Mohon tunggu...
Irwan Samad
Irwan Samad Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jam Kertas

22 Maret 2019   07:50 Diperbarui: 22 Maret 2019   08:18 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kakak Neisya. Ya, begitulah kami terbiasa memanggil namanya. Buah hati kami yang pertama, yang lahir 7 tahun lalu. Ia sulung dari kedua adiknya. Kini ia duduk di Bangku kelas 2 pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Kota Kendari.  Seperti biasa, saya menjemputnya lebih awal, pukul 11.00 Wita, kadang lebih sedikit, kadang pula kurang. Tergantung kondisi di jalanan yang macet. 

Mengingat hari itu Jumat, jadi harus cepat dijemput karena sebentar lagi saya mau menunaikan sholat Jumat. Padahal, lazimnya saya selalu menjemputnya sore hari, karena ia kelas full day. Selepas saya pulang kerja sekaligus menjemput ibunya yang juga bekerja.  Jadi ya sekalianlah. Siang itu seperti biasanya, kami bercerita tentang pengalaman belajarnya hari itu. 

Ada-ada saja bahan yang sering ia ceritakan kepada saya. Soal temannya yang sering pinjam pensilnya, jenis snack yang ia makan, guru yang paling ia senangi. Bahkan sampai pak satpam yang selalu menjaga mereka saban hari. Kami pun larut dalam pembincangan layaknya dua sahabat karib. 

Kebiasaan ini menjadi kebiasaan kami sehari-hari selalu bercerita. Kadang saya hanya menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan semua pengalaman belajar yang ia peroleh hari itu. Setidaknya saya memberikan kesempatan kepadanya untuk mengelola keterampilan berbicaranya agar ia dapat berpikir secara runtut dan logis. 

Dalam hal ini, apa yang kami lakukan menurut Meni Handayani (2016) menyebutnya sebagai komunikasi antarpribadi.  Menurut Joseph Devito (2001) dalam bukunya The Interpersonal Communication menjelaskan tentang komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung antar dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.

Tiba suatu ketika, saya pun menanyakan kepadanya, "apa yang kakak pelajari hari ini, nak?" Tanyaku lembut. "Matematika pa" Jawabnya, sambil tersenyum. "Oh ya?  terus gimana, apa ada tugas dari bu ustadzah"   tanyaku penuh harap. "Iya pa, ada, katanya kita disuruh membuat jam. Ada dalam buku  paket tugasnya" Jelasnya. "Baiklah kalau begitu nanti pulang di rumah kita sama-sama buat ya" jawabku sambil menunggu antrian kendaraan karena macet.

Setibanya di rumah, seperti biasa istirahat sejenak, mandi sore, makan malam hingga menunggu matahari terbenam di ufuk barat. Kami pun bersiap-siap menunaikan sholat magrib berjamaah di masjid yang tak jauh dari rumah. Selepas magrib waktunya mengulang kembali buku Iqro dan mengecek semua tugas-tugas sekolah. Ini adalah ritual wajib yang kami lakukan hingga menjelang sholat isya. "Pak, kita kerjami PR ta" Pintanya dengan dialek kental khas Kendari. "Ok, siapa takut, yuk sama-sama kita buat" jawabku dengan penuh optimis. 

Dia pun segera bergegas mengambil buku cetaknya di dalam tas yang katanya di situ terdapat tugas PR. "Ini pa" katanya sambil memperlihatkan halaman buku cetak yang sudah dilipatnya. "Kita disuruh buat jam dari kertas karton" jelasnya. "Oooo...jam kertas ka" gumanku sambil berpikir-pikir bahan yang mau digunakan. Kami pun larut dalam proyek pembuatan jam kertas. Ibunya pun tak mau ketinggalan. 

Seolah tak mau dikalah, ibunya pun mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan. "Ini bagus pa" katanya sambil menyodorkan beberapa carik kertas berwarna-warni. Kebetulan katanya sisa dari pembuatan sampul laporannya yang beberapa hari lalu disiapkannya, karena ada kunjungan tim assesor di sekolahnya. Saya pun sambil senyam-senyum membayangkan kerjasama yang terbangun dalam keluarga ini. 

Ibarat mengelola negara harus ada kerjasama. Kalau saja rakyat ini bahu membahu dan bekerjasama dalam membangun negeri ini, tanpa ada yang merasa paling benar dan saling mengumbar hoaks, ujaran kebencian dan fitnah, boleh jadi negeri ini sudah jauh melejit dan sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Yah..tapi sudahlah, itu hanya gumamku saja.

Satu persatu bahan-bahan yang diperlukan telah disiapkan. Gunting, lem dan bahan lainnya. Ia pun mulai merangkai jam yang diinginkan. Dengan spontan, kakak Neisya pun berlari ke dapur. Rupanya ia mencari selembar piring dan membawanya ke tempat semula kami bekerja. "Untuk apa itu piring nak" tanyaku penuh harap. "Mau dibikin gambar to" jawabnya polos. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun