Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Premanisme Tiada Henti

22 Maret 2025   22:15 Diperbarui: 22 Maret 2025   22:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarnya ingin sekali Saya menuliskan premanisme yang dialami di sekolah oleh fihak-fihak yang mengatasnamakan wartawan atau LSM sejak dulu kala. Hanya saja Saya belum bisa menuangkannya dalam tulisan yang enak bagi hati ketika menuliskannya. 

Maraknya LSM/ORMAS yang meminta THR ke perusahaan-perusahaan yang tersebar di media sosial mengusik Saya menulis tema ini, apalagi ORMAS tersebut mengatasnamakan suku tertentu yang Saya merupakan salah satu keturunan dari suku tersebut. Perasaan keluarga Saya yang dari suku tersebut tidak ada yang menjadi preman, bahkan meminta-minta seperti yang di medsos digembar-gemborkan. Mereka biasa bekerja menjadi pedagang, penjahit atau sektor non formal lainnya walupun tidak menjadi pejabat. Mungkin ada satu dua di tempat lain, namun tidak bisa digeneralisasi.

Saya bekerja sebagai pengajar selama dua puluh tahunan lebih, dan pernah mengajar di beberapa sekolah mulai dari sekolah yang agak kota sampai sekolah yang jauh dari pusat kota. Premanisme yang beroperasi di sekolah mengatasnamakan ORMAS atau jurnalis banyak terjadi. Kedatangan mereka ke sekolah dengan alasan memberi tahu BOS cair, bersilaturahmi atau hanya sekedar meminta rokok.

Kedatangan mereka tanpa diundang, datang secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Tentunya mereka bukan jurnalis surat kabar ternama atau media yang terpercaya yang tidak meminta biaya. Kalaupun berita masuk di media, bahasanya bikin sensasi bahkan kurang berisi. Pernah Saya membaca salah satu media yang menuliskan profil sekolah tempat Saya mengajar dan bahasanya sangat tidak mencerminkan informasi yang sebenarnya dan bahasanya kacau balau.  

Kedatangan mereka para jurnalis gadungan ini bermacam-macam gaya, ada yang bergaya sopan, bergaya orang penting dan juga ada yang nyelonong tanpa permisi. Ujung-ujungnya bisa ditebak, yaitu meminta rokok atau uang. Yang menjadi bidikan mereka di sekolah adalah kepala sekolah atau bendahara dengan cara menakut-nakuti atau mengancam akan memberitakannya baik di media  online maupun media cetak. 

Yang lucunya ada juga yang mengaku jurnalis, namun ketika ditanyakan dari media mana mereka bekerja mereka gelagapan dan bingung. Ada juga yang ketika ditanyakan medianya, mereka tidak bisa menjawab dan memilih pergi meninggalkan sekolah. Pokoknya bila berhadapan dengan mereka harus bisa berdebat atau berkelit. Kepala Sekolah atau Bendahara yang malas berhadapan dengan mereka akan memilih bersembunyi atau menghindar.

Sepuluh tahun sebelum ramai masalah ini, pernah ada upaya untuk mencegah hal premanisme di sekolah oleh oknum yang mengaku wartawan/ormas ini oleh yang berwenang, namun rupanya tidak bisa diatasi begitu saja dan tetap berlanjut. Mirisnya, masalah peminta-minta keren ini meminta uang sedangkan di sekolah masih kesulitan keuangan untuk membayar honorer atau membiayai operasional sekolah. Karenanya ada Kepala sekolah yang menolak memberikan uang kepada mereka, dan lebih memilih membeli makanan untuk warga sekolah agar bisa dinikmati bersama.

Di saat kegiatan bulan Ramadhan ini, beberapa oknum yang mengaku wartawan ini mendatangi sekolah, mungkin untuk meminta sesuatu. Dan kebetulan bendaharanya orang yang humoris dan pandai berkelit, sehingga permintaan mereka dapat ditolak dengan halus. Masalahnya adalah apabila salah satu oknum diberi uang akan mengakibatkan yang lainnya datang bergiliran untuk meminta uang.

Kedatangan oknum wartawan atau oknum ORMAS ini memang tidak membuat nyaman Kepala Sekolah, bendahara atau bahkan guru-gurunya juga. Guru-guru dibuat bingung dan terpaksa harus berbohong apabila orang-orang tersebut datang ke sekolah, apalagi kalau datang dengan arogan dan malah berakhir  menyebut fihak sekolah arogan. Mereka tidak akan pergi sampai tujuan dan keinginannya terpenuhi.

Rasa aman adalah kebutuhan dasar bagi manusia, sedangkan di lembaga yang harus ramah anak yang menuntut guru juga harus aman ternyata malah diliputi ketidakamanan. Dan ini terjadi di sekolah yang terpencil sampai sekolah yang di perkotaan, dimanapun berada pasti ada oknum geng seperti ini. Kedatangan mereka akan meningkatkan kewaspadaan para guru dan kecurigaan ketika mereka datang memasuki gerbang.

Saya kira ketika Kang Dedi menyampaikan perlindungan kepada sekolah dari oknum-oknum akan membuat mereka ciut, ternyata mereka tetap datang dengan misi yang sama. Misi mencari keuntungan dari sela-sela kesulitan orang lain dan menjadikannya pundi-pundi uang. Premanisme tiada henti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun