Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Bos yang Perfeksionis dan Workaholic Ingin Tahu Kelemahannya

30 Maret 2021   00:01 Diperbarui: 30 Maret 2021   12:00 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bos workholic (Sumber: shutterstock.com)

Kisah ini terjadi sekitar tahun 1995. Udah lama banget ya? Tapi, menurut saya masih tetap relevan bagi orang kantoran, karena kisahnya berkaitan dengan relasi bos dan anak buah.

Ketika itu, sebagai seorang staf di divisi akuntansi di kantor pusat sebuah BUMN, saya punya bos yang boleh dibilang perfeksionis. 

Tidak saya saja yang berpendapat seperti itu, tapi juga banyak teman-teman saya, termasuk yang lebih senior dari saya.

Hal yang selalu membuat saya deg-degan, bila ada telepon dari sekretaris bos kepada saya, yang meminta saya menghadap si bos di ruang kerjanya. Bisa juga si sekretaris datang langsung ke meja kerja saya, karena jaraknya sekitar 20 meter saja.

Hal yang membuat saya tidak tahan, setiap menghadap bos, saya bisa diceramahi satu hingga dua jam. Awalnya ceramah tentang tugas yang harus saya laksanakan, tapi kemudian bisa berbuntut ke hal lain, seperti tentang sikap baik di kantor, tentang semangat menuntut ilmu, dan sebagainya.

Kalimat yang membakar semangat juga sering beliau lontarkan. "Jangan pernah jadi staf yang medioker", begitu kalimat beliau yang sering saya ingat. Maksudnya, saya harus punya kinerja di atas rata-rata staf yang lain.

Padahal, kalau saya pikir-pikir, si bos melakukan itu kepada saya, seperti yang pernah beliau nyatakan langsung, karena saya dinilai punya potensi untuk nantinya bisa jadi pejabat di perusahaan itu.

Di antara sekitar 25 orang staf, saya termasuk segelintir yang dapat kehormatan, kalau saya mau menganggap hal tersebut sebagai kuliah gratis. 

Masalahnya, dengan komunikasi satu arah karena si bos ngomong terus, sungguh tidak gampang konsisten berkonsentrasi untuk selalu mendengar.

Makanya, saya sering tidak sabar, ingin cepat keluar ruang kerjanya, tapi tak berani untuk pamit. Lagipula, semakin lama di sana, semakin banyak instruksi, sehingga saya bingung yang mana yang harus didahulukan.

Bisa juga saya dipanggil untuk menyaksikan beliau membaca draft surat edaran yang saya bikin. Saat beliau mencoret beberapa kalimat, beliau sambil menjelaskan apa kalimat yang diinginkannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun