Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Impulsive Buying dan Diderot Effect: Memang Butuh Promo atau Sekadar FOMO?

21 Maret 2024   13:19 Diperbarui: 1 April 2024   02:28 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belanja karena kebutuhan atau impulsive buying? (Dokumentasi pribadi)

Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin bercerita tentang hal yang saya alami sendiri. Tentang baju dan celana yang jumlahnya terbatas. Singkat kata, istri saya bersikeras agar saya beli celana baru sementara saya merasa cukup 3 potong saja untuk berbagai aktivitas. Toh saya tak lagi mengantor, jadi pakai celana hanya saat ada undangan acara bloger di Surabaya atau acara kenduri nikahan, misalnya.

 Alasan saya enggan beli bukan sekadar demi menghemat pengeluaran tetapi lebih karena kebutuhan. Setelah dipikir-pikir, ternyata saya cenderung memakai celana atau baju yang itu-itu saja.

Artinya, baju atau celana yang sama berulang untuk acara berbeda. Karena favorit, entahlah, atau lantaran praktis karena tak perlu proses memilih.

Dan betul, dengan punya banyak barang (dalam hal ini pakaian), saya malah bakal kesulitan untuk menimbang mana yang akan dipakai untuk suatu acara. Kecuali jika acara itu mensyaratkan dress code tertentu. Minimnya koleksi busana malah menghemat waktu untuk tak memilih dengan ketat. 

Lalu saya temukan artikel menarik di sebuah esai pendek tentang Diderot Effect. Teori ini diambil dari nama orang yang bersangkutan, yakni Denis Diderot, seorang penulis dan filsuf asal Prancis.

Pada usia 52 tahun, pria itu dikabarkan sulit menikahkan putrinya lantara soal biaya. Untunglah, kaisar perempuan Rusia Yekatrina Agung berkenan membantu Diderot dengan membeli koleksi perpustakaannya senilai kira-kira 50.000 dolar.

Perasaan butuh beli ini itu padahal tak perlu (suakaonline.com) 
Perasaan butuh beli ini itu padahal tak perlu (suakaonline.com) 

Singkat kata, selain berhasil mengantarkan putrinya menikah, Diderot bisa membeli jubah baru berwarna kirmizi. Keindahan dan kemewahan jubah baru ini seketika terlihat mencolok di antara deretan benda yang ia miliki di rumah. Semua jadi tampak biasa saja. 

Guna menciptakan harmoni dengan jubah baru tersebut, Diderot akhirnya membeli benda-benda lainnya. Dari permadani khas Damaskus hingga patung-patung menawan, semua kini terhampar dan terpajang di rumahnya. Benda-benda lama mesti dibuang karena terlihat usang dibanding jubah kirmizinya.

Dari sanalah istilah Diderot Effect muncul. Jika kepemilikan barang baru menimbulkan spiral konsumsi yang mendorong untuk beli dan beli barang lain di luar kebutuhan, waspadalah bisa jadi Diderot Effect tengah menggerogoti. Kalau kita tidak teliti sebelum membeli, beli barang atas godaan promo apalagi FOMO, jangan salah jika suatu hari kita malah dirundung rasa lelah akibat rongrongan melengkapi barang baru padahal barang lama masih banyak yang bisa dimanfaatkan. 

Jajanan jadul juga asyik untuk menjamu tamu saat lebaran. (Dokumentasi pribadi)
Jajanan jadul juga asyik untuk menjamu tamu saat lebaran. (Dokumentasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun