Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hamka, Anak Nakal yang Kemudian Jadi Ulama Besar

9 November 2018   22:32 Diperbarui: 9 November 2018   22:41 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. suaramuhammadiyah.id

Malas belajar karena metode pengajaran guru yang monoton, belajar silat lalu secara konyol menantang berkelahi orang dewasa ketua preman di pasar Padang Panjang yang membuat Hamka kecil bercucuran darah, kabur dari rumah berhari-hari dan berjalan kaki sejauh puluhan kilometer ke Payakumbuh, di mana ia belajar jadi joki penunggang kuda pacu dan ikut lomba dengan memalsukan usia karena minimal usia joki harus 17 tahun, adalah beberapa contoh kenakalan dimaksud.

Bahkan kemudian, Hamka kabur lagi dari rumah orang tuanya berbulan-bulan dengan niat mau ke Pulau Jawa, tapi terhenti di Bengkulu karena menderita sakit cacar. Untung saja ada orang yang berbaik hati menampung dan merawatnya, dan mengongkosinya kembali ke Padang Panjang.

Namun akhirnya karena jiwa petualangnya juga yang membentuk Hamka jadi orang yang haus ilmu secara otodidak dan mengembangkan kemampuannya dalam menulis dan berbicara di depan umum. Inilah pembuka jalan kesuksesan seorang Hamka.

Berbicara tentang novel biografi, sejak beberapa tahun terakhir ini memang seperti trend, setelah suksesnya novel tentang Dahlan Iskan karya Khrisna Pabichara yang juga seorang kompasianer.

Membaca novel jelas lebih asyik ketimbang membaca buku sejarah. Namun tentu akurasinya tidak bisa dijamin 100 persen. Sebagai contoh dalam "Buya Hamka", kalimat surat cinta monyet Hamka remaja ke gadis yang ditaksirnya, terkesan pakai gaya bahasa masa kini. Demikian pula dialog Hamka dengan ibu dan bapaknya, tentu berupa rekaan pengarang.

Secara umum buku di atas bermanfaat dibaca oleh para remaja dan generasi muda. Tentu maksudnya bukan untuk membiarkan seorang anak menjadi nakal agar nantinya sukses. Tapi lebih pada meniru perjuangan keras Hamka yang tahan banting. Jadi, jangan buru-buru mencap anak nakal pasti akan nakal seterusnya. Ada titik balik yang harus ditemukan agar si anak nakal menempuh jalan yang benar.

Sedikit catatan, karena penulisnya bukan orang Minang, ada beberapa hal kecil yang mengganggu bagi yang tahu. Contohnya, berkali-kali disebut Hamka berlayar dari suatu tempat ke Padang Panjang. Padahal yang tepat adalah ke Padang. Padang adalah kota yang punya pantai, sedangkan Padang Panjang terletak di pegunungan, sekitar 70 km di utara Padang.

Contoh lain, menyebut Bagindo Aziz Chan sebagai Walikota Padang Panjang di awal kemerdekaan RI, seharusnya Walikota Padang. Semoga ini bisa jadi bahan koreksi pada cetakan berikutnya, bila mengalami cetak ulang.

Dok. suaramuhammadiyah.id
Dok. suaramuhammadiyah.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun