Bulan suci Ramadan sudah di depan mata. Bulan yang harusnya banyak diisi dengan kegiatan ibadah bagi umat Islam ini, ternyata banyak juga godaan yang bersifat duniawinya.Â
Godaan yang dimaksud bisa berupa agar masyarakat lebih banyak berbelanja karena tertarik dengan berbagai iklan yang dikemas khusus untuk menyambut bulan suci, atau bisa juga seperti yang akan diulas artikel ini, masyarakat lebih banyak menikmati hiburan dari layar kaca, menikmati tayangan khusus program Ramadan.
Logikanya, tayangan Ramadan tersebut harus lebih banyak unsur kontemplasinya, mengajak pemirsa untuk lebih banyak merenung, atau lebih banyak unsur edukasinya seperti tuntunan dalam beribadah dan tuntutan bersilaturahmi.Â
Namun berdasarkan pengalaman beberapa tahun terakhir ini, hampir semua stasiun televisi lebih menonjolkan program yang banyak unsur bercandanya. Makanya para komedian atau artis yang bisa melucu, mengalami panen raya setiap bulan puasa.
Bercanda sebetulnya bagus-bagus saja, asal tidak berlebihan. Ya, hidup ini kalau semua dipenuhi oleh hal-hal yang serius, bisa bikin stres. Maka dengan bercanda, urat syaraf bisa dikendorkan, agar setelah itu bersemangat lagi mengerjakan hal yang serius.Â
"Menghadirkan program Ramadan yang enak ditonton namun sekaligus bermutu, menjadi tantangan bagi tim kreatif di masing-masing stasiun televisi."
Jadi, bercanda itu sifatnya hanya sekadar intermezo. Nah, kalau bercanda tersebut berpanjang-panjang, dari malam sampai waktu sahur habis, apalagi dengan lelucon yang mengolok-olok fisik lawan bercandanya atau kalimat spontan yang asal nyeplos sehingga melanggar norma kesopanan, itu namanya kebablasan, dan bahkan membosankan.
Bisa jadi pihak stasiun televisi sengaja memperbanyak porsi acara bercanda dalam rangka menemani pemirsa makan sahur. Asumsinya, banyak penonton yang masih rada ngantuk dan bangun karena terpaksa, akan segar bila disuguhi tontonan yang penuh candaan.
Celakanya para remaja sekarang sudah tidak membutuhkan acara televisi lagi, mereka sibuk berburu tayangan yang berserakan di dunia maya. Justru orang tua yang masih setia duduk di depan layar kaca, baik untuk mengikuti berita, ceramah agama, atau liputan laporan perjalanan ke berbagai tempat yang menarik.
Kalau ditelusuri pemberitaan di media daring, sebetulnya Komisi Penyiaran Indonesia telah melayangkan peringatan terhadap sejumlah tayangan komedi Ramadan pada beberapa tahun terakhir.Â
Tapi mungkin karena rating-nya masih tinggi, acara sejenis tetap diproduksi. Untuk Ramadan tahun ini diharapkan pihak stasiun televisi bisa menayangkan program hiburan yang lebih bersifat spiritual dan edukatif.Â
Mungkin bisa saja acara tersbut dikemas dengan gaya bercanda, namun jangan sampai kebablasan dengan porsi yang terlalu lama dan tidak pula melecehkan kondisi fisik seseorang serta tidak melanggar norma kesopanan.
Harus diakui, jika ceramah agama dengan gaya berkhotbah satu arah, sudah sulit meraih pemirsa yang banyak. Di situlah relevansinya peran komedian untuk mencairkan suasana.Â
Apalagi bila tercipta acara yang interaktif antara pemirsa dan narasumber yang pakar agama. Tapi acara interaktif tidak selalu dengan menghadirkan sekelompok ibu-ibu dari majelis taklim tertentu yang berbaju seragam.
Pokoknya bagaimana menghadirkan program Ramadan yang enak ditonton namun sekaligus bermutu, menjadi tantangan bagi tim kreatif di masing-masing stasiun televisi.Â
Bermutu di sini lebih dimaksudkan sebagai keberhasilan dalam menggugah pemirsanya agar selalu memelihara ibadahnya sebagai perwujudan hubungan dengan Sang Pencipta (hablu minallah) serta memelihara kesalehan sosialnya dalam berhubungan dengan sesama manusia (hablu minannas).
Selamat berpuasa bagi para pembaca yang menjalankannya.