Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Teroris Tak Terkait Agama Apapun, Bagaimana Memahaminya?

17 Maret 2019   13:20 Diperbarui: 17 Maret 2019   13:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah terjadinya serangan teroris di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan sedikitnya 49 orang di dua buah masjid yang ada di kota itu, beberapa pihak mengeluarkan pernyataan yang pada intinya berbunyi bahwa tindakan terorisme tidak berkaitan dengan agama apapun. 

Salah satunya sekadar contoh adalah pernyataan Wasekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan  (PDIP), Ahmad Basarah, yang menyebutkan "Terorisme tidak berkaitan dengan agama apapun, sehingga kita hendaknya memisahkan antara ajaran agama dan perbuatan akibat ideologi kegelapan tersebut" (tirto.id, 16/3/2019).

Tentu saja apa yang dipaparkan oleh Ahmad Basarah maksudnya amat baik, jangan sampai timbul dendam dari pemeluk agama yang menjadi korban dari sebuah serangan teroris kepada kelompok masyarakat lain yang memeluk agama yang sama dengan pelaku teror sebelumnya. 

Sungguh mengerikan bila aksi teror tersebut dibawa ke kancah peperangan antar agama. Padahal jelas, tak perlu diperdebatkan lagi, bahwa semua agama tak ada yang mengajarkan ummatnya untuk melakukan serangan seperti yang dilakukan para teroris.

Okelah kalau disebut teroris tidak terkait dengan ajaran agama, sangat bisa dipahami. Namun bila disebut sama sekali tidak ada kaitan dengan agama tentu masih bisa dipertanyakan, kenapa obyek serangan kebanyakan berupa rumah ibadah seperti masjid, gereja, kuil, candi, dan sebagainya.

Kenapa pula orang-orang yang berpenampilan tertentu, katakanlah berjenggot lebat bagi yang lelaki atau bercadar bagi yang wanita, terkadang dicurigai dan ditolak masuk negara seperti Amerika Serikat. Apalagi bila namanya agak mirip nama-nama yang terdaftar di database pihak intelijen.

Tindakan terorisme secara frekuensi lebih sering dilakukan oleh pelaku yang tercatat sebagai muslim, meskipun harus diulangi sekali lagi bahwa ajaran Islam tidak membenarkan terorisme. 

Maka tak heran bila di beberapa negara terjadi islamopobhia, ketakutan yang berlebihan terhadap Islam. Hal ini termasuk yang sering dikeluhkan para pemimpin negara-negara Islam, termasuk Indonesia. 

Padahal kalau kita mengingat peristiwa Bom Bali I dan II, yang melakukan penyelamatan terhadap para korban, tidak sedikit yang beragama Islam. Meskipun sama-sama kita ketahui, pelakunya juga di KTP-nya tercantum beragama Islam.

Setelah kejadian di Selandia Baru, tentunya dunia makin sadar bahwa tindakan terorisme dapat dilakukan oleh pemeluk apapun dan korbannya juga bisa dari agama apapun. Oleh karena itu, tidak lagi relevan memberikan label teroris pada penganut agama tertentu atau aliran dari suatu agama tertentu.

Saatnya kita sekarang bergandengan tangan menggalang kekuatan, dari agama apapun juga, melawan tindakan terorisme, meskipun si teroris mengaku beragama yang sama dengan yang kita anut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun