Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Fenomena Job Hugging, Tanda Loyalitas atau Stagnasi?

25 September 2025   08:00 Diperbarui: 25 September 2025   15:53 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z di kantor. (FREEPIK/TIRACHARDZ)


Dinamika anak muda saat ini dalam bekerja, mulai memperlihatkan adanya pergeseran. Beberapa tahun lalu, perusahaan yang merekrut pekerja baru dikahwatirkan dengan turn over yang tinggi di kalangan pekerja. 

Maksudnya, para pekerja yang baru direkrut, yang diharapkan akan meningkatkan produktivitas perusahaan, malah banyak yang resign dan mencari pekerjaan di tempat lain. 

Jadi, fenomena atau tren pekerja ramai-ramai pindah kerja (job hopping), menjadi hal biasa di sekitar tahun 2020-2024. 

Bahkan, pindah karir seperti itu banyak yang bersifat promosi, dalam arti posisi dan gajinya di tempat baru lebih tinggi dibandingkan dengan di tempat lama. 

Kini, muncul fenomena baru di pasar tenaga kerja, yang disebut dengan job huggingIstilah ini merujuk pada kecenderungan pekerja untuk bertahan di pekerjaan mereka saat ini, meskipun peluang baru di tempat lain lagi terbuka.

Fenomena job hugging kemungkinan besar dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global, gejolak politik dalam negeri dan dunia, hingga perlambatan pasar dalam menyerap tenaga kerja. 

Korn Ferry, konsultan organisasi global terkenal yang berpusat di Los Angeles, menyebut job hugging sebagai sikap pekerja yang berpegangan pada pekerjaannya sekuat tenaga karena khawatir sulit mendapatkan pekerjaan baru. 

Dengan kata lain, job hugging adalah kondisi ketika karyawan terlalu “melekat” pada pekerjaannya, bahkan juga ketika mereka sebetulnya tidak bahagia dengan pekerjaannya itu dan peluang untuk berpindah kerja mereka abaikan. 

Ilustrasi dok Getty Images/Forbes.com
Ilustrasi dok Getty Images/Forbes.com

Fenomena tersebut dilihat dari sisi ilmu manajemen ibarat pedang bermata dua, karena bisa meningkatkan loyalitas, tetapi juga berisiko menimbulkan stagnasi. 

Bagi pihak manajemen suatu perusahaan, penting kiranya menciptakan lingkungan kerja yang menyeimbangkan stabilitas dengan tantangan perkembangan karier bagi semua pekerja.

Artinya, jika stabilitas tercipta karena para karyawan punya loyalitas yang tinggi, ini suatu modal yang bagus. 

Tapi, pihak manajemen jangan sampai salah tafsir. Loyalitas yang hadir secara terpaksa karena karyawan merasa kariernya sudah mentok (terjadi stagnasi), ini bisa berbahaya. 

Soalnya, mereka yang mengalami stagnasi cenderung untuk bekerja sebagai medioker saja, tidak termotivasi untuk berkontribusi melebihi target yang dituntut atasannya. 

Maka, pihak manajemen harus berupaya untuk mengembangkan kompetensi para pekerja, agar kariernya tidak mentok, sekaligus menciptakan loyalitas yang tulus. 

Dari sisi karyawan, mereka cenderung melakukan job hugging biasanya terkait dengan kebutuhan rasa aman dan persepsi mereka tentang risiko. 

Banyak pekerja yang mengkhawatirkan kehilangan stabilitas finansial yang mereka dapat selama ini. 

Banyak pula pekerja yang secara psikologis memang punya kelemahan, yakni kurang percaya diri menghadapi tantangan baru. 

Apalagi, jika mengingat kondisi budaya kerja secara umum di Indonesia yang cenderung bersifat kolektif, hierarkis, dan paternalistik. 

Dengan kondisi seperti itu, loyalitas kepada atasan maupun kepada organisasi masih sangat dihargai. Akibatnya, meski karir jadi stagnan, karyawan sering memilih tetap bertahan.

Budaya Indonesia cenderung menjaga harmoni dengan atasan dan rekan kerja, serta menghindari konflik, sehingga banyak pekerja lebih memilih stabilitas atau loyalitas. 

Loyalitas dianggap sebagai bukti dedikasi seorang pekerja, yang diganjar dengan diperolehnya job security berupa gaji tetap, tunjangan, dan dana pensiun. Ini yang jadi faktor utama ketimbang tantangan karier. 

Inilah sebabnya fenomena job hugging sangat kentara terlihat, bukan hanya sekarang, tapi sejak dahulu, khususnya yang terjadi di instansi pemerintah dan juga perusahaan milik negara atau milik pemerintah daerah. 

Job hugging sendiri sebetulnya baik-baik saja, bukan sesuatu yang perlu dihilangkan. Tapi, yang dibutuhkan adalah loyalitas produktif, bukan loyalitas sekadar bertahan atau bukan karena stagnasi.

Untuk itu, manajemen perusahaan harus menyiapkan jalur karier yang jelas bagi karyawan, reward yang berbasis kinerja, berbudaya kerja inovatif, dan secara periodik menerapkan program up-skilling bagi pekerja. 

Jadi, manajemen perusahaan tidak perlu menghapus job hugging karena loyalitas tetap bernilai. Namun, fenomena ini perlu dikelola dengan baik. 

Di sinilah peran strategis fungsi human capital, serta fungsi coaching dan mentoring di suatu perusahaan, yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi semua pekerjanya. 

Adapun bagi anak muda yang baru memasuki dunia kerja, harus menyadari betapa pentingnya membangun kompetensi dan keberanian menghadapi perubahan.

Artinya, anak muda sebaiknya fokus pada pengembangan diri, berani keluar dari zona nyaman, dan membangun mindset karier jangka panjang.  

Kondisi ideal adalah ketika perusahaan mampu memberikan rasa aman yang sehat sekaligus peluang pengembangan karir, sementara karyawan memanfaatkan stabilitas tersebut untuk tumbuh dan adaptif.

Prinsipnya adalah security as a foundation, growth as a direction. Dengan demikian, loyalitas berubah dari job hugging yang pasif menjadi loyalitas produktif. 

Bagi pekerja, bila kondisi tersebut tidak tercipta dan karir dirasa mentok, padahal di tempat lain justru ada peluang untuk lebih berkembang, jangan takut untuk pindah karir, meskipun di usia yang sudah 30-an tahun.

Kuncinya adalah selalu mengasah kompetensi dan meng-up grade skills dan knowledge, sehingga begitu ada peluang yang menjanjikan di depan mata, jangan disia-siakan.

Kalau pun memilih tetap bertahan, dengan kompetensi yang makin meningkat, pihak manajemen tidak akan menutup mata.

Bertelur dan berkoteklah, dalam arti berikan kontribusi terbaik dan perlihatkan kontribusi kepada pihak manajemen.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun