Apa Itu Hambatan Penglihatan?
Hambatan penglihatan atau tunanetra adalah kondisi ketika seseorang yang mengalami masalah pada indra penglihatannya sehingga fungsi mata tidak bekerja secara optimal dan dalam proses pendidikan memerlukan pelayanan khusus. Menurut Purwaka Hadi (2002), tunanetra dibagi menjadi dua kategori yaitu, buta total (blind), yaitu ketika seseorang sama sekali tidak dapat melihat, dan penglihatan rendah (low vision), yaitu ketika seseorang masih memiliki sisa penglihatan namun tidak cukup untuk melihat normal meskipun sudah menggunakan alat bantu. Kondisi ini bisa disebabkan oleh faktor genetik, penyakit, atau cedera mata, baik sejak lahir (Pre-natal) maupun setelahnya (Post-natal)
Bagi anak tunanetra, hambatan penglihatan bukan sekadar tentang tidak bisa melihat. Namun tantangan yang mereka hadapi juga muncul ketika harus mengikuti pembelajaran yang banyak bergantung pada gambar atau tampilan visual. Karena itu, mereka membutuhkan cara belajar dan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan mereka agar dapat memahami pelajaran dengan baik.
Secara hukum, hak mereka untuk mendapatkan pendidikan telah dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Namun, kenyataannya di Indonesia masih terjadi ketimpangan pemerataan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah luar biasa (SLB) jumlahnya terbatas, sementara banyak sekolah reguler belum memiliki layanan pembelajaran inklusif yang memadai dan tidak sedikit guru yang belum memahami pendekatan tepat bagi siswa yang memiliki hambatan, salah satunya adalah tunanetra. Padahal, guru memegang peran penting dalam memastikan anak tunanetra dapat belajar dan berkembang di lingkungan sekolah yang sama dengan teman-temannya.
Peran Guru dalam Mendukung Anak Tunanetra
Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memahami bagaimana perannya dapat membantu anak tunanetra belajar secara optimal. Berikut enam peran penting yang sebaiknya dijalankan guru dalam mendukung pendidikan inklusif bagi anak tunanetra :
1. Menyiapkan Rencana Belajar yang Sesuai
Membuat RPP saja tidak cukup. Guru perlu memikirkan bagaimana materi bisa diakses bagi semua siswa, termasuk anak tunanetra. Misalnya, saat menjelaskan bentuk bangun ruang, guru bisa membantu dengan memberi penjelasan sambil memperlihatkan benda nyata yang bisa diraba oleh anak. Buku bacaan pun sebaiknya tersedia dalam Braille atau rekaman audio.
2. Menyediakan Media dan Alat Bantu yang Tepat
Guru dapat memanfaatkan teknologi seperti aplikasi pembaca layar, audio book, atau mesin Braille elektronik untuk membantu anak tunanetra belajar. Jika fasilitas tersebut belum tersedia, guru bisa menggunakan alat sederhana seperti globe timbul, reglet, abacus, atau benda bertekstur yang mudah diraba. Yang penting, alat bantu tersebut efektif dan dapat membantu anak agar lebih mudah memahami pelajaran.
3. Mengatur Lingkungan Kelas yang Aman dan Nyaman
Bagi siswa reguler, perubahan posisi meja mungkin hal kecil. Namun bagi anak tunanetra, hal itu bisa membuat mereka tersandung atau bingung mencari arah. Karena itu, guru sebaiknya menjaga tata letak kelas tetap sama dan memberi tanda sederhana, seperti pita kain atau karpet kecil di jalur yang sering dilalui.
4. Menjadi Penopang Sosial dan Emosional
Guru bisa membantu anak tunanetra dengan memberi mereka kesempatan berbicara di kelas, memuji usaha kecil yang mereka lakukan, atau sekadar mendengarkan saat mereka butuh bercerita. Dukungan seperti ini dapat membuat mereka merasa dihargai dan diterima.
5. Menilai dengan Cara yang Adil
Penilaian bagi anak tunanetra jangan dengan memberikan keringanan, tetapi menyesuaikan cara agar anak tunanetra bisa menunjukkan kemampuannya sendiri. Misalnya, ujian bisa dilakukan secara lisan, menggunakan kertas Braille, atau diberi waktu tambahan sehingga nilai yang diperoleh mencerminkan kemampuan mereka sendiri, bukan karena keterbatasan penglihatan
6. Menjalin Kerja Sama dengan Orang Tua dan Profesional
Dukungan dari guru, orang tua, dan terapis sangat penting. Guru berperan membantu anak tunanetra menyesuaikan diri di kelas, dan memahami materi dengan cara yang sesuai. Misalnya, ketika anak kesulitan membaca Braille, guru dapat berdiskusi dengan terapis untuk menentukan metode latihan yang tepat. Setelah itu, orang tua diberi arahan agar bisa membantu anaknya berlatih di rumah dengan cara yang sama. Dengan begitu, proses belajar anak bisa berjalan selaras antara sekolah dengan di rumah.
Penutup
Dengan peran guru yang aktif, sabar, dan peka terhadap kebutuhan anak tunanetra, proses belajar tidak lagi menjadi hambatan, tetapi jembatan menuju kemandirian dan kepercayaan diri. Guru bukan hanya mengajar, tetapi juga membuka jalan agar setiap anak dapat berkembang sesuai potensinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI