu merupakan gunung api yang aktif, dengan perangai eksplosif. Tahun 2014 silam, letusannya telah meluluh-lantakkan wilayah sekitarnya. Dan, bukan tidak mungkin di tahun-tahun mendatang, letusannya akan terjadi lagi.

Dengan dukungan BPBD, warga setempat secara swadaya membangun sebuah sistem pendidikan yang berorientasi pada manajemen bencana, yaitu Sekolah Siaga Bencana. Inilah yang disebut sebagai partisipasi warga. Artinya, warga secara kolektif menumbuhkan kesadaran bersama, yang secara jangka panjang akan menumbuhkan #BudayaSadarBencana. Melalui Sekolah Siaga Bencana itu, warga mendapatkan pengetahuan tentang manajemen bencana, termasuk pengurangan risiko bencana, penanganan sebelum, saat, dan setelah suatu bencana terjadi.

Kesadaran serta partisipasi warga yang seperti ini tentu saja sangat diharapkan. Dengan demikian, warga dengan segera bisa langsung bertindak, begitu ada tanda-tanda akan terjadinya bencana. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, salah satu misi sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana ini adalah untuk menggugah kesadaran serta partisipasi warga akan bencana. Mudah-mudahan, kesadaran kolektif yang demikian, akan tumbuh lebih banyak di lebih banyak wilayah di tanah air.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com  

Jakarta, 25 Juni 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun