Mohon tunggu...
Ismi Faizah
Ismi Faizah Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis adalah proses menyembuhkan hati sedang membaca adalah proses membuka mata pikiran dan rasa

Read a lot write a lot

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Trust Issue

22 April 2021   21:24 Diperbarui: 22 April 2021   21:46 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hal yang paling sulit aku lakukan adalah mempercayai orang lain. Beberapa pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu telah menghantuiku. Dalam titik terjauh bahkan aku tidak dapat tidur dengan nyenyak.

Belakangan semua mulai terasa lebih jelas. Katakan ini berlebihan. Tapi kalian tak akan pernah tahu sebelum merasakannya sendiri. Karena memang ketahanan setiap orang di dalam menghadapi setiap tekanan dan masalah tentu berbeda. Oleh karena itu, jika kalian kuat meski berkali-kali selalu mengalami penghianatan, tidak denganku.

Semua berawal dari semenjak aku kecil. Kehidupan keluarga yang utuh, bahagia meski sederhana juga tampak sempurna. Ayah berangkat pagi pulang sore untuk bekerja memenuhi tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah. Sedang ibu hanya wanita rumah tangga biasa. Tidak berpenghasilan yang setia mengurus semua pekerjaan rumah, memenuhi tanggung jawab sebagai istri juga ibu dari ketiga buah hatinya termasuk aku.

Pertengkaran hampir tidak pernah adik-adikku saksikan. Orang tua kami selalu harmonis. Selalu tertawa, bercanda romantis di depan kami. Kendati demikian, manusia memang tidak ada yang sempurna bukan? Terkadang kesalahpahaman kecil memang ada. 

Namun, tak pernah satu kalipun aku melihat dengan mata kepala sendiri ayah main tangan pada ibu. Atau mengeluarkan kalimat kasar ketika beliau marah. Ayah selalu lebih banyak diam. Suaranya ditahan. Mungkin kedua adikku tidak pernah tahu bagaimana orang tua kami ketika bertengkar. Permasalahan lebih banyak tentang uang. Namun, semenjak kehadiran adik keduaku perlahan keadaan ekonomi keluarga kami menjadi lebih baik.

Sampai pengakuan mengejutkan ibu telah merusak segala kepercayaan. Tentang bagaimana selama ini rahasia tersimpan rapi di sudut hati terdalam wanita yang telah melahirkanku. Itukah alasan mengapa ibu terkadang bersikap keras kepada Ayah, namun cinta pertama bagi anak perempuan termasuk aku, selalu mengalah pada wanita yang telah dipersuntingnya dua puluh lima tahun yang lalu.

Orang yang aku pikir sangat sempurna akan cinta, kasih sayang serta kesetiaan mampu berkhianat. Aku menangis semalaman hingga kedua mataku bengkak. Sungguh sulit untuk kupercaya. Kesalahan telah berusaha ibu lupakan namun lukanya membekas sangat dalam. Bahkan hingga nafas terakhir sulit untuk dimaafkan. Ayah dua kali bermain api dibelakang istrinya, yang tidak lain adalah ibuku.

Kemarahan terpendam seorang wanita yang telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada pria yang ia cintai telah mendarah daging. Seluruh pengabdiannya berbuah kecurangan. Sungguh sulit memberi maaf kendati sampai detik ini ibu masih membersamai ayah, namun sedikit saja sikap ayah tidak mengenakkan hati, ibu akan menanggapinya berlebihan. Mungkin alasan perselingkuhan ayah adalah luka yang tak akan bisa ibu hapus. Selamanya.

Walau sampai hari ini ibu tetap bungkam. Hingga tak ada yang tahu perihal kelakuan ayah yang pernah menyeleweng. Beliau menutupi aib suaminya. Sebagai gantinya justru ibulah yang terlihat buruk dimata keluarga ayah. Sejauh ini ibu bertahan demi kami ketiga buah hatinya. Mengapa hati wanita diciptakan setegar itu?

Tahun berganti. Pelan ayah mulai berubah. Aku harap berlangsung seterusnya. Tidak ada lagi gangguan dalam kisah cinta ayah dan ibu. Aku ingin melihat mereka berdua bersama hingga akhir nanti. Retaknya rasa percayaku untuk pertama kalinya hanyalah goresan kecil yang kemudian akan lebih melebar karena pengalaman berikutnya.

Sepuluh bulan yang lalu, menjadi waktu yang tak akan pernah aku lupakan. Bagaimana lagi-lagi kepercayaan yang telah aku berikan pada seseorang, dengan mudahnya dihancurkan. Kali ini bukan tengtang kisah roman. Masalah keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun