Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagaimana Mengangkat Gengsi Pendidikan Vokasi?

1 Mei 2019   20:15 Diperbarui: 3 Mei 2019   04:49 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Deutsche Welle

Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Untuk memperingati jasa pahlawan nasional yang lahir tanggal 2 Mei 1889 tersebut, pemerintah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Perguruan Taman Siswa, yang sekarang mungkin tidak lagi banyak dikenal masyarakat, didirikan atas hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan semangat kemandirian, maksudnya agar masyarakat gampang memperoleh akses pendidikan, jangan tergantung pada sekolah yang dibuat pemerintah kolonial Belanda. Waktu Taman Siswa berdiri tahun 1922, masih sangat sedikit warga pribumi yang mengenyam bangku sekolah.

Di Sumatera Barat, juga ada pahlawan pendidikan bernama Muhammad Sjafei, yang mendirikan sekolah Indonesische Nederland School (INS) pada tahun 1926 di Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman. Salah satu keistimewaan INS adalah mengajarkan kemandirian pada siswa-siswinya, antara lain dengan keseimbangan antara teori dan praktik.

Makanya alumni INS waktu itu mahir bertani, bertukang, atau menjadi pekerja seni, sesuai dengan minat masing-masing siswa. Namun saat ini, meskipun sekolah INS masih berdiri, seperti halnya Taman Siswa, kalah bersaing dengan sekolah lain.

Tapi spirit kemandirian dari Taman Siswa dan INS harusnya tetap tertanam di berbagai sekolah, terutama sekolah-sekolah negeri, agar para lulusannya tidak menambah panjang daftar antrean para pencari pekerjaan.

Hal itu bukan tidak disadari pemerintah. Makanya sejak beberapa tahun terakhir ini, sudah terlihat perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan vokasi, seperti di berbagai Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, dan pendidikan tinggi politeknik di berbagai bidang. 

Kemudian perkembangan teknologi yang membuat segala aktivitas bisa dilakukan secara online, juga telah mengubah pemikiran anak muda. Meskipun antrean para sarjana pemburu kerja tetap panjang, sudah mulai ada sebagian yang lebih tertarik merintis usaha mandiri seperti yang terlihat di perusahan startup (rintisan). 

Keberhasilan Gojek, Grab, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, yang awalnya adalah usaha rintisan berskala kecil, telah membakar semangat anak muda untuk selalu menggali kreativitasnya. 

Nah, dengan mulai bangkitnya sektor wirausaha, harusnya membuat perhatian orang tua untuk menyekolahkan anaknya di SMK atau menguliahkannya di Politektik, mengalami peningkatan. Sayangnya, di mata orang tua, dan juga di mata para pelajar atau mahasiswa itu sendiri, pendidikan vokasi kalah gengsi ketimbang pendidikan umum.

Artinya, pendidikan vokasi belum menjadi pilihan utama, tapi dipasang sebagai pilihan kedua atau ketiga, dan akan diambil bila si anak tidak lulus seleksi masuk SMA favorit atau perguruan tinggi favorit. 

Okelah, walaupun bersekolah di sekolah umum, bila minat berwirausaha di berbagai bidang bisa meningkat, soal ketrampilan bisa berlangsung secara learning by doing. Namun, pilihan seperti ini justru adakalanya mendapat cibiran dari para orang tua yang masih merindukan anak-anaknya berkarir sebagai pegawai negeri atau karyawan perusahaan mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun