Mohon tunggu...
Ismaya Dika
Ismaya Dika Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tumbuh Kembang " Social Currency " bagi Manusia Penuh Gengsi

24 Desember 2017   11:24 Diperbarui: 24 Desember 2017   11:35 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dengan adanya orde baru maka segala sesuatu yang ada di sekitar kita juga ikut-ikutan baru. Yang paling terlihat adalah pada perkembangan media sosial. Mulai dari ngetren-ngtren nya facebook sampe yang katanya 2017 kalau masih punya Facebookdibilang nggak "in", kemudian disusul lagi dengan adanya BBM , Whatshapp, Twiter, dan yang masih "in" banget sampe di penghujung 2017 ini adalah Instagram. Dari munculnya berbagai media sosial tersebut timbul istilah " Social Currency " yang sampe sekarang masih tetap berjaya. Social Currency, mata uang sosial ? kalo di artikan memang seperti itu tapi kalau boleh diperjelas lagi dengan bahasa yang mungkin bisa menjadikan kita paham itu seperti ini, ketika kita pergi ke tempat makan , bisa di caffe , restaurant atau warung mungkin, yang pertama kali kita lakukan apa ? 

Pesan menu ? itu dulu, zaman now  yang terpenting adalah mengunggah Insta Story baik di Instagramataupun di Whatsap. Setelah makanan datang apa iya itu makanan langsung dimakan ? Foto dulu , unggah lagi. Dan begitu seterusnya sampai  makanan habis dan pulang. Mau pulang pun masih sempat membuat insta story " OTW PULANG" .  Hal seperti sudah biasa sekali dilakukan oleh kids jaman sekarang. Bukan hanya kids saja, tetapi remaja jaman now, guru jaman now, ibu-ibu jaman now, status insta story tetep menjadi hal yang penting sebelum memulai apapun. Biar apa sih ? Pertama, tuntutan zaman, biar dibilang tidak kudet , kedua , pamer. Iya itu faktanya.

Ada lagi salah satu bentuk dari social currency adalah beli merek supaya WOW. Paham maksutnya ? Begini siapa yang tidak bangga ketika baju yang kita pakek bermerkkan LAZADA, sepatu bermerkan NIKE, handphone I-phone 7 ? iya bangga kalau itu semua pakek uang sendiri. Tetapi faktanya kebanyakan remaja atau manusia-manusia yang lain dapat barang-barang tersebut kalau tidak minta orang tua, iya ngutang. Jadi apa yang dibanggakan ? Itu semua hanyalah ego belaka. 

Supaya dibilang keren, dilihat seperti orang kaya baju modis sepatu necis, tapi ujung-ujungnya dompet kritis. Dengan adanya social currency yang seperti itu hidup yang sebenarnya murah jadi mahal gara-gara gengsi. Akibat gengsi ini akan timbul beberapa masalah dalam diri kita.

1. Kita lupa akan jati diri kita sebenarnya

Terkadang jika kita terlalu memberatkan gengsi dalam hidup kita, kita akan lupa akan diri kita sebenernya.  Kadang jika ditanya, ayahnya kerja apa ? jawaban orang gengsi pasti akan melebih-lebihkan jawaban dari pertanyaan tersebut. " Ayah aku kerja dikantor, bisnis properti." Banyaklah kita temui anak yang tidak mengakui orang tua gara-gara profesi orang tuanya yang dianggap tidak sesuai dikehidupannya atau lebihnya jelasnya malu gara-gara tidak seimbang dengan gaya hidupnya.

2. Kita jadi lupa akan prioritas hidup kita sebenarnya

Banyak hal yang lebih penting yang harus kita dahulukan daripada memenuhi gengsi . Jika hidup terlalu mengejar gengsi maka sesuatu yang penting akan terlewat. Contohnya seperti ini, beli tas mahal harga jutaan hanya karena tidak ingin dipandang rendah oleh teman kita. Padahal bulan depan harus membayar uang semesteran. Akibatnya pendidikan kita menjadi terbengkalai gara-gara kita terlalu mengedepankan gengsi.

3. Menuruti gengsi tidak akan ada habisnya

Sesuatu yang wajar jika kita ingin terlihat lebih unggul dari teman kita. Dan sering kali gengsi tak mau kalah dengan orang lain,kita jadi memaksakan diri melakukan sesuatu di luar batas kita. Hal ini tentu tidak akan berhenti begitu saja. Selalu ingin mengungguli tetapi pada dasarnya kita tidak mampu.

3. Jarang mengucapkan "Allhamdulilah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun