Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memang Boleh BUMN Tidak Untung? Awas, Moral Hazard

22 Januari 2024   10:34 Diperbarui: 22 Januari 2024   10:34 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Kementerian BUMN, dimuat cnbcindonesia.com

Mengawali tulisan saya kali ini, saya perlu menyampaikan kepada semua pembaca, bahwa tulisan ini bersikap netral terhadap tiga pasang capres-cawapres yang ada sekarang.

Seperti diketahui, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud, akan ditentukan nasibnya pada Pilpres 14 Februari 2024 mendatang.

Tak ada niat saya, secara implisit sekalipun, untuk mempengaruhi pembaca agar memilih capres-cawapres tertentu.

Kenapa saya merasa perlu memberi catatan di atas? Karena tulisan ini muncul setelah membaca beberapa berita di media daring, yang berawal dari pernyataan salah satu capres. 

Bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang jumlahnya relatif banyak itu merupakan perusahaan, tentu sudah sama-sama kita ketahui.


Namanya juga perusahaan, maka sangat jelas eksistensinya adalah untuk mencari keuntungan dari produk atau jasa yang dihasilkan atau dijualnya.

Jadi, prinsip-prinsip perusahaan pada perusahaan apapun, secara umum semuanya sama saja, baik milik swasta maupun milik negara.

Nah, terhadap tujuan BUMN yang fokus mencari untung tersebut, oleh Anies Baswedan dalam kapasitasnya sebagai capres, disebut akan menyebabkan crowding out (Detik.com, 12/1/2024).

Maksud crowding out di atas adalah suatu kondisi di mana kebijakan pemerintah yang bersifat ekspansif malah menurunkan investasi sektor swasta.

Akibatnya, kondisi tersebut juga bisa memasukkan pemerintah dalam konflik kepentingan antara BUMN dengan swasta. 

Dalam hal ini, pemerintah lebih mengunggulkan BUMN dengan cara membuat kebijakan-kebijakan yang membantu perseroan milik negara.

Lebih lanjut Anies berpendapat BUMN seharusnya bekerja di sektor-sektor strategis nasional seperti industri telekomunikasi, pertahanan, dan industri lain yang tak bisa dikerjakan swasta.

Begitulah lebih kurangnya pernyataan Anies terkait fungsi BUMN yang diinginkan beliau. Ringkasnya, BUMN jangan hanya terfokus mencari keuntungan.

Bahkan, mengambil judul berita di Bisnis.com (11/1/2024), ditulis seperti ini: "Tegas! Anies Sebut BUMN Bukan Alat Negara untuk Cari Untung".

Anies menegaskan bahwa ada persoalan fundamental yang harus dikoreksi karena sejatinya perusahaan milik negara merupakan agen pembangunan.

Contoh yang diberikan Anies, sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies memilih perseroan terbatas (PT) sebagai pengelola transportasi publik ketimbang diserahkan ke Dinas Perhubungan.

Artinya, upaya pembangunan dilakukan negara melalui korporasi (perusahaan), karena negara membutuhkan fleksibilitas dalam mengeksekusi program pembangunan.

Menurut saya, sepanjang yang saya tangkap dari pemeberitaan di media massa, pernyataan Anies terkait BUMN tersebut baik-baik saja adanya.

Masalahnya, penafsiran pembaca atas berita tersebut tentu saja bisa berbeda-beda. Sah-sah saja bila ada yang bertanya, kalau begitu apakah memang boleh BUMN tidak mencari untung?

Mungkin untuk mengklarifikasi hal tersebut, maka muncul pula tanggapan Dirut BRI Sunarso seperti yang diberitakan CNBC Indonesia (12/1/2024).

Menurut Sunarso, perusahaan BUMN itu harus menghasilkan keuntungan. Fungsi BUMN adalah menjalankan usaha dan berfungsi sebagai agent of development.

Dalam hal ini, harus ada key performance indicator (KPI) sebagai agent of development, sehingga tidak ada pihak yang "bermain-main" dalam kegiatan operasional suatu perusahaan BUMN.

Lebih lanjut, Sunarso berpendapat statement bahwa BUMN tidak harus untung itu berbahaya, karena itu menimbulkan moral hazard.

Saya mengartikan moral hazard sebagai potensi bahaya secara moral, seperti perilaku yang tidak jujur yang menguntungkan individu tertentu dan sekaligus merugikan perusahaan atau institusi.

Sebetulnya, jika disimak secara teliti, pernyataan Anies dan pernyataan Sunarso bukan sesuatu yang perlu dipertentangkan. 

Justru, titik keseimbangan atau titik temu dari dua pernyataan itu yang lebih diperlukan, demi kemajuan semua BUMN sekaligus demi pembangunan nasional.

Yang namanya badan usaha jelas bukan lembaga sosial. Makanya, clear, tujuan mencari keuntungan adalah konsekuensi dari status badan usaha.

Namun, jangan lupa, badan usaha itu juga punya tanggung jawab sosial, yang disebut dengan corporate social responsibility (CSR).

Apalagi, bagi badan usaha yang dimiliki oleh negara, tak hanya CSR, melainkan juga dituntut peranannya sebagai agen pembangunan.

Sebagai korporasi, wajar saja bila banyak BUMN yang membuka perolehan labanya kepada para jurnalis untuk diberitakan dan diketahui masyarakat.

Tapi, BUMN yang kinerjanya bagus, jangan terlalu membangga-banggakan laba dan asetnya yang besar. Keseimbangan dengan fungsi CSR dan agent of development yang perlu diekspos.

Barangkali sebagian masyarakat merasa kurang sreg mengetahui ada bank BUMN yang nasabahnya dominan berasal dari pelaku UMKM menangguk laba yang besar.

Demikian pula Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang diberitakan perolehan labanya melejit, belum tentu membuat sebagian masyarakat yang kekurangan listrik merasa gembira.

Yang sebaiknya dikomunikasikan kepada masyarakat, bahwa laba yang besar itu akan kembali ke rakyat juga. Tidak hanya melalui CSR, tapi juga setoran laba BUMN ke pemerintah.

Setoran laba itu menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang cukup dominan selain penerimaan dari pajak. 

Bukankah dari penerimaan tersebut, negara akan menyalurkan kembali ke berbagai program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak?

Sebagai penutup, kita berharap semoga semua BUMN semakin profesional, bebas dari korupsi, sukses mencetak laba, maju CSR-nya, dan berjalan baik fungsi agent of development-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun