Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Stasiun Maja, Cahaya Kehidupan dari Ratusan Jendela Kaca

7 Mei 2016   09:32 Diperbarui: 7 Mei 2016   10:43 3242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di lantai dua Stasiun Maja inilah ditempatkan gate keluar-masuk penumpang kereta. Di sisi kiri ada enam gate dan di sisi kanan ada pula enam gate. Total, ada 12 gate. Melihat jumlah gate yang cukup banyak, ini memang sepadan dengan bangunan stasiun yang luas serta megah. Menurut release Julius Adravida Barata pada Jumat (11/3/2016), lantai dua Stasiun Maja ini seluas 2.343 meter persegi. Lantai ini, selain berfungsi sebagai ruang tunggu penumpang, juga dilengkapi dengan kios, mushala, toilet, dan fasilitas lift untuk kaum difabel. Julius Adravida Barata, yang namanya kerap disingkat JA Barata, adalah Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan.

maja-stasiun-oke-4-572d51749b9373c404511647.jpg
maja-stasiun-oke-4-572d51749b9373c404511647.jpg
Rak sepatu-sandal warna pink di area mushala ini menunjukkan kepada kita bahwa ini kawasan untuk wanita. Warna menjadi penanda. Di sini, petugas kebersihan nampak berjaga, hingga area tersebut, juga area Stasiun Maja lainnya, terpelihara kebersihannya. Foto: isson khairul

Mushala dan toilet berada di luar gate. Maka, saya pun melakukan tap out untuk menuju toilet, yang berada di arah kiri gate. Kebersihan toilet terjaga, karena ada petugas yang nampak siaga di sana. Selanjutnya, saya menuju mushala yang berada di arah kanan gate. Ada empat keran untuk berwudhu di area pria, demikian pula di area wanita. Karpet biru terhampar luas di area mushala, yang tentu saja nyaman serta menenteramkan. Decak kagum langsung muncul, karena ternyata warna rak sendal-sepatu di area pria sengaja dibedakan dengan yang berada di area wanita. Untuk pria, biru. Untuk wanita, pink. Hmm ... sentuhan yang mengesankan.

Pendekatan yang human juga terasa ketika saya beberapa saat memperhatikan petugas yang berjaga di gate. Mekanisme tap in dan tap out nampaknya merupakan hal baru bagi sebagian penumpang. Petugas yang melengkapi dirinya dengan pengeras suara, dengan sabar mengarahkan serta mengedukasi penumpang. KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), anak perusahaan dari Kereta Api Indonesia (KAI), telah menetapkan bahwa anak berumur 3 tahun ke atas dan atau tinggi badan 90 senti meter, wajib memiliki tiket. Dalam konteks ini, beberapa penumpang yang membawa anak, ada yang membeli tiket tambahan karena ternyata anak mereka sudah wajib bertiket.

maja-stasiun-oke-5-572d51b7177b61db04164e82.jpg
maja-stasiun-oke-5-572d51b7177b61db04164e82.jpg
Menjadi pengguna transportasi publik adalah juga bagian dari proses edukasi publik. Warga dan petugas sudah sepatutnya saling belajar, karena perilaku di area publik sesungguhnya mencerminkan kepribadian kita. Proses edukasi tersebut tentu saja tidak langsung terlihat hasilnya. Namun, secara jangka panjang, hal itu akan berdampak positif bagi banyak pihak. Foto: isson khairul

Dalam hal ini, keberadaan Kereta Api Indonesia dan KAI Commuter Jabodetabek memang menjadi bagian dari proses mengedukasi publik menggunakan transportasi publik. Bukan hanya terkait ketertiban tapi juga etika. Direktur Utama KCJ, Muhammad Nurul Fadhil, menyadari bahwa behavior penumpang dari masing-masing stasiun, tidaklah sama. Penumpang yang turun-naik di Stasiun Sudirman, misalnya, karakternya berbeda dengan mereka yang turun-naik dari Stasiun Tanah Abang. Demikian pula halnya dengan mereka yang turun-naik di Stasiun Maja. Perbedaan tersebut memengaruhi pula pola pendekatan yang dilakukan jajaran KCJ di lapangan. Hal ini dikemukakan Muhammad Nurul Fadhil ketika saya wawancarai yang bersangkutan di kantornya, di Stasiun Juanda, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Jalur Khusus yang Melandai

Dari lantai dua, saya turun ke lantai satu. Ada dua tangga yang lebar, yang menghubungkan kedua lantai stasiun ini. Masing-masing tangga bisa digunakan untuk naik dan turun. Sebagaimana dijelaskan Julius Adravida Barata pada Jumat (11/3/2016), lantai bawah luasnya 1.612 meter persegi. Ada empat loket untuk commuter line dan dua loket untuk kereta lokal. Pada hari Kamis (5/5/2016) itu, keempat loket commuter line sudah difungsikan dan baru satu loket kereta lokal yang diaktifkan. Nampaknya, kebijakan tersebut disesuaikan dengan jumlah calon penumpang.

maja-stasiun-oke-6-572d51e09b9373a204511642.jpg
maja-stasiun-oke-6-572d51e09b9373a204511642.jpg
Jalur khusus yang melandai ini menjadi penanda bahwa Stasiun Maja ramah untuk penyandang disabilitas. Ini sekaligus juga sebagai penanda bahwa penyelenggara transportasi publik secara bertahap sudah mengakomodir warga yang berkebutuhan khusus. Foto: isson khairul

Jalur khusus yang melandai (ramp) berada di kiri-kanan pintu masuk Stasiun Maja. Jalur ini, selain bisa digunakan untuk pengguna kursi roda, juga bisa dimanfaatkan oleh penumpang yang membawa barang menggunakan troli. Pada kunjungan hari Kamis (5/5/2016) itu, saya melihat, cukup banyak penumpang yang membawa barang. Umumnya, mereka membungkusnya dengan plastik hitam dan atau plastik merah. Dari beberapa orang yang saya ajak berbincang, mereka mengaku habis berbelanja pakaian di Tanah Abang, untuk kemudian dijual kembali. Dengan kata lain, mereka adalah pedagang pakaian, yang tentu saja merasa terbantu karena adanya commuter line.

Commuter line sesungguhnya bukan hal baru bagi warga di kawasan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sejak Senin (4/3/2013), KAI Daop I sudah melakukan uji coba commuter line di lintasan rute Tanah Abang–Maja. Ini bagian dari rencana KAI Daop I bersama KCJ untuk memperpanjang jarak tempuh kereta commuterline. Setelah uji coba tersebut, kereta commuterline secara reguler melayani rute Tanah Abang–Maja dengan track tunggal. Kemudian, pada Kamis (17/12/2015), Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan PT KAI, meresmikan pengoperasian jalur ganda (double track) Stasiun Parung Panjang-Maja, sepanjang 21 kilometer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun