Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Acara Akad Nikah Semakin Bergaya Sinetron

24 November 2019   09:26 Diperbarui: 24 November 2019   10:47 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. thebridedept.com / dimuat idntimes.com

Kebetulan saya dua kali menghadiri acara akad nikah dalam dua bulan terakhir ini. Yang pertama pada acara pernikahan keponakan saya di Payakumbuh, dan berikutnya yang baru saja berlangsung, pernikahan keponakan dari istri saya di Padang. 

Saya sendiri berdomisili di Jakarta, sehingga harus terbang untuk hadir pada kedua acara di atas. Untuk yang di Padang,  membuat saya harus mengorbankan tidak hadir di acara Kompasianival 2019, karena waktunya bersamaan.

Pada kedua acara tersebut ada kesamaan yang saya lihat, yakni pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang memimpin acara akad nikah, berperan melebihi kapasitasnya atau melebihi kewajibannya.

Begitu lafaz akad nikah dari ayah si pengantin wanita yang disambut oleh pengantin pria, telah dinyatakan sah oleh dua orang saksi, sebetulnya kewajiban pejabat KUA tinggal urusan administrasi, karena sebelumnya telah pula  disampaikan nasehat pernikahan.

Maksud administrasi di sini adalah menandatangani dokumen-dokumen yang diperlukan oleh pihak yang terlibat, terutama sepasang buku akta nikah.

Nah setelah itu sebenarnya kalau pejabat KUA lagi sibuk atau sok sibuk, sudah gak apa apa meninggalkan tempat. Tapi yang saya lihat kok malah memilih jadi pengarah gaya saat berfoto. 

Bagaimana gaya berfoto sepasang suami istri yang memperlihatkan buku akta nikah, harusnya bukan keahlian pejabat KUA. Tapi sang pengantin tentu saja sungkan untuk mengabaikan arahan sutradara dadakan itu, takut kualat.

Pejabat KUA yang tahu bahwa hari itu kedua pengantin berada di bawah kekuasaannya, semakin menjadi-jadi. Kali ini ditambah lagi dengan pengarah dialog yang bergaya sinetron.

Ceritanya dibuat skenario penyerahan mas kawin yang divideokan dengan didahului dialog mesra antar suami istri yang baru saja melepas masa lajangnya itu.

Maka meluncurlah kalimat-kalimat dari mulut pengantin pria dan pengantin wanita, yang sepenuhnya adalah sekadar mengulangi apa yang diucapkan pejabat KUA. Benar-benar multi talenta pak pejabat ini 

"Istriku sayang, bla..bla..bla," kata pengantin pria. Lalu dibalas dengan ucapan malu-malu "Abangku sayang, bla...bla," oleh pengantin wanita. 

Eh, ternyata sang wanita suaranya kecil banget. Sang sutradara dengan tegas minta si wanita mengulangi ucapannya dengan keras dan harus sambil menatap mesra mata suaminya. 

Saya tidak tahu apa yang dituju dengan gaya sinetron seperti itu. Apakah itu bagian dari edukasi agar rumah tangga mereka jadi langgeng?

Atau maksudnya agar menjadi momen yang sangat berkesan untuk jadi kenangan yang tak terlupakan bagi kedua pengantin? Bisa pula hanya sekadar hiburan bagi para hadirin sekaligus jadi hiburan buat si pejabat KUA semata.

Kebetulan yang saya amati adalah yang terjadi di Sumatera Barat. Untuk acara pernikahan yang saya hadiri di Jakarta, kebanyakan hanya saat resepsi, bukan saat akad nikah.

Tapi dugaan saya, fenomena di tempat lain relatif sama, yakni ada fungsi baru bagi pejabat KUA yakni menjadi "sutradara" itu tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun