Haruskah Aku lari dari kenyataan ini, kenyataan ini membuat ku depresi karena ulah struktural menghembuskan nafas kekuasaan nya. Mereka merampas tanah, merobohkan rumah-rumah dan melakukan kekerasan fisik.Â
Haruskah aku diam, diam melihat kenyataan yang tak berpihak kepada rakyat. Di mana seni, gagasan, buku dan budaya tak lagi menjadi Arif bagi mereka. Apakah ini tanda bahwa aku tak mampu melawan lusinan tengkorak hidup.Â
Apakah kita harus membangkang lalu di katakan melawan, kami tak melawan tapi aku berusaha untuk bangkit dengan persepsi yang berbeda-beda dalam memandang kenyataan.Â
Apakah aku harus membaca, jatuh cinta dan memiliki rasa kasihan untuk bangkit lalu menjadi bagian dari masyarakat. Ingat, mereka (kaum elit) jiwa nya tak lagi hidup tapi yang hidup hanya badannya. "Bangunlah badannya bangunlah jiwanya", inilah lirik lagu Indonesia raya. Maka untuk mencintai Nusantara ini, pertama-tama bangunlah jiwa. Isilah jiwa ini dengan pengetahuan, tapi pemerintah mengisi nya dengan hal-hal partikuler. Mereka hanya memandang realitas ini dengan sepotong-sepotong (sekedar materi) lihatlah nenek moyang ku, mereka adalah corak-corak pemikiran Materialisme. Mereka menuhankan materi, mereka menuhankan kekuasaan, jabatan bahkan mereka mengatakan bahwa aku akan kejar pejabat-pejabat yang korupsi tapi nyatanya mereka sedang bermain kata dan bahasa. (Hegemoni politik)
Haruskah kita memberontak terhadap kenyataan yang terjadi? Haruskah kita diam lalu tak melakukan apa-apa. Apakah kita hanya, berdoa, makan, tidur lalu mati. Terlintas dalam benak ku, bahwa betapa banyak orang miskin di desa-desa dan di kota. Betapa banyak masyarakat yang menangis meratapi nasibnya, karena memikirkan besok mau makan apa.Â
Aku malu sebagai Khalifah (kesadaran) di bumi ini, aku ingin kembali menjadi binatang. Dimana binatang lebih beradab dari pada manusia-manusia yang hidup untuk makan, betapa indahnya kenyataan ini. Aku tak bisa berkutik dan hanya berharap suatu saat masyarakat yang tertindas akan di tempati janjinya. Satu sebab dan ini bukan sebab yang terkecil, berapa ribu bahkan seratus ribu rakyat Indonesia yang meringkuk dengan peruk kosong di atas tempat tidur nya, tak terjelaskan dengan tepat dan akurat pemerintah punya catatan statistik dan angka-angka yang lengkap tentang perampasan, kebun-kebun dan perusahaan. Dan terutama perusahaan yang menguntungkan nya, terutama untuk orang-orang yang wajib bayar pajak. Tetapi lupa memberi kepastian penghidupan rakyat seluruh nya.Â
Yogyakarta, 07 Agustus 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI