Abstrak
Anak pertama kerap menapaki jalan hidup yang berat, dipenuhi ujian rumit dan kisah yang tak selalu manis. Mereka sering dibebani tanggung jawab besar serta ekspektasi tinggi melebihi saudara-saudaranya tanpa memperhatikan kesiapan mental dan emosional mereka. Ketimpangan dalam beban psikologis ini menjadikan banyak anak pertama merasa asing bahkan didalam rumahnya sendiri. Sebab, rumah tak lagi menjadi tempat pulang yang menenangkan, melainkan ruang penuh tuntutan dan tanggung jawab. Artikel ini berupaya menelaah persoalan tersebut dengan merujuk pada QS. An-Nahl ayat 78, yang memuat konsep fitrah dan tahapan perkembangan manusia dengan menggunakan pendekatan tafsir dan tahapan psikologi perkembangan. Artikel ini menegaskan pentingnya pola asuh yang adil dan berlandaskan nilai-nilai Al-Qur`an demi menciptakan keseimbangan mental dan emosional dalam lingkungan keluarga.Â
Pendahuluan
Dalam konteks keluarga, anak pertama sering kali diberi peran layaknya "orangtua kecil" yang diharapkan mampu menjadi teladan, pelindung, sekaligus pembimbing bagi adik-adiknya, baik secara sosial maupun kultural. Harapan ini tak jarang menimbulkan tekanan psikologis yang berat, seperti setres, rasa cemas berlebihan, rendahnya rasa percaya diri, hingga kelelahan emosional, mental, dan fisik (burnout) saat dewasa yang kerap berakar dari tekanan yang terus-menerus dan tidak tertangani dengan baik.Â
Dalam perspektif Islam, Al-Qur`an secara eksplisit menyoroti pentingnya proses perkembangan manusia sejak masa kelahirannya, sebagaimana tercermin dalam QS. An-Nahl ayat 78. Ayat tersebut menyatakan bahwa manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apapun, kemudian Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai bekal untuk belajar menjalani kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan seharusnya berangkat dari pemahaman akan keterbatasan dan potensi khas anak, bukan malah membebani mereka secara tidak seimbang.
Etika Pengasuhan dalam Islam
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda :Â
"Bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adil lah kepada anak-anakmu".Â
Hadis ini menegaskan pentingnya memperlakukan semua anak secara adil, baik dalam hal kasih sayang, tanggung jawab, maupu  harapan yang diberikan. Etika pengasuhan menuntut adanya keseimbangan antara pemberian tanggung jawab dan curahan kasih sayang. Anak seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mental dan spiritual mereka, tanpa ditekan oleh tuntutan atau ekspektasi yang tidak seimbang.
Psikologi Perkembangan Anak Pertama
Menurut teori (birth order theory) yang dikemukakan oleh Alfread Adler, anak pertama cenderung menghadapi tekanan psikologis yang lebih besar dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Sejumlah studi psikologi modern juga mengindikasikan bahwa anak pertama lebih rentan mengalami setres, kecemasan, dan kecenderungan perfeksionistik akibat beban peran sebagai teladan dan harapan yang diberikan oleh orangtua kepada anak pertama kerap melebihi kemampuan kognitif dan emosional yang mereka miliki.
Situasi ini melahirkan bentuk beban tersembunyi yang disebut "invisible labor" yakni tanggung jawab emosional dan sosial yang tidak tampak secara formal. Namun, tetap diharapkan untuk dijalankan, seperti menjaga adik, membantu pekerjaan rumah, atau menjadi penengah dalam konflik keluarga.
Tafsir QS. An-Nahl Ayat 78
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu itu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, kemudian dia (Allah) memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur" (QS. An-Nahl : 78)
Ayat ini menggambarkan kondisi awal manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Ayat ini menekankan bahwa anak tidak seharusnya dipaksa memikul tanggung jawab sebelum waktunya. Setiap individu melewati tahapan perkembangan yang menuntut pendekatan pengasuhan yang sabar dan memahami kapasitas anak sesuai usianya. Memberikan tekanan psikologis secara berlebihan kepada anak pertama jelas bertentangan dengan prinsip bertahap dalam perkembangan manusia yang tercermin dalam ayat tersebut.