Mohon tunggu...
ISNA SARIFAH
ISNA SARIFAH Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo 2022

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengangguran SMK Lebih Tinggi Daripada lulusan SD? Sekolah penting nggak sih?

17 Juni 2023   14:41 Diperbarui: 17 Juni 2023   15:00 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan yang paling meresahkan bagi pelajar di Indonesia adalah kehidupan yang harus mereka hadapi setelah melewati masa yang disebut "kelulusan" dan juga harus melepas status "pelajar" mereka. Ada juga siswa SMK yang melanjutkan ke perguruan tinggi ataupun siswa SMA yang memilih untuk bekerja. Siswa siswi tersebut pastinya sudah meluangkan waktunya sekitar 14 tahun untuk mengenyam pendidikan, diberikan banyak materi, hafalan, tugas, dihadapkan banyak ujian, demi mendapatkan sebuah surat tanda tamat belajar (ijazah) yang kemudian dengan ijazah itu mereka mencari pekerjaan ke sana kemari, belum lagi mendapatkan penolakan. Sejak dulu Indonesia memang belum bisa lepas dari masalah ketenagakerjaan yaitu pengangguran. Apakah sekolah pernah mengajari caranya membuat CV lamaran kerja? Sepertinya tidak ada. 

Dilansir dalam Bisnis.com, Semarang - Dinas Tenaga Kerja dan Bisnis Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki angka pengangguran tertinggi yaitu 8, 42 persen pada tahun 2022, kemudian untuk lulusan SMA (7,21 persen), SMP (5,55 persen), SD ke bawah (4,59 persen), diploma (2,95 persen) dan sarjana (2,01 persen) sementara itu di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dalam Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah mencatat Tingkat Penganggu ran Terbuka mencapai 4,45 persen. Pengangguran ini, selain salah satunya disebabkan oleh kurangnya perencanaan karir, kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan standar pekerjaan juga menjadi penyebab masalah tersebut.

Proses pemilihan karir dapat membantu menentukan apakah lulusan SMK akan bekerja atau tidak bekerja dengan kata lain melanjutkan ke perguruan tinggi. Teori tentang pemilihan karir salah satunya dikemukakan oleh John Krumboltz dengan nama Social Learning Theory Of Career Decision Making (SLTCDM). Mictcell dan Krumboltz (1996) menjelaskan empat faktor yang memengaruhi karir setiap orang yaitu pertama faktor sumbangan genetik dan kempuan khusus. Contoh sumbangan genetik seperti jenis kelamin. Kemampuaun khusus ini maksudnya hal-hal yang bisa menjadi keterbatasan seseorang dalam memilih pekerjaan misalnya seperti disabilitas. Kedua faktor kondisi lingkungan wilayah tempat tinggal baik dari segi sosial, politik atau ekonomi dan kejadian lingkungan. Ketiga pengalaman belajar. Keempat adalah faktor keterampilan menyelesaikan tugas, yang bisa didapatkan melalui pelatihan.

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk menimba ilmu pengetahuan namun, kenyataannya banyak anak Indonesia tidak suka sekolah.  Apa yang menyebabkannya? Misalkan ambil contoh pada jenjang pendidikan Taman kanak-kanak (TK) yang seharusnya menjadi tempat bagi anak-anak untuk bermain namun mereka malah sudah dipaksakan untuk belajar membaca, menulis, atau juga calistung. Padahal dari namanya saja sudah jelas "Taman kanak-kanak" tempat mereka bermain dimana didalam permainan tersebut terdapat pembelajaran. Anggaplah otak anak itu seperti wadah karet yang mula-mula dibuat berkembang dulu, ditarik-tarik kemudian setelah cukup besar barulah diisi dengan hal dasar yang berguna untuk dirinya sendiri. Sedangkan di Indonesia, otak anak kecil itu tidak dilatih terlebih dahulu namun langsung diisi dengan materi-materi yang kemudian ketika lulus sebagian besar dilupakan karena dianggap tidak penting.

Bersama dengan orang tua, sekolah tentunya juga berperan dalam membantu siswanya untuk memilih karir, menemukan bakat minatnya kemudian dikembangkan dengan bimbingan dari para guru. Namun, beberapa sekolah di Indonesia lebih fokus hanya pada memberikan materi, para siswa duduk manis, menghafalkan, lalu diberikan ujian dari materi yang diberikan dan dituntut untuk mendapatkan nilai bagus. Siswa yang memang memiliki kecerdasan otak yang lebih baik, tidak ayal jika bisa menghafal materi tersebut dalam kurun waktu yang singkat kemudian mereka akan dipuji guru diberikan label "anak pintar" sedangkan mereka yang membutuhkan bimbingan lebih dari gurunya dicap "anak bodoh". Hal tersebut tidak akan membuang kemungkinan kalau anak yang dicap "bodoh" itu menjadi malas belajar.

Sistem pendidikan Indonesia memang masih memiliki sedikit kekurangan, tidak harus dengan setiap ganti menteri ganti kurikulum namun, jika sedikit saja mencontoh dari negara lain yang sistem pendidikannya lebih baik kemudian menerapkannya di Indonesia masih ada kemungkinan sistem pendidikan di Indonesia bisa membaik secara perlahan. Menurut saya yang bisa diperbaiki pertama kali yaitu biaya pendidikan di Indonesia yang mahal hingga ada beberapa anak bangsa yang tidak bisa mengenyam bangku pendidikan yang kemudian dia beranjak dewasa hingga memiliki keluarga, juga tidak menyekolahkan anaknya dikarenakan tidak tau seberapa pentingnya pendidikan kemudian lingkaran setan itu akan terus saja berputar. Kedua, pengurangan pekerjaan rumah jadi, siswa siswi akan lebih banyak waktu untuk mengeskplor berbagai hal baru yang mereka senangi, yang ketiga yaitu dengan meningkatkan kompetensi seorang guru atau tenaga pendidik. Menteri Pendidikan Indonesia sebaiknya lebih memperhatikan lagi kualitas tenaga pendidiknya yang akan mengajari anak-anak penerus bangsa.  Masa beliau tega jika anak-anak hebat penerus bangsa dididik asal-asalan oleh guru yang tidak berkompeten dan tidak bertanggung jawab?  Pastinya nggak akan tega ya. Keempat, untuk para guru tetap memberikan siswanya materi umum seperti geometri, hukum newton, serta dibarengi pihak sekolah membantu siswanya yang mungkin memiliki minat dalam bidang di luar pelajaran wajib tersebut mengembangkannya hingga skill itu yang berkemungkinan akan lebih berguna untuk masa depan mereka.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun