Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Anak-anak Punya Cita-cita Jadi Koruptor

2 September 2016   22:08 Diperbarui: 2 September 2016   22:17 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harian Radar Papua terbitan Senin 29 Agustus 2016 yang lalu memberitakan hal yang cukup menggelitik. Koran tersebut mengangkat cerita dari Rona Mentari, seorang pengisi acara di kanal radio dan televisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Ceritanya, Rona Mentari sangat kaget ketika seorang anak TK menjawab ingin jadi koruptor, saat ditanya apa cita-citanya. Padahal lazimnya cita-cita anak seusia TK adalah menjadi dokter, polisi, tentara, guru, pemain bola, penyanyi, pemusik,  atau profesi yang sama dengan orang tuanya.

Rona penasaran dan bertanya kepada si anak kenapa ia ingin jadi koruptor. Jawaban si anak logis sekali, karena ingin punya rumah luas yang ada kolam renangnya seperti yang dimiliki para koruptor saat diliput televisi.

Namanya anak kecil tentu ia belum tahu bahwa jadi koruptor itu adalah perbuatan terlaknat dan menyengsarakan ummat. Tapi tunggu dulu, kenapa wajah koruptor di tv senyam senyum saja? Tak salah bila otak anak kecil tidak menangkap hal negatif atas para koruptor.

Bahkan saat seusai sidang atas perkara korupsi yang disiarkan televisi atau yang fotonya muncul di media cetak, pemirsa atau pembaca menangkap kesan bahwa "pendukung" terdakwa masih banyak, baik famili maupun rekannya.

Para pendukung tersebut terlihat berpelukan sambil menghibur terdakwa. Tentu tak lupa bercipika-cipiki. Terkesan bahwa terdakwa hanya "korban" yang lagi apes. Jadi ini bukan sesuatu yang memalukan.


Toh, di penjara pun, koruptor bisa mendapat perlakuan khusus. Konon ada yang masih bisa mengatur "proyek bisnis" dari balik jeruji. Belum lagi remisi demi remisi sudah menanti. Makanya pengkaderan para koruptor berhasil secara alami.

Menyadari bahwa memutus mata rantai penyakit korupsi di masa depan sangatlah penting, maka langkah KPK untuk menjemput bola sampai menjangkau anak TK, pantas untuk diapresiasi. Mendongeng adalah salah satu metode yang pas buat anak-anak.

Tentu KPK juga menggempur dari segala penjuru dan semua lapisan. Anak remaja dan mahasiswa serta ibu-ibu pun tidak luput dari sasaran edukasi KPK. Kita harapkan semangat KPK tidak kendor, karena hasilnya memang tidak akan terlihat seketika, namun butuh belasan atau puluhan tahun.

Kalau KPK kehabisan nafas, maka kerja keras selama ini akan sia-sia. Soalnya KPK punya lawan berat, yakni kurangnya keteladan para pemimpin. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun