Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengembalian Uang Hasil Korupsi Rp 477 Miliar, Kenapa Tidak Lewat Bank Saja?

19 November 2019   09:09 Diperbarui: 19 November 2019   16:09 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tribunnews.com

Saya mengikuti berita dari Kompas TV Senin pagi (18/11/2019). Salah satu topik yang diangkat adalah keberhasilan Kejaksaan Agung mengembalikan uang negara hasil korupsi sebesar Rp 477 miliar.

Jumlah tepatnya adalah Rp 477.359.539.000. Pelakunya adalah Kokos Leo Lim yang tersandung kasus pengadaan batubara, di mana sebuah perusahaan milik negara sudah memberikan uang sejumlah tersebut di atas kepada Kokos sebagai pemenang tender, namun tak kunjung dapat batubara sesuai spesifikasi.

Menurut Kompas TV, jumlah tersebut merupakan rekor tersendiri dan selama ini tidak gampang mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara. Kalaupun kembali, biasanya dalam jumlah yang lebih kecil ketimbang yang dikorupsi.

Tulisan ini tidak bermaksud membahas sisi modus korupsinya, tapi lebih terfokus pada teknis pengembalian kerugian negara. Kenapa harus diserahkan secara tunai? Bukankah kelaziman saat ini setiap transaksi besar dilakukan lewat bank?

Bahkan dengan semakin banyaknya alternatif pembayaran non-tunai, untuk berbelanja receh pun, banyak anak muda yang melakukannya lewat aplikasi yang dipasang di telpon pintarnya.

Lewat bank yang dimaksudkan di sini adalah melalui mekanisme kliring dari rekening tempat menyimpan hasil korupsi ke rekening milik Kejaksaan Agung.

Saya bukan orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi di fakultas hukum. Tapi logika saya merasakan menghadirkan uang tunai sebanyak itu terlalu ribet dan ada risikonya. 

Mungkin si koruptor menyerahkan ke negara melalui mekanisme transfer atau kliring, lalu Kejaksaan Agung mengambil secara tunai untuk kepentingan konferensi pers saja, untuk seterusnya disetor kembali ke bank. 

Tapi kalau mengacu pada berita di media massa, antara lain dimuat di jawapos.com, Kokos memang mengembalikan seluruh kerugian negara secara tunai.

Konferensi pers tersebut dilakukan Jumat (15/11/2019) yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Sebetulnya yang diperlihatkan kepada para jurnalis "hanya" uang tunai sebesar Rp 100 miliar saja. Tapi itupun sudah membuat sesak ruangan tempat konferensi pers berlangsung.

Tampaknya secara hukum, yang namanya pembuktian harus terlihat secara kasat mata. Kalau buktinya berupa cetakan rekening koran dari bank, tidak terlihat uangnya sekalipun itu bukti yang valid.

Di lain pihak, konferensi pers merupakan hal yang penting dalam era keterbukaan sekarang ini. Tidak saja karena publik berhak mendapat informasi seperti itu, instansi pemerintah pun juga perlu punya forum untuk memperlihatkan hasil kerjanya.

Dampak positif lainnya dari konferensi pers itu tentu saja agar menimbulkan shock therapy bagi para koruptor atau calon koruptor, bahwa pada akhirnya yang namanya barang busuk akan tercium juga. Harta hasil korupsi akan dikejar oleh negara ke manapun.

Hanya saja ada kerawanan bila terpaksa menggunakan beberapa orang petugas untuk membawa uang sebanyak itu. Mungkin sulit bagi seorang petugas yang ingin usil menyembunyikan uang barang satu bundel.

Tapi risiko tercecer, salah hitung sehingga harus dihitung lagi berulang-ulang, atau hal-hal lain yang bersifat manusiawi, tetap saja ada kemungkinannya.

Sekadar usul, untuk masa datang, sekirang hal yang sama terjadi lagi, pihak kejaksaan agung dapat mengajak pejabat bank tempat uang pengembalian hasil korupsi disimpan, untuk memberikan penjelasan kepada wartawan.

Intinya bukankah bagaimana meyakinkan para wartawan bahwa uang tersebut betul-betul sudah diserahkan oleh pihak yang melakukan korupsi dan juga sudah diterima oleh negara. 

Saya yakin, wartawan akan percaya bila diperlihatkan bukti kliringnya atau cetakan rekening koran dari bank. Jika pada lembar bukti tersebut ada hal yang bersifat rahasia, toh bisa dihitamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun