Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ada Kabar Teman Anda Meninggal? Jangan Buru-buru Tulis Ungkapan Duka

18 Februari 2020   06:39 Diperbarui: 18 Februari 2020   19:07 5834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: dmbaker via KOMPAS.com)

Ini kedua kalinya saya merasa bersalah gara-gara ikut-ikutan menuliskan "Inna lillahi wa innailaihi raji'un, turut berdukacita,....." di sebuah grup WhatsApp (WA).

Saya tahu bahwa Ida, teman se-angkatan saya waktu sekolah menengah dulu, sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Bukittinggi, Sumbar. Teman-teman satu angkatan yang berdomisili di Sumbar berencana mengunjungi Ida, Sabtu (15/2/2020) kemarin.

Karena saya tinggal di Jakarta, saya hanya menulis doa untuk kesembuhan Ida dan sekaligus mohon maaf tidak bisa membesuk bersama teman-teman. Hal itu saya tulis di grup WA.

Ketika Sabtu sore saya membuka hape dengan harapan ada berita dari teman-teman yang ke rumah sakit, tiba-tiba muncul berita duka bahwa Ida sudah dipanggil Tuhan.

Kalimatnya cukup panjang, karena tidak saja ucapan yang standar berupa doa untuk yang meninggal dan juga buat keluarga yang ditinggalkan, namun juga ditambah pesan bernada religius sebagai hikmah buat semua teman-teman.

Tanpa berpikir panjang, saya jadi orang kedua yang mengucapkan hal serupa, tapi hanya ucapan standar saja, tanpa ada semacam ceramah agama untuk teman-teman lain.

Ucapan saya sepertinya cukup laris, di-copy paste oleh belasan teman, sampai mendadak muncul pesan bernada lain, yang meminta anggota grup mengecek dulu kebenaran berita duka itu.

Satu jam setelah itu baru jelas duduk persoalannya. Teman yang ke rumah sakit salah persepsi saat diberi tahu petugas di sana bahwa Ida sudah pulang.

Maksud petugas itu Ida sudah dibolehkan pulang ke rumahnya, namun mungkin karena penyakit Ida tergolong berat, "pulang" tersebut diartikan sebagai pulang ke alam baka.

O ya, saya telah menulis di atas bahwa ketergesaan saya dalam menyampaikan ucapan duka, sudah yang kedua kalinya. Kejadian pertama sekitar dua tahun lalu dengan drama yang lebih heboh.

Waktu itu teman se-kantor saya, Wandi, yang diberitakan meninggal. Ia termasuk pejabat dengan posisi kepala divisi. Waktu sama-sama masih staf senior, saya pernah dua tahun satu divisi dengan Wandi.

Saya dan Wandi sama-sama anggota di beberapa grup WA, karena di samping pernah satu divisi, saya juga pernah menggantikan posisi yang ditinggalkannya di divisi yang lain lagi. 

Kemudian kami juga sama tahun masuknya di perusahaan tempat kami berkarir, yang juga ada grup WA-nya. Lalu karena pernah pula tinggal di kompleks rumah dinas yang sama, ada lagi grup WA tersendiri.

Jadi begitu muncul berita berpulangnya Wandi di salah satu grup, dalam hitungan detik, cepat menyebar di grup lain. Saya pun tentu saja langsung menulis ungkapan duka di beberapa grup tersebut.

Nah sisi dramanya pun dimulai. Ada saja teman yang mem-posting foto-fotonya berasama Wandi yang dibubuhi kalimat bernada kenangan indah. 

Saya tidak ikut-ikutan mengirim foto, meskipun saya punya di galeri hape. Karena sama-sama di Jakarta, saya ingin melayat ke rumah almarhum. 

Tapi sebelum berangkat, kebetulan saya kenal dengan driver-nya Wandi dan juga punya nomor hapenya. Saya iseng saja menelponnya dengan maksud minta informasi tentang rencana pemakaman, sekaligus ingin tahu penyebab meninggalnya. Setahu saya Wandi selama ini sehat-sehat saja.

Agus, nama pengemudi pribadi itu, malah kaget mendengar pertanyaan saya. Kata Agus, ia ada janji akan mengantar bosnya jam 8 pagi, atau  kira-kira satu jam lagi.

Tapi terpengaruh dengan ucapan saya, Agus mengatakan akan langsung ke rumah Wandi. Siapa tahu Agus memang kelupaan diberi tahu oleh keluarga Wandi tentang berita duka itu.

Rumah Agus relatif dekat dengan rumah Wandi. 15 menit kemudian hape saya berdering, Agus memberi kabar yang bikin saya terperangah. Ternyata Wandi sehat-sehat saja, dan Wandi sudah tahu kalau diberitakan meninggal dunia.

Kata Agus, Wandi cukup terpukul membaca respon teman-temannya yang tak mengecek dulu kebenaran berita, dan masih bingung mau menulis kalimat apa di grup WA untuk membantahnya.

Akhirnya saya berinisiatif menulis semacam ralat di semua grup WA yang sudah terlanjur ramai dengan kalimat inalillahi wa innailaihi ra'jiun itu.

Baru setelah itu ucapan duka pun reda, berganti dengan doa agar Wandi panjang umur. Namun tetap saja masih ada teman yang meng-copy paste kalimat duka di bagian atas tanpa membaca di bawah sudah ada ralat.

Usut punya usut, akhirnya pengirim pesan pertama kali, mengakui kesalahannya. Ia dapat berita duka di grup WA keluarganya sendiri bahwa ada yang meninggal, namanya Wandi.  

Si teman tersebut langsung meneruskan kabar itu ke beberapa grup yang saya  ikuti, karena ia mengira Wandi yang meninggal adalah Wandi yang diceritakan di atas. Kebetulan nama lengkapnya sama persis.

Konon katanya orang yang diberitakan meninggal padahal belum, akan panjang umurnya. Namun tetap saja bukan hal yang nyaman menyampaikan pesan ikut berdukacita bagi teman yang masih hidup. 

Yang diberitakan meninggal pun pasti tidak kalah tidak nyamannya. Makanya, saya sudah bertekad untuk tidak lagi terburu-buru menyampaikan ucapan duka, bila ada lagi kejadian serupa. Check and recheck harus dilakukan terlebih dahulu.

Dok. kabar-banten.com
Dok. kabar-banten.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun