Yulia berdiri dari kursinya. Ia melangkah mengikuti langkah Zakar dari belakang. Â
"Yul, jalannya jangan di belakangku dong. Sini di sampingku biar terlihat enak di mata orang yang melihat, " kata Zakar.
Yulia mempercepat langkahnya untuk berjalan sejajar dengan Zakar. Bujang lapuk itu pun senang. Dia merasa orang-orang yang melihatnya berjalan bersama Yulia iri.
"Yul, kita kayak pasangan kekasih ya. Yang satu tinggi, Â yang satu pendek. Tapi kan aku ganteng, kamu cantik, " tutur Zakar.
Yulia tidak menjawab. Dalam hatinya berkata, "Ini orang terlalu percaya diri. Â Gak malu sama laron yang terbang, nyamuk yang menghisap darah tukang lele di seberang jalan. Wajah pas-pasan kok ngaku ganteng. "
Yulia memaksakan diri tersenyum, perempuan berdarah Minang itu tak ingin lawan bicaranya kecewa.
"Makan di mana kita mas, " katanya.
Zakar yang sejak tadi memelototi wajah Yulia penuh nafsu, kerongkongan turun naik, ludah ditelan berulang kali, Â kaget mendengar pertanyaan Yulia.
"Oh, Â sebentar lagi sampai, " katanya.
Lima menit kemudian, Â rumah makan prasmanan terlihat. Zakar pun mengajak Yulia mempercepat langkahnya. Sesampai di rumah makan, Â Zakar mengambil sepiring nasi penuh, Â lauk pauk dan pecel. Sedangkan Yulia bingung memilih makanan yang akan di makan.
Sampai akhirnya dia memutuskan mengambil sedikit nasi dan satu potong rendang. Â