Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Kalla Akui Ekonomi Indonesia Bermasalah, Pemerintah Genjot Investasi

11 Juni 2015   10:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena pemerintah tidak cermat membuat proyeksi harga komoditas, dampaknya tentu memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Dampak lainnya, sebagaimana dituturkan Mirza Adityaswara di atas, memengaruhi konsumsi, produksi, dan investasi. Itu pada satu contoh ketidakcermatan pemerintah. Ketidakcermatan yang lain pada sektor lain, juga terjadi, yang berujung pada kelesuan ekonomi. Akibatnya, sejumlah pelaku usaha, melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan mereka.

Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mencatat, sejak Januari 2015, pelaku usaha di lingkup mereka, telah mem-PHK 11.000 pekerja. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga mencatat bahwa para pelaku usaha di lingkup mereka telah mem-PHK sekitar 400.000-500.000 pekerja. Contoh di dua kategori industri tersebut, menunjukkan kepada kita bahwa ekonomi Indonesia memang bermasalah, sebagaimana diakui Jusuf Kalla di atas.

Dalam diskusi Ekosistem Kewirausahaan yang digelar Bank Mandiri di Mandiri Club, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Rabu (11/3/2015), Direktur Utama Bank Mandiri, Budi G. Sadikin, mengemukakan bahwa saat ini serapan tenaga kerja Indonesia kian lemah. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2014 lalu sekitar 125,3 juta orang. Dari jumlah itu, yang terserap rata-rata 200.000 orang per tahun, padahal dahulu bisa diserap 400.000 orang per tahun.

Bila dikorelasikan realitas yang dikemukakan Mirza Adityaswara, data PHK dari Aprisindo dan APBI, serta pernyataan Budi G. Sadikin tersebut dengan apa yang diakui Wakil Presiden Jusuf Kalla, barangkali yang paling tepat dilakukan saat ini adalah revolusi evaluasi kebijakan pemerintah. Bukan dalam konteks menyalahkan ekonomi global tapi mencari solusi, agar ketidakcermatan kebijakan pemerintah selama ini, tidak berulang pada kebijakan berikutnya.

Bank Dunia pada Rabu (29/10/2014) merilis daftar negara yang ramah investasi. Singapura menduduki peringkat pertama dari 189 negara yang dinilai World Bank, dalam hal kemudahan melakukan bisnis. Sebaliknya, sebagai investor di negara lain, Singapura dikenal sebagai negara yang gigih melakukan negosiasi untuk mengamankan investasi warga negaranya. Foto: todayonline.com

Optimis dengan Strategi Jangka Menengah

Kelesuan ekonomi, jelas tidak relevan dijadikan alasan untuk pesimis. Kebangkitan Indonesia setelah krisis hebat tahun 1998, membuktikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang memiliki daya juang kuat untuk maju. Bagaimanapun juga, tiap era memiliki tantangan serta peluang yang berbeda. Untuk itu, dibutuhkan strategi, yang dari waktu ke waktu, harus terus diperbarui. Rumus pemecahan masalah yang mungkin mujarab di masa lalu, barangkali sudah tidak relevan untuk menjawab tantangan saat ini.

Jusuf Kalla yang telah melalui beberapa era pemerintahan, mengakui, akan sulit mengubah kondisi ekonomi Indonesia saat ini dengan cepat, karena ada tekanan dari kondisi ekonomi luar negeri. Meski dalam jangka pendek tertekannya rupiah sulit ditangani, Jusuf Kalla optimis dengan strategi jangka menengah yang diterapkan pemerintah yaitu terus berupaya meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia untuk menopang ekonomi nasional.

Saat ini, menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani, yang menempati urutan pertama pada kuartal I-2015 adalah investasi dari Singapura. Nilainya mencapai 1,23 miliar dollar Amerika Serikat untuk 610 proyek yang mulai dan tengah berjalan. Sebaliknya, uang orang Indonesia yang parkir di Singapura, menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Sigit Priadi Pramudito, diperkirakan mencapai Rp 4.000 triliun.

Bukan hanya itu. Menurut hasil survei Knight Frank Indonesia, pada kuartal II-2014, ada 179 orang Indonesia yang membeli properti di Singapura. Tahun 2013, jumlahnya mencapai 896 orang. Tahun 2012, ada 1.511 orang Indonesia yang memborong properti di Negeri Singa tersebut. Dalam acara New Year Gathering yang berlangsung di XXI Lounge, Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (18/3/2015), Singapore Tourism Board (STB) mengungkapkan, sepanjang tahun 2014, ada 3 juta orang Indonesia yang berkunjung ke Singapura.

Jika ada waktu luang, silakan berhitung, berapa kira-kira uang orang Indonesia yang mengalir ke Singapura, dibandingkan dengan investasi Singapura yang mencapai 1,23 miliar dollar Amerika Serikat tersebut. Atau, jangan-jangan apa yang disebut pemerintah sebagai investasi Singapura tersebut, sebagian adalah uang orang Indonesia yang masuk ke tanah air melalui perusahaan dari Singapura. Uang memang tidak mengenal tanah air. Di mana ada keuntungan, ke sanalah uang mengalir.

Jakarta, 11 Juni 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun