Mohon tunggu...
Islah HD
Islah HD Mohon Tunggu... -

Traveller dan pecinta pustaka tinggal di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gus Rommy Menerjang Badai Bersama PPP

17 Juli 2018   12:07 Diperbarui: 17 Juli 2018   12:10 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gus Rommy bersama generasi muda pesantren. (Foto: Iqbal)

Ada sebuah paradok di PPP. Partai berlambah Kabah ini dianggap partai tua, namun dipimpin M. Romahurmuziy yang saat dilantik menjadi ketua umum pada 2014 lalu baru berusia 40 tahun (saat artikel ini ditulis Gus Rommy belum genap berusia 45 tahun).

Banyak kalangan yang menilai Gus Rommy akan kesulitan mengendalikan PPP. Apalagi ia dipilih saat partai sedang mengalami dualisme kepemimpinan. Sejak Muktamar Surabaya 2014 hingga menjelang akhir 2017, partai ini bergejolak.

Baru kali ini dalam sejarah partai, konflik terjadi cukup merata terjadi dari tingkat Dewan Pengurus Pusat (DPP) hingga tingkat Dewan Pengurus Cabang (DPC). Adu opini, saling gugat di pengadilan, hingga perang urat saraf di media pun kerap terjadi.

Gus Rommy sempat dinilai tidak menyelesaikan konflik yang terjadi bertahun-tahun ini. Jika pun selasai, Gus Rommy hanya akan mewarisi puing-puing kehacuran PPP. Maklum partai ini didera berbagai masalah sejak era reformasi bergulir. Banyak partai baru berbasis Islam yang menggerus suara PPP, seperti PBB, PAN, PKB dan sejumlah partai Islam lainnya yang sempat muncul di zaman reformasi.

PPP juga dinilai akan sulit mendapatkan suara, karena konstituen setianya kini sudah berusia tua. Pemilih PPP dinilai hanyalah orang-orang yang pada orde baru memilih partai yang dulu partai berlambang bintang itu. Usia mereka pun saat ini semakin menua. Jika mereka merupakan pemilih pemula di Pemilu 1997 (sebelum masa Reformasi), maka minimal usia mereka kini di atas 40 tahun. Dan mereka belum tentu pemilih ideologis, karena saat PPP menjadi satu-satunya partai Islam, usia mereka masih sangat muda.

Sehingga dapat dikatakan, saat Gus Rommy menjadi Ketua Umum PPP, ia dituntut untuk mempertahankan para pemilih loyal yang tua dimana jumlahnya tidak seberapa besar lagi. Di satu sisi, jumlah pemilih muda dan calon pemilih pemula (yang akan memilih pertama kali pada Pemilu 2019) jumlahnya terus membesar.

Para pemilih "tua' yang ideologis itu perlu terus dirawat, namun di sisi lain harus menjaring pemilih pemula yang tentunya yang dengan pendekatan yang berbeda. Sebuah tantangan yang tentu tidak mudah. Semua masalah itu laksana badai yang harus dihadapi PPP agar tidak karam di tengah persaingan politik.

Namun kepemimpinan Gus Rommy (khususnya setelah konflik dengan kubu Djan Farid ikrah di pengadilan) terbukti mampu menjembatani dua sisi kutub yang terkesan saling berjauhan tersebut. Tidak sulit bagi Gus Rommy untuk memecahkan masalah ini, karena ia belajar dari sebuah kaedah dalam bahasa Arab yang berbunyi

 "Almuhaafadoh ala al-Qodiimi al-Shoolih, wal akhdu bil jadiidi ashlah"

Yang artinya : Memelihara hal-hal lama yang bagus dan mengambil hal-hal baru yang lebih bagus.

Menjaga konstituen "tua" bisa dilakukan dengan cara memelihara tradisi-tradisi lama yang bagus. Seperti silaturahmi dan berbagai kegiatan keagamaan. Bahkan jika dikemas dengan baik dan pendekatan baru dan inivatif, tradisi lama juga bisa mendekatkan pada pemilih baru. Seperti gaya Gus Rommy dalam berdakwah selama ini dan dekat dengan kalangan pesantren dan santri yang tidak lain adalah para pemilih pemula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun