Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pasar Gusar Terjepit Covid?

29 April 2020   20:07 Diperbarui: 29 April 2020   20:05 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bae Sonde Bae

Setiap akhir pekan, saya antar istri ke pasar Oesapa. Pasar komplit dengan segala rupa dagangannya. Dari komoditas sayur mayur dan buah yang dibawa orang dari atas (sebutan untuk gunung dan hutan), sampai melimpahnya ikan tangkapan nelayan yang berdomisili di bawah (pesisir pantai). 

Saat istri sedang berkeliling membeli kebutuhan untuk sepekan, saya biasa jalan-jalan melihat orang berjualan atau duduk-duduk di tepi pantai. Setiap kesempatan itulah saya sering mendengar harga-harga bahan makanan seperti sayur mayur, buah, beras, jagung, telur, minyak, kangkung, ikan dan lain-lain yang ditawarkan oleh para pedagang.

Beberapa hari yang lalu saat hari masih pagi, saya dan istri sudah bersiap untuk berangkat pergi. Pakai jaket, bawa handsanitizer, pasang masker dan helm. Berdua naik motor melaju meliuk-liuk mengikuti  jalan aspal menuju ke bawah sejauh 5 km ke pasar Oesapa. Tidak jauh. Terlalu dekat. Kalau tidak percaya tanya orang Timor. 

Bahkan suatu tempat di puncak gunung asal masih bisa ditunjuk, akan dibilang," tidak jauh, su dekat". Pembaca tentu ingat dengan iklan air mineral jaman dahulu yang meneriakkan kegembiraan,"air su dekat".  Nah seperti itu. Tak pernah jemu kami bertemu pemandangan alam yang itu-itu juga. Indah alami tanpa dusta. Di antara desiran angin saya menangkap sayup-sayup musik khas NTT. Lagu yang berjudul Bae Sonde Bae (Baik Tidak Baik) ciptaan Simon Tokan disuka semua orang.

Besong jangan bilang tana Timor sonde bae.

Besong jangan bilang Flobamora sonde bae.

Bae sonde bae, bae sonde bae tana Timor lebe bae.

Bae sonde bae, bae sonde bae Flobamora lebe bae.

Bae sonde bae, bae sonde bae itu semua beta punya.

(Dok. rivorandyagrivo.blogspot.com)
(Dok. rivorandyagrivo.blogspot.com)

Dengan hentak tangan dan kaki tetap diatas sedel motor, pagi hari ini begitu harmoni. Syair lagu ini representasi karakter masyarakat Timor yang sungguh percaya diri, cinta tanah Flobamorata (Flores, Sumba, Timor, Rote dan Alor). Sekitar 8 menit kami sudah tiba di parkir tepi pantai.

Suasana di utara pasar tepat di bibir pantai ini asyik sekali. Yang jualan, yang belanja, yang berjemur dipantai, ada semua. Oma Opa yang berjualan sudah berjejer di kanan kiri sepanjang jalan. Sayur kangkung, wortel, tomat, lombok, ubi, sirsak, pisang, bayam, jagung dan beraneka barang jualan terhampar berjejer rapi siap menanti pembeli. Tersenyum menyambut setiap orang tanpa masker. Dan jangan tanya tentang corona. Canda mereka, itu penyakitnya orang kaya. Yang lupa berbagi pada sesama.

Beranjak mendekat ke arah perahu nelayan, hampir semua tidak bermasker. Saya dengar juga celetukan mereka, "makanya merokok, bisa bakar itu kurnia (bukan corona, hehe). Percayalah, di keadaan yang menurut ahli epidemiologi wabah covid19 begitu menakutkan, bagi oma opa pedagang dan para nelayan itu bukan halangan untuk terus mengais penghidupan. Jangan sok ilmiah di depan mereka. Mental.

Barang Lokal Normal, barang impor bikin tekor

Istri sudah datang menenteng segitu banyak bawaan. Berapa banyak duit untuk belanja. Mahalkah itu semua? Tidak. Semua habis 125 ribu. Mau tahu rinciannya. Ikan tongkol segar 3 kumpul ada 18 ekor Rp. 25.000,- , cabe merah 300 gram Rp. 20.000,-, Terung ungu manis 15 buah hanya Rp. 5.000,-, wortel kg 10 biji Rp. 5.000,- buah ketimun 6 buah Rp. 5000,-, buncis kg Rp. 4.000,-, bawang pre seikat Rp.5.000,-, pisang buah 2 sisir Rp. 10.000,-, bayam 3 ikat Rp. 5.000,- kangkung 5 kumpul, 15 ikat Rp. 5.000,-, buah srikaya 6 biji Rp. 5.000,- dan Avokat 7 biji Rp. 10.000,-. Alhamdulillah. Masih terjangkau dan cukup murah.

Pulanglah kami dengan bawaan menggumpal di kanan-kiri motor. Di jalan besar dekat rumah motor berhenti, mampir di kios orang Bugis untuk belanja beras, minyak dan lainnya. Berbeda  dengan komoditas lokal yang sudah kami beli dan sebutkan. Untuk komoditas bahan makanan yang tidak dihasilkan dengan jumlah memadai di tanah Timor atau didatangkan dari luar NTT, harga-harganya  merangkak naik. 

Bahkan sudah sejak menjelang Paskah.Sekian hari di bulan Ramadan juga ada pergerakan kenaikan. Harga gula 1 kg yang sebelumnya Rp.12.000,- naik menjadi Rp.19.000,-, bawang putih 1 kg yang sebelumnya dijual dengan harga Rp.30.000 naik menjadi Rp.50.000,-, Telur 1 rak yang sebelumnya dijual dengan harga Rp. 45.000,-, merangkak naik menjadi Rp. 55.000,- dan saat ini sudah di harga Rp. 60.000,-.

Orang-orang pasar juga sudah kasak-kusuk aga resah. Kalau harga tidak disesuaikan maka kerugian yang didapatkan. Tapi jika semena menaikkan harga, aparat pemerintah yang datang menjewer telinga. Dalam keadaan di tengah wabah, bersikap egois akan merugikan sesama. Benar kata Ekonom, jangan berspekulasi di saat resesi. Cocok kata saintis, jangan menggunakan pendekatan model deterministik untuk fenomena random dan stokastik.

Jadi, bukan disebabkan karena perayaan Paskah dan bulan Ramadan semata. Dampak wabah corona atau covid19 turut membuat pasar gusar. Pengiriman komoditas dari jawa yang sebagian memanfaatkan kargo bandara El Tari ikut terpengaruh. Stok barang menjadi terbatas. Sementara yang melalui ekspedisi kapal laut membutuhkan waktu lebih lama. Orang Timor bilang, komoditas lokal harga normal, barang impor bikin tekor. Itulah khasanah budaya timor yang suka bercanda. Kondisi apapun selalu dibuat bercanda supaya terasa bahagia. Syair lanjutan dari lagu Bae Sonde Bae, terdengar lagi sayup-sayup di telinga.

Setiap hari beta makan jagung bose.

Beta haus beta minum gula air.

Di Larantuka torang makan jagung titi.

Pung enak lagi makan buah kenari.

Masyarakat NTT begitu cinta dengan komoditas lokal, seperti yang disinyalir dalam syair diatas. Jagung bose, gula air atau sopi, jagung titi, buah kenari adalah jenis makanan khas yang tak terpisahkan dari kehidupan sehar-hari. Jadi kenaikan komoditas sebagian bahan makanan di atas, selalu bisa disiasati dengan kembali harmoni dengan komoditas hasil alam.

Apakah wabah corona berdampak pada masyarakat NTT? 

Tergantung siapa yang ditanya. Anak muda yang gemar berkumpul dan berolahraga di sekitar Bandara, di jembatan Petuk, di sekitar bundaran Tirosa setiap sore kucing-kucingan dengan aparat. Sebentar dibubarkan sebentar merapat. Itu karena mereka merasa sehat. 

Bisa dibayangkan anak muda yang sedang bergelora, dipaksa duduk meringuk di dalam rumah. Di tambah, NTT adalah satu-satunya Propinsi yang paling sedikit memiliki penderita positif corona. Hanya 1 orang yang diawal Ramadan sudah dinyatakan negatif dan boleh kembali ke rumah. Apa tidak makin membuat percaya diri. Terngiang lagi alunan,"bae sonde bae, tana Timor lebe bae".

Kami yang menjelang separuh baya, tidak lagi bertingkah. Di rumah aja. Jaga diri, jaga keluarga dan makan secukupnya. Apalagi di bulan Ramadan yang mulia. Semoga wabah covid19 segera ditarik Yang Maha Kuasa dari muka bumi, sehingga seluruh umat manusia bisa mengambil hikmah positif dari wabah, sebagaimana orang muslim mengambil hikmah dari ibadah di bulan Ramadan.

Bae sonde bae, tana Timor lebe bae.

alifis@corner

290420

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun