A. Pendahulian
Piramida Pendidikan Karakter merupakan model visual dan konseptual berbentuk piramida yang menggambarkan tahapan pembentukan karakter siswa secara bertahap, dengan mengadopsi teori pendidikan karakter dari Thomas Lickona.
Thomas Lickona, seorang ahli pendidikan karakter, mengemukakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari tiga komponen utama:  Moral Knowing (pengetahuan moral), Moral Feeling (perasaan moral), dan Moral Behavior (perilaku moral). Penulis mengadaptasi   teori ini ke dalam bentuk piramida untuk memberikan kerangka yang sistematis dan hierarkis, yang selaras dengan nilai-nilai       Islam dan Profil Pelajar Pancasila, seperti keimanan, kemandirian, gotong royong, keberagaman global, bernalar kritis, dan         kreativitas.
B. Â Struktur Piramida Karakter Berdasarkan Teori Lickona:
Piramida Pendidikan Karakter memiliki tiga tingkatan utama yang mencerminkan komponen pendidikan karakter menurut         Lickona, di mana setiap tingkat membangun fondasi untuk tingkat berikutnya. Struktur ini dirancang untuk diterapkan dalam        konteks manajemen pendidikan Islam dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Berikut adalah penjelasan rinci tentang     masing-masing tingkatan:
- Tingkat Dasar: Moral Knowing (Pengetahuan Moral): Tingkat paling dasar dari Piramida Pendidikan Karakter adalah Moral Knowing, yang berfokus pada pembekalan pengetahuan tentang nilai-nilai moral. Pada tahap ini, siswa diperkenalkan pada konsep-konsep moral, seperti kejujuran, tanggung jawab, keadilan, kasih sayang, dan nilai-nilai Islam seperti akhlak mulia serta nilai-nilai Pancasila seperti keimanan dan ketakwaan. Tujuannya adalah membangun kesadaran intelektual tentang apa yang benar dan salah, serta mengapa nilai-nilai tersebut penting.Dalam konteks pendidikan Islam, Moral Knowing dapat mencakup pemahaman tentang ajaran Al-Qur’an dan Hadis yang menekankan akhlak, serta nilai-nilai Pancasila yang relevan, seperti gotong royong. Dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), tahap ini diwujudkan melalui pembelajaran teoretis atau naratif. Contoh kegiatan: Ceramah atau diskusi tentang kejujuran berdasarkan kisah Nabi Muhammad SAW.Pembelajaran tentang sila pertama Pancasila melalui cerita inspiratif.Studi kasus tentang dilema moral dalam proyek P5 bertema kearifan lokal.
- Tingkat Menengah: Moral Feeling (Perasaan Moral): Tingkat kedua adalah Moral Feeling, yang berfokus pada pengembangan hubungan emosional dengan nilai-nilai moral yang telah dipahami. Pada tahap ini, siswa didorong untuk menghayati dan merasakan nilai-nilai tersebut, sehingga mereka mengembangkan empati, hati nurani, dan motivasi intrinsik untuk bertindak sesuai dengan moral.Moral Feeling mencakup perasaan seperti cinta terhadap kebaikan, rasa bersalah saat melakukan kesalahan, dan empati terhadap orang lain.Â
Dalam pendidikan Islam, tahap ini dapat diwujudkan melalui refleksi spiritual, seperti muhasabah (introspeksi diri), atau kegiatan yang menumbuhkan ukhuwah Islamiyah. Dalam konteks P5, Moral Feeling diintegrasikan melalui proyek yang melibatkan interaksi sosial dan refleksi nilai-nilai Pancasila. Contoh kegiatan: Refleksi kelompok tentang pengalaman berbagi dalam proyek gotong royong. Kegiatan simulasi yang membangun empati, seperti merasakan tantangan hidup komunitas tertentu.Doa bersama atau dzikir untuk memperkuat hubungan emosional dengan nilai keimanan.
- Tingkat Atas (Puncak): Moral Behavior (Perilaku Moral): Puncak piramida adalah Moral Behavior, yang merupakan tahap di mana siswa menerapkan nilai-nilai moral dalam tindakan nyata. Pada tingkat ini, pengetahuan dan perasaan moral diwujudkan dalam perilaku yang konsisten, seperti kebiasaan jujur, bertanggung jawab, atau membantu orang lain. Tujuannya adalah membentuk karakter yang otentik, di mana siswa bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral bahkan dalam situasi yang menantang.
Dalam konteks pendidikan Islam, Moral Behavior mencerminkan akhlak mulia yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjalankan ibadah dengan ikhlas atau menunjukkan toleransi dalam keberagaman. Dalam P5, tahap ini diwujudkan melalui proyek berbasis aksi yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila. Contoh kegiatan: Proyek P5 berupa bakti sosial untuk membersihkan lingkungan, mencerminkan tanggung jawab dan gotong royong.Pembuatan produk kearifan lokal, seperti kerajinan tradisional, yang menunjukkan kreativitas dan penghargaan terhadap budaya.Konsistensi siswa dalam menjalankan tugas dengan jujur tanpa pengawasan.
C. Kegunaan Piramida Karakter dari Bentuknya:Â
Bentuk piramida dalam konsep ini memiliki makna filosofis dan praktis yang mendukung implementasi pendidikan karakter          dalam manajemen pendidikan Islam dan P5. Berikut adalah kegunaan Piramida Karakter dilihat dari bentuknya:
- Hierarki yang Sistematis: Bentuk piramida mencerminkan proses pendidikan karakter yang bertahap: dari pengetahuan (Moral Knowing), ke perasaan (Moral Feeling), hingga perilaku (Moral Behavior). Struktur ini memastikan bahwa pendidikan karakter tidak dilakukan secara acak, tetapi mengikuti urutan logis yang membangun fondasi kuat sebelum mencapai tujuan akhir. Dalam P5, hierarki ini membantu pendidik merancang proyek yang sesuai dengan tahap perkembangan siswa.
- Fondasi yang Kuat melalui Pengetahuan Moral: Bagian dasar piramida yang lebar menekankan pentingnya Moral Knowing sebagai fondasi. Dalam pendidikan Islam, ini selaras dengan prinsip bahwa pemahaman tentang akhlak dan nilai-nilai Islam harus dikuasai terlebih dahulu. Fondasi yang luas ini memungkinkan siswa memiliki pemahaman yang kokoh tentang nilai-nilai Pancasila dan Islam sebelum melangkah ke tahap emosional dan perilaku.Progresivitas Menuju Perilaku Moral
- Bentuk piramida yang meruncing ke atas menunjukkan bahwa pembentukan karakter adalah proses yang semakin terfokus, dari kesadaran moral hingga tindakan nyata. Moral Feeling sebagai tingkat menengah berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan pengetahuan dengan perilaku, memastikan bahwa nilai-nilai tidak hanya dipahami, tetapi juga dihayati sebelum diwujudkan. Puncak piramida (Moral Behavior) mencerminkan Profil Pelajar Pancasila yang holisti
- Integrasi Nilai Islam dan Pancasila: Piramida Karakter memungkinkan harmonisasi antara nilai-nilai Islam dan Pancasila. Misalnya, Moral Knowing dapat mencakup ajaran tentang kejujuran (shidiq) dan sila pertama Pancasila, Moral Feeling dapat menumbuhkan empati melalui ukhuwah dan gotong royong, dan Moral Behavior dapat diwujudkan melalui tindakan kreatif yang mencerminkan keberagaman global. Bentuk piramida memudahkan pemetaan integrasi ini.
- Visualisasi yang Jelas dan Memotivasi: Bentuk piramida memberikan gambaran visual yang sederhana namun kuat, yang mudah dipahami oleh pendidik, siswa, dan orang tua. Puncak piramida sebagai simbol Moral Behavior memotivasi semua pihak untuk bekerja sama mencapai karakter yang mulia. Visual ini juga efektif untuk menjelaskan konsep kepada komunitas sekolah atau pemangku kepentingan.
- Fleksibilitas dalam Penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5): Struktur piramida bersifat adaptif, memungkinkan penyesuaian dengan berbagai tema P5, seperti kearifan lokal, gaya hidup berkelanjutan, atau kewirausahaan. Misalnya, proyek bertema kearifan lokal dapat mengintegrasikan Moral Knowing melalui pembelajaran budaya, Moral Feeling melalui refleksi tentang identitas lokal, dan Moral Behavior melalui pembuatan produk budaya.
D. Â Kegunaan Praktis Piramida Karakter dalam Konteks Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Pendidikan Islam:
Konsep Piramida Pendidikan Karakter memiliki manfaat praktis dalam mendukung implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan manajemen pendidikan Islam, yaitu: (1) Pendekatan Holistik, (2) Relevansi dengan Profil Pelajar Pancasila, (3) Penguatan Akhlak Mulia, (4) Manajemen Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang Efektif, (5) Pemberdayaan Komunitas.
E. Â Kesimpulan